keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Tertidur di kelas
Hari ini suasana di kelas terasa biasa saja, namun bagi Aza, hari ini terasa lebih berat. Seperti biasanya, ia duduk di pojok kelas dengan kitab kuning terbuka di depannya, bukan untuk dibaca, melainkan hanya dijadikan alas kepala.
"Ya Allah kenapa ngantuk sekali? Ini pasti gara-gara si Parah kasih hukuman nggak kira-kira, kalau kayak gini kan malah menguras tenagaku." gumam Aza sambil beberapa kali menguap.
Kelopak matanya terasa berat, dan tanpa sadar ia tertidur bahkan sebelum ustadnya masuk ke dalam kelas.
Suasana kelas tiba-tiba berubah heboh saat seorang ustad masuk, ternyata bukan ustad yang mengajar biasanya, itu Gus Zidan, tapi keriuhaan itu ternyata tidak mampu membangunkan Aza yang sudah benar-benar terlelap.
Gus Zidan segera memberi salam, "Maaf karena saya tiba-tiba masuk ke kelas kalian karena hari ini ustad Rahman tidak bisa datang dan harus pulang ke Malang, ada kerabatnya yang meninggal. jadi sampai ustad Rahman kembali, kelas akan saya isi."
"Tidak pa pa gus." jawab para santri serempak dengan penuh semangat.
"Baiklah, kita mulai ya. Kemarin bersama ustad Rahman sudah sampai halaman berapa?"
"Sebelas gus."
Setelah membuka halaman yang dimaksud, Gus Zidan mulai menjelaskan isi kitab yang harus 'dimaknani' oleh para santri.
Bukankah ini kelas Aza? Batin Gus Zidan saat sesekali memperhatikan pada santri, hingga akhirnya perhatiannya tertuju pada santri yang tertidur di bangku yang berada di pojok belakang. Gus Zidan menghela nafas berat, sambil memberikan penjelasan di depan kelas, sesekali melirik ke arah Aza.
Meskipun Gus Zidan sudah terbiasa melihat santri-santri yang tertidur di kelas, tetapi ada sesuatu pada Aza yang membuatnya ingin memperhatikan lebih. Entah karena status mereka atau sikap ceroboh Aza yang sering membuatnya tersenyum sendiri. Namun, sebagai pengajar, Gus Zidan tetap harus bersikap profesional di depan para santri lain.
Saat Gus Zidan menjelaskan tentang tafsir dari kitab yang sedang dibahas, beberapa santri tampak mencatat dengan tekun karena dikelasnya hampir tidak pernah ada santri yang tertidur kecuali santriwan dan itu pun tidak lama. Namun, setiap kali matanya kembali ke pojok, di mana Aza berada, dia tak bisa menahan senyum tipisnya. Bagaimana mungkin dia bisa tidur begitu nyenyak di tengah pelajaran seperti ini?
"Saudara-saudara sekalian," Gus Zidan tiba-tiba menghentikan penjelasannya. "Kalian tahu, ada satu cara agar ilmu bisa terserap dengan baik."
Semua santri menatapnya penuh perhatian, kecuali Aza, yang masih tertidur lelap. Gus Zidan menatapnya sekilas sebelum melanjutkan. "Cara itu adalah… tidak tidur di tengah pelajaran," katanya, dengan nada yang sedikit menyindir, namun tetap sopan. Para santri tertawa kecil, mengetahui ke mana arah sindiran itu. Beberapa dari mereka melirik ke arah Aza yang masih tidak menyadari apa yang terjadi.
Gus Zidan menghela napas kecil. Ia berjalan perlahan ke arah bangku Aza, kemudian berhenti di depannya. Dia sepertinya butuh sentilan, batin Gus Zidan. Sesaat, Gus Zidan memutuskan untuk mencoba cara yang lebih halus.
"Saudari Aza," panggil Gus Zidan dengan nada lembut namun tegas. "Apa mimpi yang sedang kau kejar saat ini?"
Aza tak bergeming. Para santri mulai tertawa lebih keras, sementara Gus Zidan menahan diri untuk tidak tersenyum lebar. "Mazaya Farha Kaina, bangun," katanya lagi, kali ini dengan nada sedikit lebih tegas, sembari mengetuk meja di depannya pelan.
Mendengar suara ketukan dan namanya disebut dengan lengkap, Aza perlahan membuka matanya. Ia menatap Gus Zidan yang berdiri di depannya dengan bingung, belum sepenuhnya sadar bahwa ia baru saja tertidur di tengah pelajaran. "Eh... apa suamiku?" gumamnya dengan suara serak karena baru bangun tidur. seketika tawa pecah di dalam kelas itu mereka mengira Aza masih mengigau.
Gus Zidan tersenyum tipis, lalu kembali berbicara dengan nada yang lebih formal. "Kita sedang di dalam kelas dan tengah membahas tafsir. Mungkin kamu ingin berbagi pandangan tentang topik yang sedang kita bahas?"
Aza mengerjapkan matanya beberapa kali, menatap sekeliling, masih setengah bingung, dan akhirnya menyadari bahwa seluruh kelas sedang menatapnya. Ia duduk tegak, mencoba menguasai keadaan. "Maaf, tadi... saya… ketiduran," katanya pelan dengan wajah malu.
"Ya, saya bisa melihat itu," jawab Gus Zidan tenang. "Bagaimana enak lanjut pelajaran, atau kita lanjutkan pelajaran?" katanya lembut namun penuh makna, memberikan Aza kesempatan untuk menebus kesalahan tanpa membuatnya merasa terlalu malu.
Aza hanya bisa mengangguk pelan, "Lanjut pelajaran, gus." ucapnya sembari berusaha menahan rasa malu yang menyelimuti dirinya.
Kenapa tiba-tiba Gus Zidan sih yang mengajar di kelas ini? pikirnya kesal pada dirinya sendiri. Meski begitu, ia mencoba untuk tetap terjaga, ia tidak tahu apa alasan Gus Zidan mengajar di kelasnya hari ini.
Setelah kelas usai, Gus Zidan menutup pelajaran dengan doa dan salam, seperti biasa. Para santri segera mulai merapikan barang-barang mereka dan bersiap untuk keluar kelas. Namun, sebelum melangkah pergi, Gus Zidan menatap ke arah Aza yang masih duduk di tempatnya, wajahnya tampak sedikit bingung dan lelah setelah perjuangannya untuk tetap terjaga di akhir pelajaran.
"Saudari mazaya Farha Kaina," panggil Gus Zidan sebelum keluar dari kelas. "Tolong temui saya di ruang ustad setelah ini."
Aza terkejut mendengar namanya dipanggil. Wajahnya langsung berubah dari santai menjadi tegang. Ia menoleh ke arah Gus Zidan yang sudah berjalan keluar kelas dengan langkah tenang, meninggalkannya dalam kebingungan. Beberapa santri yang lain melirik ke arah Aza dengan tatapan penasaran, beberapa bahkan mulai bergosip pelan-pelan.
"Kenapa kamu dipanggil, Aza?" tanya Nisa, temannya, dengan nada penasaran.
Aza hanya mengangkat bahu, pura-pura tak peduli. "Enggak tahu, mungkin soal tadi aku ketiduran," jawabnya dengan santai meski di dalam hatinya ada rasa was-was.
Kenapa Gus Zidan memanggilku ke ruang ustad? Apa karena aku ketiduran? Atau ada hal lain? pikir Aza sambil memasukkan kitab kuningnya ke dalam tas. Teringat terakhir kali Gus Zidan hampir membuat mereka ketahuan.
..."mencintai itu mudah, tapi membuatnya mengerti jika kita mencintai itu tidak mudah" ...
...~Gus Zidan...
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....