Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH CERITA
PT Tridhoyo SaveAcounting telah dibuka. Semua wartawan media cetak dan elektronik diundang untuk mengumumkan peresmian perusahaan itu.
Dari namanya saja sudah ada delapan perusahaan yang meminta jasa layanan perusahaan yang baru berdiri empat bulan itu.
"Selamat atas berdirinya usaha baru Tuan Dougher Young, Pratama dan Triatmodjo!"
"Maaf, saya tidak ada sangkutannya dengan perusahaan ini. Tapi, Tuan Triatmodjo dan Tuan Dougher Young yang memiliki andil besar atas berdirinya perusahaan ini," jelas Haidar menolak pujian.
"Tapi nama anda tercantum memiliki saham di sini," Haidar melupakan itu.
"Ini bisnis keluarga. Jadi Tuan Pratama pasti ikut andil di sana," sela Dav.
"Jadi siapa pemimpin perusahaan ini?" tanya wartawan.
"Pemimpin perusahaan diambil oleh Khasyana Pandewi Burhan," jawab Virgou lagi.
"Loh kok, Nyonya Triatmodjo yang jadi boss, bukan Nyonya Black Dougher Young?" tanya wartawan heran.
"Istri saya sebagai pengendali dan merancang data karena itu adalah keahliannya. Sedang Terra memegang management dan perencanaan perusahaan!"
Para wartawan pun dikenalkan dengan anak-anak Darren dan Lidya. Memang pembukaan perusahaan baru bersamaan dengan pengenalan penerus Dougher Young dan Starlight.
"Tuan Starlight, bagaimana perasaan anda langsung diberi dua penerus langsung?"
"Saya bersyukur pada Allah karena terlah diberi kepercayaan dua cucu laki-laki sekaligus," jawab Dominic.
Usai perkenalan anak-anak. Para wartawan diminta untuk menikmati hidangan yang telah tersedia.
Para wartawan pun diberi bingkisan. Leon dan Frans masih di Indonesia, dua pria berusia sama dengan Bram. Mereka tengah melihat para karyawan bekerja. Beberapa di antaranya sedang menghitung ulang data akuntansi yang ada di tangan mereka bersama tim akunting dari perusahaan masing-masing.
Khasya tengah berada di ruangannya. Ia bersama sekretaris yang sudah menemaninya sudah empat bulan ini.
"Tuan!" sapa sang sekretaris.
Khasya menoleh, ia tersenyum melihat iparnya.
"Mas Leon," pria itu tersenyum.
"Bagaimana, setelah belasan tahun tak bekerja tiba-tiba bekerja?" kekeh pria itu.
Khasya tersenyum. Ia menghela napas panjang.
"Ya ... berhubung otak bunda eh saya tak sehebat otak Terra dan Puspita, begini lah jadinya," ujar wanita itu sedikit mengeluh.
"Virgou selalu menyanjungmu setiap bercerita," aku Leon.
Khasya tersenyum.
"Saya sangat menyayanginya. Hatinya sangat terluka terlalu dalam, beruntung ada Lidya, saya hanya menambah obatnya agar cepat sembuh," jelas wanita itu.
Leon tersenyum. Perkataan dari iparnya itu benar. Kasih sayang keluarga adalah obat paling mujarab bagi Virgou. Pantas pria dengan sejuta pesona itu selalu memuji Khasya.
'Dorothy ... kau pasti menyesal saat ini di neraka,' gumamnya sinis dalam hati.
Lalu ia beristighfar setelah berkata yang tidak-tidak dalam hati. Affhan, Maisya dan Dimas tampak tenang di depan komputernya. Ketiganya tengah diberi tugas oleh Herman agar mengecek beberapa data.
"Wah ... ada yang menyusup nih?!" sahut Maisya tiba-tiba.
Semua menoleh terlebih Darren. Pria itu menyempatkan datang dengan membawa rangkaian bunga besar, begitu juga Demian.
Darren mendatangi adiknya itu. Pria itu menatap layar komputer Maisya ada yang berusaha menyusupi. Beruntung Terra sudah memasang pengaman data di semua laptop maupun komputer. Safitri tertarik, tiga anak kembarnya bersama pengasuh.
"Apa kamu bisa sayang?" tanya Darren.
"Serahkan pada Maisya, abah!" sahut gadis remaja berusia tiga belas tahun.
Dengan gerakan cepat, gadis itu mulai mengetik. Sangat cepat hingga tak ada yang tau apa yang disentuh oleh Maisya.
"Ada apa?"
Haidar datang bersama Virgou. Dav tengah menggoda sembilan perusuh. Sedang Frans mengamati yang lainnya.
"Ada yang mencoba menyusup data," jawab Darren tenang.
Virgou melihat putrinya mengetik papan dengan cepat. Asap mulai keluar. Tangan Saf menjulur pada tuts huruf x. Akun penyusup mati.
"Makasih Uma," ujar Maisya dengan wajah senang.
"Tadi Mai sedikit keasikan bermain," jelasnya.
Darren mengecup pucuk kepala adiknya. Ia begitu bangga.
"Kau hebat dik," pujinya.
Virgou tersenyum. Ia memang sudah mengajari semua anak-anak dengan ilmu yang ia miliki termasuk cyber. Siapa sangka kecerdasan mereka nyaris menyamai Terra.
"Ah ... keturunan memang tak bisa terpisahkan," gumamnya bangga.
Herman dan Leon kini tengah berdiskusi. Frans ikut pada diskusi itu. Kembali ide bisnis muncul dari tiga orang itu. Haidar pun ikut duduk karena begitu serunya percakapan itu.
"Dar, kapan papamu datang. Ini sudah lewat makan siang?" tanya Herman gusar.
"Katanya sih tadi mereka terjebak macet panjang. Paling sebentar lagi," jawab Haidar.
"Kita hentikan dulu obrolan," Leon dan Frans mengangguk.
Ketiga pria itu seumuran, hanya Leon lebih muda empat tahun dari Herman dan Frans.
"Lusy!" panggil Herman pada sekretaris istrinya itu.
"Saya tuan!"
"Tolong reservasi restauran dekat sini, minta ruang ekslusif dan VVIP!" titahnya.
"Baik tuan!"
Lusy langsung menjalankan tugasnya. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu tentu sangat muda dan begitu cantik. Leon dari tadi memperhatikan gadis itu.
"Kau menyukai sekretaris istriku?" tanya Herman menggoda.
"Ck ... apa sih mas!" dumal pria itu kesal.
Frans terkekeh. Ia mengakui jika Lusy memang sangat cantik, tapi usia mereka sangat jauh.
"Kau ada-ada saja. Apa kau meminta adikku menikahi cucunya?" kelakar pria itu lagi.
Herman tertawa lepas mendengarnya, sampai semua orang menoleh. Bram yang baru datang jadi terkejut mendengar suara tawa pria itu.
"Wah ... apa yang kalian tertawakan?" tanyanya penasaran.
"Kepo!" seru Herman, Frans dan Leon bersamaan.
Bram berdecak sebal. Ia langsung mengerucutkan bibirnya.
"Ish ... kalian tak asik!" protesnya berdumal.
Herman kembali tertawa. Ia merasa muda kembali. Ia mengingat masa usia dua puluhan dan masih lajang. Pria itu pernah secara sembunyi-sembunyi memacari seorang gadis tapi gagal karena takut akan Hardi, ayahnya.
"Ayah tertawanya seperti senang sekali," ujar Khasya tiba-tiba muncul.
Herman hanya tersenyum menanggapi. Pria itu merangkul istrinya. Sang sekretaris sudah memberitahu jika ruangan yang diminta telah disiapkan di restauran yang terletak tak jauh dari kantor.
"Baik, terima kasih Lusy!" ujar Herman.
"Oh ya, kau juga ikut pastinya!" lanjut pria itu.
"Baik tuan!" Lusy mengambil dompet dan ponselnya.
Mereka pun pergi ke restauran yang jaraknya hanya tiga ratus meter itu. Semua orang menatap rombongan dengan setelan mewah yang berjalan kaki menuju restauran. Tak ada istilah risih, walau matahari menyengat.
"Om Buan!" teriak Arraya sambil merentangkan tangannya.
Juan datang dan menggendong putri dari Terra itu. Lalu disusul anak-anak bayi lainnya. Mereka tak memakai stroller. Sampai di restauran, Lusy langsung menyatakan jika sudah memesan ruang eksklusif.
Herman mengangguk puas akan kinerja sekretaris istrinya itu. Ruangan cukup luas dengan taman bunga di depan. Meja disusun sedemikian rupa agar semua bisa makan satu meja bersama.
"Kau cekatan juga," puji pria itu.
Lusy hanya membungkuk hormat mendengar pujian atasannya. Leon masih setia mengamati gadis yang pantas jadi cucunya itu.
"You realy like her?" tanya Frans.
"Sudahlah ... itu tak akan mungkin," jawab Leon lesu.
Bersambung.
ah ... papa Leon ... cinta itu tak pandang usia kok.
next?