Wang Lu adalah juara satu perekrutan Paviliun Longtian, mengalami kerusakan pondasi internal dan berakhir sebagai murid tak berguna.
Tak ada yang mau jadi gurunya kecuali… Wang Wu.
Cantik!
Tapi tak bisa diandalkan.
“Bagaimanapun muridku lumayan tampan, sungguh disayangkan kalau sampai jatuh ke tangan gadis lain!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙪
“Pak Tua! Tolonglah! Aku tak mau jadi muridnya!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙇𝙪
“Tak mau jadi muridnya, lalu siapa yang mau jadi gurumu?”~
Murid tak berguna, dan guru tak kompeten… mungkinkah hanya akan berakhir sebagai lelucon?
Ikuti kisahnya hanya di: 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗹𝘁𝗼𝗼𝗻/𝗠𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁𝗼𝗼𝗻
______________________________________________
CAUTION: KARYA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN PRIBADI AUTHOR. BUKAN HASIL TERJEMAHAN, APALAGI HASIL PLAGIAT. HARAP BIJAK DALAM BERKOMENTAR!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
第35章
Keesokan harinya, Wang Lu memutuskan turun gunung untuk menghindari semua orang di perguruan. Tak tahan dengan hiruk-pikuknya.
Sebagian orang mungkin telah mengubah pandangannya terhadap Wang Lu, tapi Wang Lu tidak peduli dengan pandangan orang. Ia hanya muak, itu saja!
Orang-orang ini mudah sekali berubah sikap. Mereka tak punya prinsip dan sungguh tak tahu malu! pikirnya.
Kemudian ia mengunjungi Lembah Yuxuan, alih-alih mencari hiburan di kota seperti biasanya. Keramaian kota dan makanan enak sedang tidak menarik minatnya saat ini.
Aku ingin lihat, apakah Kuil Dewa Buangan di Lembah Yuxuan masih dapat direkonstruksi? katanya dalam hati.
Begitu ia sampai di Lembah Yuxuan, tak disangka sekelompok pria ternyata sudah mulai bekerja di sana—memangkas rumput dan semak ilalang, membersihkan dan merapikan semuanya, mencoba merekonstruksi lahan mereka.
Mereka semua adalah para pria yang pernah menyanderanya, gerombolan si kusir kereta dan pria cakar besi.
Pria cakar besi dan si kusir kereta tidak bersama dengan mereka karena harus mempertanggungjawabkan kejahatannya.
Pada hari Wang Lu menangkap Deputi Keuangan dan Pembangunan Kota Huanran, pria cakar besi dan kusir kereta itu juga menyerahkan diri. Pihak berwenang meringankan hukuman mereka.
“Tuan Muda! Kenapa kau di sini?” Salah satu pria melihat Wang Lu dan buru-buru meninggalkan pekerjaannya.
“Sebenarnya hanya ingin melihat-lihat ke dalam kuil itu!” kata Wang Lu sambil menunjuk kuil yang terbengkalai di kaki bukit. “Tak disangka bisa bertemu dengan kalian lagi.”
Pria lainnya juga meninggalkan pekerjaan mereka dan menghambur ke arah Wang Lu dengan tergopoh-gopoh, kemudian membungkuk memberi salam.
“Kami berencana untuk merekonstruksi pemukiman kami!” Pria pertama menjelaskan. “Keluarga orang-orang yang hilang itu menerima santunan dari Dewan Kota, tapi karena tak cukup untuk membeli lahan, kami jadi terpikirkan untuk memanfaatkan lahan kosong kami.”
Wang Lu mengulum senyumnya. Hatinya serasa tercubit melihat ketulusan mereka.
Mereka tampak kejam beberapa hari yang lalu, kenangnya pahit.
“Aku akan membantu kalian,” katanya. Kemudian membelah dirinya menjadi tujuh.
Para pria yang tidak paham sihir itu terkagum-kagum.
“Zǒu ba!”~Ayo! ajak Wang Lu bersemangat.
Lalu semuanya terbawa bersemangat, dan mereka bekerja dengan gembira.
Wang Lu memilih perkakas bertangkai kayu untuk menghindari sentuhan secara langsung. Tapi karena sifat usilnya tak terkendali, terkadang dengan sengaja ia menyentuh perkakas orang lain untuk mengerjai mereka.
Lalu mereka bermain kejar-kejaran sambil tertawa-tawa.
Saat mereka hampir kehabisan perkakas, Wang Lu akhirnya merogoh kantongnya sendiri untuk membeli perkakas baru.
“Kalian tunggulah sebentar dan beristirahat saja dengan tenang,” katanya. “Aku akan pergi ke pasar!”
“Aku ikut!”
“Aku ikut!”
Para pria itu berebut menawarkan diri.
“Kenapa?” seloroh Wang Lu. “Kalian tidak percaya padaku?”
“Tentu saja tidak!” kelakar mereka.
“Baik! Kalau begitu kalian yang pergi, aku yang beristirahat!” seloroh Wang Lu sembari menjejalkan kantong uangnya ke tangan salah satu pria, kemudian menjatuhkan dirinya di rerumputan, pura-pura merajuk. Padahal hanya modus untuk menyuruh orang secara tidak langsung.
Para pria itu terkekeh menanggapinya.
“Dasar penipu kecil!” gerutu pria yang menerima kantong uangnya, tapi dengan suka rela berangkat menggantikannya.
“Jangan lupa membeli makanan kita!” teriak Wang Lu tanpa beranjak dari tempatnya.
“Hǎo-le!” tanggap pria itu balas berteriak. Satu pria lainnya mengikuti.
Saat keduanya kembali, mereka makan bersama sebelum melanjutkan pekerjaan.
Wang Lu kembali mengacaukan acara makan siang itu dengan memulai aksi berebut makanan.
Acara makan siang itu berlangsung seru dan kacau. Tapi mereka semua terlihat senang. Tawa mereka begitu lepas. Untuk sesaat, mereka melupakan rasa lelah akibat pekerjaan yang berat itu.
“Serasa kembali muda,” komentar pria paling tua.
Untuk beberapa hari, uang dalam kantongnya masih cukup untuk memenuhi keperluan mendesak dan makanan mereka.
Hari-hari berikutnya, Wang Lu mulai berburu monster lagi untuk mencari tambahan dana, lalu kembali ke tempat itu untuk membantu pekerjaan mereka sambil diam-diam memperhatikan kebutuhan mereka.
Di sela-sela kesibukan mereka, Wang Lu juga menyempatkan diri untuk memperkenalkan teknik-teknik sederhana ilmu sihir dan melatih mereka.
Sesekali, ia juga mengunjungi para wanita dan anak-anak yang masih tinggal di Kuil Dewa Buangan, membagi-bagi makanan, membawakan mainan dan beberapa potong pakaian, sesekali juga melatih anak-anak ilmu sihir dan teknik-teknik dasar bela diri, atau sekadar mengusili biksu kecil di ruang ibadah.
“Botak…! Botak!” Selalu begitu setiap kali dia muncul di ruang ibadah. Kalau tidak sambil mengetuk-ngetuk puncak kepala botak sang biksu, terkadang ia juga merebahkan dirinya di lantai di samping biksu itu dengan kedua tangan bersilangan di belakang kepala sebagai bantal. Lalu mulai mengoceh tak jelas untuk sekadar mengganggu konsentrasinya. Hanya upaya untuk memancing biksu itu mengeluarkan palu gadanya dan mencoba mementungnya.
Kalau sudah begitu, baru ia akan kabur sambil tertawa-tawa.
Membuat sang biksu tidak berdaya mengambil sikap.
“Bocah tengik ini…” gumam biksu kecil itu sambil menggeleng-geleng. “Benar-benar tak bisa diam!” gerutunya dengan campuran rasa jengkel dan geli.
Tapi berkat dia yang tak bisa diam, suasana menjadi lebih ramai di setiap tempat di mana ia muncul.
Bahkan kuil terpencil yang suram terasa lebih ceria.
Keceriaan yang dipancarkannya menulari semua orang di sekitarnya.
Hari-hari penduduk yang terlupakan itu pun mengalami perubahan positif, dan semangat hidup mereka kembali bangkit.
Para wanita mulai tergerak untuk ambil bagian dalam pekerjaan di Lembah Yuxuan. Sebagian ingin memasak untuk makan para pekerja, sebagian lagi ikut membantu di lapangan sebisa mereka. Anak-anak juga tak mau ketinggalan.
Situasi di lapangan menjadi semakin seru.
Sesekali terdengar pekikan di sana-sini. “Tuan Muda mematahkan perkakasku lagi!”
Di waktu lainnya, terdengar gelak tawa para pria atau rengekan anak kecil yang dikerjai.
Suasana kekeluargaan pun terjalin seiring waktu.
Demikian pada akhirnya, sisa waktu beberapa bulan menjelang ujian tahunan itu tidak terasa membosankan lagi.
“Sisa beberapa hari lagi sebelum ujian di mulai,” gumam Wang Lu dengan muram. “Aku harus mengumpulkan lebih banyak kristal untuk bekal mereka hingga beberapa hari ke depan.” Ia memutuskan.
Kemudian sisa beberapa hari itu lebih banyak ia habiskan di hutan berburu monster.
Dan selama sisa hari-hari itu, tanpa ia sadari, seseorang terus mengawasinya secara diam-diam dan melaporkan perkembangannya.
“Rekonstruksi Lembah Yuxuan sudah mencapai lima puluh persen, termasuk di antaranya merenovasi Kuil Fèi Shén dengan sebagian besar didanai sendiri oleh Wang Lu dari hasil berburu monster.”
Kuil Fèi Shén adalah Kuil Dewa Buangan.
“Bukankah penduduk Lembah Yuxuan hanya tersisa sejumlah pria?”
“Keluarga orang-orang yang hilang sepuluh tahun lalu… selama ini, ternyata bersembunyi di Kuil Dewa Buangan yang lain di bawah perlindungan biksu setengah dewa, kelak mereka akan dipindahkan ke Lembah Yuxuan!”
“Masih ada Kuil Dewa Buangan yang lain?”
“Shi!”~Ya!
“Cari tahu berapa banyak Kuil Dewa Buangan di Kota Huanran!”
“Shi!”~Baik!
ketukan Duanmu Jin...!!!
Cuma tidak bisa tidur, gara2 ulah Wang Lu...
👍👍👍
kata si Mulan Jameela
Dia waras....
Atau Sableng...???
2. Penjara Dewa
3. Jurus-jurus rahasia Wang Wu, dll
Apakah Wang Wu, Dewi pendisiplinan ?
😜😜😜