NovelToon NovelToon
Di Antara Peran Dan Hati

Di Antara Peran Dan Hati

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Model / Wanita Karir / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:28.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebimbangan

Setelah selesai syuting hari itu, Luna pulang ke rumah Dafa dengan perasaan campur aduk. Hatinya masih dibayangi oleh percakapan dengan produser, yang memintanya menjaga jarak dengan Dafa demi menjaga citra dan promosi film. Tapi di sisi lain, ia juga merasa nyaman dan senang saat bersama Dafa, meski hubungan mereka belum jelas. Saat Luna masuk ke rumah Dafa, ia menemukan Dafa sedang duduk di ruang tamu, terlihat tenang sambil membaca beberapa laporan dari rumah sakit. Seperti biasa, aura tenang dan serius Dafa membuat Luna merasa aman, tetapi kali ini rasa bimbang di dalam dirinya terasa begitu berat.

Dafa mengangkat kepalanya saat melihat Luna masuk. “Kamu sudah selesai syuting hari ini? Bagaimana syutingnya?" tanyanya dengan lembut, meskipun ia bisa melihat ada sesuatu yang mengganggu pikiran Luna. Luna tersenyum tipis, menutupi kegalauannya. “Syutingnya berjalan baik. Tapi... aku mau ngomong sesuatu.” Ia duduk di seberang Dafa, mencoba merangkai kata-kata.

“Ada apa?” Dafa menatapnya dengan penuh perhatian. Luna menunduk, berusaha menahan gejolak perasaannya. “Aku... aku pikir aku harus pulang ke apartemen. Sudah cukup lama aku di sini dan... aku merasa aku sudah terlalu merepotkan kamu." Dafa terlihat sedikit terkejut. "Luna, kamu nggak merepotkan sama sekali. Kamu masih dalam pemulihan, dan aku juga sudah bilang kamu bisa tinggal di sini sampai keadaan lebih aman."

Luna menghela napas panjang, merasa kesulitan untuk menjelaskan. "Bukan itu masalahnya, Dafa. Aku... pekerjaanku menuntutku untuk menjaga jarak dari kamu. Produserku nggak suka kalau aku terlihat terlalu dekat denganmu, apalagi dengan semua rumor yang beredar. Mereka ingin aku fokus ke proyek film, bukan... hubungan lain." Dafa terdiam sejenak, mencerna perkataan Luna. "Jadi, mereka memintamu untuk menjaga jarak dariku?" tanyanya, suaranya tenang namun ada sedikit nada kecewa yang tidak bisa ia sembunyikan.

Luna mengangguk pelan. "Ya, mereka bilang semua yang terjadi bisa merusak promosi film. Dan aku mengerti, ini bagian dari pekerjaan, tapi... di sisi lain aku nggak mau kehilangan kedekatan kita." Dafa menatap Luna dengan pandangan yang dalam. "Aku paham, Luna. Aku paham kalau pekerjaanmu penting. Tapi kalau itu membuatmu harus menjaga jarak denganku, aku nggak ingin kamu merasa tertekan. Kamu harus melakukan yang terbaik untuk kariermu."

Mendengar kata-kata Dafa yang penuh pengertian, hati Luna semakin bimbang. Ia merasa ada jarak yang semakin terbuka di antara mereka, dan itu membuat hatinya sesak. "Aku nggak tahu harus bagaimana, Dafa. Aku nggak ingin kamu merasa aku menjauh, tapi di satu sisi aku juga terikat dengan tanggung jawab pekerjaanku." Dafa tersenyum kecil, meski matanya menunjukkan sedikit kekecewaan. "Luna, kamu bebas melakukan apa yang terbaik buat dirimu. Kalau kamu memang harus menjaga jarak untuk sementara, aku mengerti. Yang penting, kamu tetap aman dan baik-baik saja."

Luna merasakan air mata hampir menetes, tapi ia menahannya. "Terima kasih, Dafa. Kamu selalu baik padaku." Setelah percakapan itu, Luna memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Dafa mengantar Luna sampai pintu, meski di dalam hatinya ia masih merasa ada yang belum selesai di antara mereka. Luna berbalik sejenak sebelum keluar. “Aku akan tetap sering menghubungimu,” katanya pelan. Dafa tersenyum, meskipun ada perasaan kosong yang tersisa. "Tentu, kapan pun kamu butuh aku." Luna pun pergi, meninggalkan Dafa dengan perasaan bimbang yang semakin dalam. Sesampainya di apartemen, ia duduk sendirian di ruang tamunya, memandang keluar jendela. Meski berada di tempat yang lebih aman, ia merasa semakin jauh dari Dafa, orang yang sudah menjadi bagian penting dari hidupnya.

Di saat yang sama, Luna merasa tersiksa karena harus memilih antara karier dan perasaannya. Keputusan untuk pulang ke apartemennya adalah langkah pertama, tapi ia tahu, perasaan yang ada di dalam hatinya tidak akan begitu mudah untuk diabaikan.

Luna duduk di kursi belakang taksi, pandangannya menerawang keluar jendela. Langit senja yang mulai gelap seakan mencerminkan suasana hatinya yang suram. Bayangan wajah Dafa terus berputar di pikirannya, seiring dengan jarak yang semakin menjauh dari rumahnya. Ia merasa ada kehangatan yang hilang, kehangatan yang hanya ia rasakan ketika berada di dekat Dafa.

Sepanjang perjalanan, Luna meremas jemarinya sendiri, mencoba menenangkan perasaannya. Tapi semakin ia mencoba, semakin berat beban di hatinya. Kenangan tentang Dafa yang selalu memperhatikannya, memasak untuknya, dan bahkan membersihkan apartemennya muncul di benaknya, membuat air mata perlahan menggenang di sudut matanya. "Kenapa harus begini?" Luna berbisik pada dirinya sendiri. "Kenapa aku harus memilih antara karier dan perasaanku?"

Sopir taksi sesekali melirik melalui kaca spion, melihat Luna yang terdiam dengan mata yang mulai merah. Luna menyeka air matanya dengan cepat, berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh di depan orang asing, meskipun di dalam dirinya, hatinya tengah hancur. Saat taksi melaju lebih jauh, Luna kembali memikirkan kata-kata produser dan tanggung jawabnya sebagai aktris. "Jaga jarak," mereka bilang. Tapi bagaimana mungkin ia bisa menjaga jarak dari seseorang yang sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya? Dafa bukan sekadar orang biasa, dia adalah pria yang tanpa sadar telah mengisi kekosongan dalam hatinya.

Taksi akhirnya berhenti di depan apartemennya. Luna menghela napas panjang, merasa berat untuk melangkah keluar dari mobil. Setelah membayar ongkos taksi, ia berjalan pelan menuju pintu apartemennya. Setiap langkah terasa berat, seolah ada bagian dari dirinya yang tertinggal di rumah Dafa. Begitu memasuki apartemennya, Luna langsung merasakan kesepian yang begitu mencekam. Ruangan yang dulu terasa nyaman kini tampak dingin dan hampa. Ia menjatuhkan diri di sofa, memandang sekeliling apartemennya yang berantakan. Tidak ada kehangatan di sini, tidak ada perhatian seperti yang ia rasakan di rumah Dafa.

Luna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Namun, rasa sesak di dadanya tidak juga hilang. Ia merasa terperangkap antara dua dunia — dunia yang penuh dengan tuntutan karier dan citra publik, serta dunia pribadinya yang dipenuhi oleh perasaan yang semakin dalam terhadap Dafa. Ponselnya bergetar di meja. Luna mengambilnya dengan harapan pesan itu dari Dafa, namun ternyata hanya pesan dari Aurel yang menanyakan kabarnya. Luna menutup layar ponselnya, tak ingin menjawab pesan itu sekarang.

Sambil memeluk bantal di sofanya, Luna bertanya-tanya apakah keputusannya untuk pulang ke apartemen adalah langkah yang benar. Atau mungkin, seharusnya ia tetap tinggal di rumah Dafa, berusaha lebih terbuka dan jujur tentang perasaannya? Di tengah kebimbangannya, Luna sadar satu hal: semakin jauh ia dari Dafa, semakin kuat pula perasaannya. Namun, ia tahu, dunia yang mereka jalani berbeda dan tidak mudah untuk disatukan.

Perasaan sedih kembali menyergapnya, tapi di balik kesedihan itu, Luna merasa ada dorongan kuat untuk tidak menyerah begitu saja. Ia tahu, meskipun ia harus menjaga jarak sekarang, perasaan terhadap Dafa tidak akan mudah hilang. Dan suatu saat nanti, ia harus membuat keputusan besar  apakah tetap menjalani hidupnya sesuai tuntutan dunia hiburan, atau memperjuangkan perasaannya terhadap Dafa, terlepas dari segala risikonya.

1
Haslinda Subhan
lanjut season 2 nya thor
Haslinda Subhan
lanjut thor
Susi Zega
terlalu bodoh si Luna, tegas kek
••iind•• 🍂🫧
Mampir kak
Anggun
hadir saling support kak
Sutarni Khozin
lnjut
Morani Banjarnahor
ditunggu lanjutannya thor
范妮·廉姆
Hai semua...
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿
perhatikan dialog,agar tidak saling menempel....

cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿: sami²/Applaud/
Lucky One: makasih saranya😊
total 2 replies
Sitichodijahse RCakra
Bila jodoh tdk kemana Dokter dan Artis
Sutarni Khozin
lnjut
bellis_perennis07
aku mampir... 🥰🥰🥰 jangan lupa mampir di cerita ku dan mohon dukungannya yaa.. 💜💜💜💜💜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!