Di antara cinta yang tak terucap dan janji yang tak sengaja diucapkan harus menjadi sesuatu yang ditanggung jawabi oleh Rafael. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang hampir terbilang sempurna, Rafael harus kehilangan wanita yang dicintainya sekaligus menerima kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi—Adeline.
Dua tahun setelah pernikahannya dan bangun dari segala keterpurukannya, Rafael harus terjebak dalam sebuah dilema. Apakah ia akan memilih cinta yang sebelumnya hilang atau tetap bersama dengan seseorang yang selama ini menemani masa-masa sulitnya? Setiap pilihan datang dengan konsekuensi dan setiap keputusan menuntunnya pada jalan yang tak terduga.
Ketika cinta dan masa lalu bertabrakan, apakah Rafael akan mengikuti hati atau logika? Bagaimana jika pilihan yang benar ternyata sesuatu hal yang paling sulit ia jalani? Temukan kisahnya dengan meng-klik ‘Mulai Membaca’.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HC 35
Rafael yang baru saja tiba dirumah merasakan sebuah keheningan yang begitu mencekam. Sudah sebulan lamanya hal itu terasa dirumah tersebut dan Rafael benar-benar tidak menyukai kondisinya sehingga ucapan Daren dan Alvaro kembali terngiang dikepalanya.
“Aaahh tidak-tidak. Jika aku melakukan itu, Adel bisa membunuhku.” Rafael menggeleng cepat dan langsung berjalan ke kamar untuk membersihkan tubuhnya.
Sedangkan ditempat lain, Daren dan Alvaro sedang party disebuah bar. Keduanya kini bisa kembali ke waktu dimana mereka terbebas dari Rafael yang terpuruk, karena keterpurukan Rafael benar-benar berimbas pada kebebasan keduanya.
Keduanya sudah berusaha untuk mengajak Rafael bersenang-senang, namun tampaknya Rafael menolak karena tidak ingin membiarkan Adeline seorang diri dirumah. Meski tanpa kehadiran Rafael, tidak mengurangi kesenangan yang terjadi pada Daren dan Alvaro, mengingat mereka harus bekerja keras setahun lebih akibat Rafael yang terus saja mengurung dirinya.
Rafael mengerjapkan kedua matanya berulang kali saat menyadari dirinya berada dikamar Adeline. Kali ini dia sedang berdiri di balik pintu seraya menatap Adeline yang sudah terpejam dan memberanikan diri untuk berbaring disisi wanita yang masih menyandang status sebagai istrinya itu.
Merangkak pelan ke atas kasur, Rafael yang berhasil berbaring disisi Adeline hanya diam dan menatap langit-langit kamar Adeline. Dikamar itu terdapat foto pernikahan mereka yang dipasang di dinding dekat pintu kamarnya. Mata Rafael kini tertuju pada foto tersebut dan kembali merasa terluka.
Tangan Adeline menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak disentuh, itu sungguh membuat Rafael terkejut. “Apa kau sedang menggodaku, huh?” gumam Rafael yang mengubah posisi tidurnya untuk menghadap Adeline.
Saat Rafael sudah mengubah posisinya, Adeline justru ikut merubah posisi tidurnya dengan membelakangi Rafael. “Kau ingin bermain denganku, ya?” bisik Rafael yang bertepatan pada telinga Adeline, kemudian tangannya menerobos masuk piyama Adeline untuk menyentuh perutnya dan mengusap lembut perut Adeline yang tentu saja membuat Adeline langsung membuka kedua matanya.
Adeline yang saat itu merasakan sebuah sentuhan pada perutnya langsung memegang tangan itu agar berhenti dan mencegah gerakannya yang hampir menyentuh bagian atas perutnya. “Kak, apa yang sedang kau lakukan? Kenapa kau disini?” Adeline membalikkan tubuhnya agar dapat memandang wajah tampan Rafael.
“Aku menginginkanmu,” bisiknya seraya menciumi leher putih Adeline dan membuat Adeline mendorong pelan tubuh Rafael. “Apa yang terjadi dengan pelipismu, sayang?” Rafael berkata lembut seraya mengusap luka Adeline yang sudah terlapisi oleh plester.
“Tadi kau panggil aku apa, kak?” Adeline masih tidak mempercayai apa yang didengarnya barusan, karena dia merasa jika pendengarannya salah akibat dia yang belum mendapatkan kesadarannya secara penuh.
“Sayang,” Rafael membisikkan kalimat itu tepat pada telinga Adeline dan membuatnya merinding. “Adeline Genevra, aku menginginkanmu untuk saat ini, besok dan seterusnya. Jadilah milikku.” Gumamnya lagi yang langsung melahap bibir Adeline dengan sangat rakus.
**
**
Matahari sudah menampakkan sinarnya dan beruntung karena hari itu Efran mengajukan libur untuk Adeline agar sahabatnya itu bisa beristirahat, namun sepertinya itu tidak sesuai dengan yang Efran harapkan, karena hari dimana Adeline harus beristirahat lebih cepat justru digunakan untuk berolahraga malam oleh suaminya.
Adeline membuka kedua matanya secara perlahan dan melihat dirinya saat ini benar-benar berantakan, bukan hanya dirinya, tapi kamarnya pun terlihat sama, bahkan pakaiannya dan pakaian Rafael berserakan dilantai kamar yang ia tempati.
Jika sebelumnya Adeline akan cepat-cepat meninggalkan kamar dan menghindari Rafael, kali ini dia tidak melakukannya, karena menurut Adeline, Rafael benar-benar menganggap kehadirannya dan melakukannya karena Rafael memang benar menginginkan dirinya, tidak seperti sebelumnya yang terlihat hanya seperti untuk memenuhi nafsunya dan juga terpancar kemarahan serta tuntutan.
Rafael masih memeluknya bahkan hingga pagi tiba. Menatapi wajah tampan Rafael disaat tertidur mungkin akan menjadi hobi baru Adeline mulai saat ini. “Apakah aku sangat tampan bahkan ketika sedang tertidur sekalipun?” gumam Rafael yang menyadari jika Adeline tengah menatapnya.
“Kak, k-kau sudah bangun?” Adeline gelagapan sekaligus menahan malu.
“Sudah. Tapi aku ingin tidur lagi, aku tidak ingin melepaskan pelukan ini hingga pagi lagi.” Rafael masih memejamkan matanya dan mempererat pelukannya. Membuka matanya sejenak, Rafael merangkak untuk menyentuh bibir Adeline yang sangat ranum. “Selamat pagi, istriku.” Kecupnya dan membuat jantung Adeline benar-benar tidak karuan.
“Kak, aku pikir aku harus membuat sarapan untuk kita.” Gumamnya pelan saat merasakan pelukan itu semakin erat.
“Aku ingin sarapan disini, dikamar ini.”
“Boleh, kak. Jika begitu bisakah kau melepaskan pelukanmu dan izinkan aku untuk mandi, lalu menyiapkan makanannya?”
“Apa yang harus disiapkan jika makanannya saja sudah tersedia dihadapanku?” Rafael melakukan smirk dan menatap Adeline yang kini sudah berada dibawah tubuhnya. Adeline yang mulai mengerti maksudnya itu pun berusaha untuk meloloskan diri, namun pelukan Rafael sangat kuat sehingga Adeline kalah tenaga darinya. “Kita harus melanjutkan yang semalam, sayang.” Tambahnya yang langsung menciumi telinga, bibir, leher dan area lainnya dengan tangan yang tak tinggal diam.
“Kak~”
“Panggil aku Rafa, sayang.”
Di waktu pagi yang cerah itu Rafael dan Adeline pun benar-benar menikmati kebersamaannya sebagai pasangan suami istri yang sesungguhnya dan hubungan keduanya pun mulai membaik. Pada akhirnya Rafael benar-benar luluh dengan setiap perlakuan Adeline padanya, dan Adeline benar-benar memenangkan pertarungannya.
Jika Adeline dan Rafael sedang asyik memadu kasih, Efran justru sedang berada diluar kota untuk mengurus sesuatu. Kali ini Efran tengah mengenakan kemeja, kacamata hitam dan helm proyek seraya memperhatikan kondisi pekerjaan dihadapannya.
“Tuan ikutlah dengan saya untuk melihat replika bangunan yang akan dibangun disini.”
Efran dibawa masuk ke dalam suatu ruangan untuk melihat apakah replika itu sesuai dengan permintaan atau tidak. Dengan seksama Efran melihat detail setiap sudut bangunan hingga ruangan tersebut. Selain itu, Efran menarik sesuatu dari replika bangunan disana dan tiba-tiba saja bangunan itu runtuh.
“Lihat, ‘kan? Jika kalian salah menaruh tiang, dan ketika tiang itu tidak sesuai dengan tiang-tiang lainnya, saat tiang ini rapuh sedikit akan membahayakan keseluruhan orang yang berada didalamnya. Apa kalian tidak memperhitungkan detail ukuran jaraknya?” Efran membuka kacamatanya dan menatap mereka yang tengah berdiri dihadapannya.
“Maaf tuan, saat kami memperhitungkannya menurut kami itu sudah sesuai. Lagi pula pekerjaan seperti ini bukan hanya pertama kali kami lakukan.”
“Faktanya? Bangunan kalian akan menjadi tempat bunuh diri massal bagi mereka yang mendatangi tempat ini. Aku ingin kalian membuat replika ulang dan gunakan bahan-bahan yang berkualitas tinggi, karena bangunan ini akan diberikan untuk seseorang yang sangat berharga.” Ucap Efran yang langsung keluar dari ruangan itu. “Ah dan untuk tuan Edgar, perhari ini perusahaan kami tidak ingin melihatmu lagi ada dikawasan bangunan ini, karena kau dibebas tugaskan dari tanggung jawab pekerjaan ini dan kami akan mencari penggantimu.”
“Tapi tuan Efran, kenapa Anda memecat saya?” Edgar mengejar Efran yang sudah hampir masuk ke dalam mobilnya.
“Melihat hancurnya replika bangunan tadi apakah tidak cukup dijadikan alasan untuk memecatmu? Lebih baik sekarang kau angkat kaki dari tempat ini, karena jika kau melawan, kau akan tahu sendiri akibatnya.” Ucap Efran yang langsung masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan kawasan tersebut.