Heart Choice
“… kabarnya kecelakaan tersebut terjadi berawal dari turbulence yang di alami oleh pesawat. Informasi terkini, pesawat Sear Air dengan nomor penerbangan JT 089 jurusan Kanada-Swiss yang memiliki 10 kru dan 113 penumpang.”
“… dan berikut adalah daftar nama yang diketahui menjadi penumpang Sear Air JT 089. Sampai saat ini pihak tim pencarian masih mengevakuasi tempat kecelakaan terjadi. Kami akan…”
Tubuh seseorang tampak lemas dan terlihat tak bisa lagi menahan keseimbangan saat melihat daftar nama penumpang yang berada dalam pesawat tersebut. Dengan cepat dia langsung menghubungi asistennya.
“Pesankan tiket untuk ke Lisboa sekarang juga.” Titahnya dengan gelisah, kemudian dia bergegas keluar dari ruangannya dan meminta supirnya untuk mengantar dirinya ke bandara saat itu juga.
Sedikit sulit mendapatkan tiket penerbangan ketika cuaca sedang tidak baik, namun permintaan orang itu sangatlah mutlak dan asistennya sudah mengetahui hal tersebut, sehingga dia harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi keinginannya.
“Tuan Wilbur, sebaiknya Anda masuk sekarang. Saya menukar tiket Anda dengan salah satu penumpang yang seharusnya berangkat saat ini.” Tanpa berbasa-basi, pria itu bergegas untuk check-in agar dapat segera terbang ke Lisboa saat itu juga.
Pria tersebut pergi bersama dengan asisten pribadinya. Asistennya sudah bekerja selama hampir 5 tahun bersamanya, dan pria itu sangat mempercayai asistennya saat ini.
Butuh penerbangan selama hampir tiga jam dari Swiss menuju Lisboa. Setibanya disana, ia langsung menyewa mobil disana untuk dirinya pergi ke tempat yang ingin dituju. Dibalik wajahnya yang dingin tersimpan kegelisahan yang teramat dalam pada hatinya.
“Kau harus tetap hidup, Rachel.” Gumam pria itu dengan sedikit lirih.
Sungai Tajo, Lisboa. Tiba di tempat jatuhnya pesawat, pria yang baru tiba itu pun langsung berlari dan meminta tim evakuasi untuk membawanya bersama mereka. Membujuknya dengan susah payah, akhirnya pria itu diizinkan untuk ikut bersama mereka.
“Tuan Wilbur, kau… tidak, Rafael bisakah kau tetap diam disini dan menunggu kabar dari tim evakuasi?” Pungkas asistennya dengan sedikit gelisah melihat atasannya harus pergi dalam keadaan yang tidak tenang.
“Kau tunggu disini, Daren.” Timpalnya dan langsung naik ke atas boat bersama dengan tim evakuasi lainnya.
Sedangkan ditempat lain, seorang gadis baru saja tiba di kota dimana dia menemukan cinta pertamanya—Bern. Menghirup udara segar disana membuatnya merasa sangat bahagia, keluar dari bandara ia tampak mencari keberadaan seseorang yang telah berjanji menjemputnya.
“Nona Adeline Genevra?” Tanya seorang pria dengan pakaian yang sangat amat rapi, dan dengan spontan sang pemilik nama hanya mengangguk perlahan. “Tuan Wilbur meminta maaf pada Anda karena tidak bisa menjemput Anda, nona. Sehingga beliau mengutus saya untuk menggantikannya,”
“Kemana perginya kak Rafa?”
“Tuan Wilbur ada urusan mendesak, nona. Saya akan mengantar Anda ke rumah tuan besar sesuai permintaan tuan Wilbur.”
Gadis itu mengambil ponselnya, dia mencoba menghubungi Rafael, namun sayangnya ponsel pria itu tidak bisa dihubungi dan ia hanya mendesah kecil. “Kau mengingkari janjimu untuk pertama kalinya,” gumamnya seraya menatapi foto dirinya bersama dengan Rafael.
Telah tiba di halaman rumah, Adeline turun dari dalam mobil dan menatap rumah megah yang berada dihadapannya. Ini kali pertamanya gadis itu mendatangi rumah yang bak istana tersebut. Belum ia masuk, beberapa pelayan disana sudah menyambutnya dan mereka membantu dirinya untuk membawa barang-barang yang ia bawa saat ini.
“Selamat datang di Bern, cucuku.” Seorang pria paruh baya menyambutnya dengan sangat bahagia. Meski bukan pertama kalinya ia bertemu dengan pria itu, tetap saja masih begitu canggung. “Maaf karena setelah pemakaman orang tuamu, aku belum menjengukmu lagi, nak.”
“Tidak apa-apa, kek. Tapi, kemana perginya kak Rafa? Aku bahkan tidak bisa menghubunginya,”
“Rafa sedang pergi ke Lisboa. Sebaiknya sekarang kamu istirahat dan anggap rumah ini sebagai rumahmu sendiri.”
“Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, hm.”
“Calon istrinya mengalami kecelakaan pesawat, dan saat ini dia pergi kesana untuk mencari keberadaannya.”
Mendengar kalimat ‘calon istri’ membuat Adeline sedikit tercengang. Bagaimana tidak? Dia bahkan tidak pernah mendengar Rafael membicarakan seorang wanita dengan dirinya, karena ketika Rafael menjenguknya, Rafael hanya bersikap layaknya seorang kakak untuknya.
“Ja—jadi, dia akan menikah?”
“Seharusnya dua bulan lagi mereka akan mengadakan pesta pernikahan.”
Kabar tersebut sungguh membuat Adeline diam tak bergeming, seketika hatinya merasa runtuh saat itu juga, namun dia menyembunyikan hal tersebut agar pria paruh baya yang berada dihadapannya tidak menyadari hal tersebut.
Rumah duka. Seorang gadis menatap pria yang tengah menangis dihadapan peti mendiang ibunya. Melihat pria itu menangis membuat hati gadis itu tergerak untuk menghampirinya.
Gadis itu memberanikan dirinya untuk meraih bahu pria tersebut dan merasakan sentuhannya membuat sang pria menoleh. “Adeline? Kau Adeline, kan? Putri dari paman Dean Genevra?” Gadis tersebut mengangguk pelan.
“K-kak Rafael. Bibi sangat baik, dia pasti sudah tenang disana dan tidak merasakan sakit lagi. Melihat bibi, aku memiliki tekad bahwa aku ingin menjadi seorang perawat agar kelak aku bisa menjaga orang-orang seperti bibi,”
“Kenapa tidak jadi dokter saja?”
“Perawat juga bisa melakukan seperti yang dokter lakukan kak.” Rafael terkekeh pelan mendengar penuturan gadis disisinya.
“Kau pasti bisa mewujudkannya, karena kau gadis cerdas.” Balas Rafael seraya mengusap pincak kepala gadis tersebut.
Meski dalam keadaan berduka pria itu tampak tenang ketika bicara dengan gadis disisinya saat ini. Dapat dikatakan bahwa itu merupakan pertemuan pertama kalinya antara Adeline dan Rafael, dan pertemuan itu membuat Adeline menganggumi Rafael, lebih tepatnya menyukai pria itu.
“Jika aku berhasil menjadi seorang perawat, apa aku bisa menikah denganmu?” Secara spontan ucapan itu terlontar dari bibir Adeline, memang tidak pantas mengatakan hal tersebut di masa-masa berkabung, namun itu sungguh diluar kesadarannya.
Mendengar pernyataan itu tidak membuat Rafael kesal atau apapun, pria itu justru tersenyum lembut. “Tentu saja. Sekarang kau harus menunjukkan padaku kalau kau mampu mewujudkannya,” begitulah balasan Rafael yang sekaligus mengusap puncak kepala Adeline untuk kedua kalinya.
Ingatan masa lalunya terkenang dalam benak Adeline. Kini, dia sudah menjadi seorang perawat, dan dia memutuskan untuk kembali ke Bern, karena dia ingin bekerja di rumah sakit yang berada disana sehingga dirinya bisa selalu mengunjungi pria yang ia idamkan sejak lama, namun sayangnya takdir belum berpihak padanya.
Sedangkan ditempat lain, Rafael masih berusaha mencari keberadaan wanita yang dicintainya—Rachel Feyrin. Dia berharap setidaknya ada secercah harapan untuk menemukannya. Beberapa puing ditemukan dan Rafael ikut pergi kemana puing tersebut berada.
Ketika sudah berada di TKP, dia melihat sesuatu yang sangat tidak asing bagi dirinya. Dengan cepat dia mengambil benda itu dan meraihnya. Syal, dia menemukan syal yang bertuliskan inisial nama dirinya dengan Rachel.
“Aku yakin kau pasti masih hidup, beritahu aku dimana kau berada, sayang. Aku datang menjemputmu, aku datang untukmu. Jadi, aku mohon beri sinyal padaku.” Air matanya mengalir, wajahnya semakin gelisah tak karuan kala dia menemukan syal kesayangan wanitanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments