NovelToon NovelToon
Vin Araya

Vin Araya

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Perperangan / Kutukan / Roh Supernatural
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: faruq balatif

Sang penjaga portal antar dunia yang dipilih oleh kekuatan sihir dari alam

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon faruq balatif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penghianatan

Di dalam ruangan yang hanya bercahayakan lilin, suasana penuh mistis memenuhi udara. Di tengah lingkaran ritual, Araya duduk dengan wajah kebingungan, tak mengerti maksud dari semua ini, namun tetap menurut. Sebagai sosok yang selalu ia percayai, Evlin adalah orang yang ia percaya. Ia tak pernah berpikir, sedetik pun, bahwa ada niat lain yang tersembunyi di balik tatapan hangat orang tua itu.

Di kejauhan, empat penjaga yang ditugaskan mengawasi, berdiri siaga. Aura ruangan itu semakin menakutkan, seiring suara nyanyian kuno yang mengalir dari mulut Evlin. Perlahan, bayangan-bayangan kabut mulai muncul, berputar di sekitar lingkaran, semakin lama semakin nyata. Energi kuat menggetarkan setiap sudut ruangan, menciptakan suasana yang lebih mencekam.

Di luar altar, Vaneca dan prajuritnya berbaris di bawah langit yang tertutup kabut pekat. Gelombang energi mengalir deras, seperti badai yang menggetarkan jiwa mereka. Di balik kabut itu, siluet gelap mulai muncul, bergerak mendekat. Makhluk-makhluk kegelapan berkeliaran, memenuhi pandangan dengan jumlah yang tak terhitung, membawa kengerian yang nyata.

"Pertempuran ini harus kita menangkan," tegas Vaneca dengan pandangan yang kuat. "Tidak peduli apa pun yang akan terjadi."

Para prajurit di sekitarnya mengangguk, menarik napas dalam-dalam untuk mengumpulkan keberanian. Dalam hati mereka, tidak ada pilihan selain bertarung sampai akhir.

Di dalam altar, Araya semakin cemas merasakan kekuatan yang menekannya. “Evlin... apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Araya berbisik, suaranya bergetar ketakutan. Ia bisa merasakan ada yang salah, namun tak sanggup memahami keseluruhan situasi.

Evlin hanya memandang Araya dengan senyum tipis, senyum yang kini terasa asing dan misterius. Di tengah ritual, Evlin mulai berbicara, bukan pada Araya, melainkan kepada roh-roh jahat yang mulai bermunculan. Desis percakapan itu semakin jelas. Araya yang ternyata juga mengerti bahasa para roh, akhirnya mulai mengerti niat sesungguhnya dari ritual ini.

"Ini... bukan untuk keselamatanku," lirih Araya dengan wajah pucat. "Kau... kau memanfaatkanku?"

Kengerian menguasai Araya saat Evlin terus mengucapkan mantra-mantra yang tak ia pahami sepenuhnya, tapi cukup untuk memicu ketakutan dalam dirinya. Araya berteriak sekencang-kencangnya, memanggil Vaneca dan para penjaga, berharap mereka bisa mendengar dan menolongnya.

Di luar, Vaneca merasakan sesuatu. Samar-samar, ia mendengar teriakan Araya yang menggema di udara. Dengan hati yang semakin cemas, ia menoleh ke arah altar, merasa bahwa bahaya besar tengah terjadi di dalam.

Namun, ia tak bisa pergi begitu saja. Di depan matanya, makhluk-makhluk kegelapan semakin mendekat. Dalam keraguan itu, tiba-tiba, sesuatu yang tak terduga terjadi—roh-roh suci yang dibawa oleh Dom mulai bergerak dengan kekuatan luar biasa. Mereka menyerang makhluk-makhluk kegelapan dengan keberanian yang baru. Para roh suci yang sebelumnya tak bisa berbuat apa-apa, seolah mendapatkan kekuatan yang entah dari mana asalnya.

Sihir petir menghujani musuh-musuh mereka, membuat pemandangan yang memukau dan mencekam di medan pertempuran. Para prajurit menatap takjub melihat kekuatan roh-roh suci yang selama ini Dom lindungi. Dengan bantuan roh-roh itu, para prajurit mulai meraih sedikit kendali atas pertempuran, memberikan Vaneca kesempatan untuk menyelinap masuk ke altar.

"Ikuti aku!" Vaneca berteriak kepada Dom dan lima orang prajurit terkuatnya. Bersama-sama, mereka bergegas masuk ke altar dengan hati yang berdegup cepat. Di dalam, mereka menemukan pemandangan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Araya menghilang, begitu juga Evlin. Namun, yang tersisa hanyalah empat penjaga yang tergeletak lemah di lantai, dan luka-luka parah pada tubuh mereka. Salah satu penjaga yang masih tersadar, berusaha mengangkat kepala dan berkata dengan suara pelan, “Araya... dia berteriak kepada kami… mengatakan bahwa Evlin melakukan sesuatu yang buruk. Kami mencoba menolongnya, tapi... roh-roh itu terlalu kuat.”

Dengan napas yang tersisa, ia melanjutkan, “Evlin… dia membawanya… dalam asap gelap…”

Pernyataan itu membuat Dom terduduk lemas. Wajahnya pucat pasi, sulit baginya menerima bahwa Evlin, yang selama ini mereka percayai, ternyata telah mengkhianati mereka. Ia berlutut, matanya basah oleh air mata yang tak mampu ia bendung.

Vaneca juga tak kuasa menahan emosinya. Ia berlutut dengan air mata yang terus mengalir sambil menggenggam tangan penjaga yang terluka parah itu, berusaha memberikan dukungan terakhir sebelum napasnya berakhir. “Maafkan aku…,” bisik Vaneca, penyesalan mendalam terpancar di wajahnya. Dia merasa gagal melindungi Araya.

Namun, kesedihan mereka tak bertahan lama. Suara dentuman keras dari luar altar menyadarkan mereka bahwa pertempuran masih jauh dari selesai. Makhluk-makhluk kegelapan kembali berdatangan, berusaha menghancurkan pertahanan terakhir mereka.

Vaneca bangkit, wajahnya kini dipenuhi kemurkaan. “Kita tidak akan membiarkan mereka menang,” katanya tegas, meski hatinya masih merasakan luka akibat pengkhianatan Evlin. “Bersiaplah untuk bertarung sampai akhir!”

Dom menghapus air mata di wajahnya, kemudian berdiri di samping Vaneca. “Aku akan menghabisinya,” ujarnya penuh amarah. Bersama roh-roh suci, mereka melawan makhluk kegelapan dan berusaha menghentikan mereka.

Prajurit lainnya, meski terluka dan lelah, kembali mengangkat senjata mereka. Bersama roh-roh suci yang terus memberikan dukungan sihir, mereka menghadang makhluk-makhluk kegelapan dengan penuh keberanian.

Serangan-serangan dari roh-roh suci menghujani musuh, membuat medan pertempuran berubah menjadi kilatan-kilatan cahaya yang menyilaukan. Vaneca memimpin serangan dengan penuh amarah yang semakin menjadi jadi. Setiap kilatan sihir dan ayunan pedang menjadi lambang dari tekad mereka yang tak tergoyahkan.

Pertempuran berlangsung sengit, namun perlahan-lahan, mereka mulai merasakan bahwa kekuatan makhluk-makhluk kegelapan mulai melemah. Mereka berhasil mendorong musuh mundur, memberikan harapan baru di tengah kegelapan.

Setelah beberapa saat, kabut hitam perlahan mulai memudar, dan bayangan-bayangan yang menakutkan itu perlahan hilang, meninggalkan keheningan yang menyelimuti medan pertempuran. Para prajurit, dengan tubuh lelah dan luka yang terlihat di mana-mana, akhirnya bisa sedikit bernapas lega.

Namun, bagi Vaneca dan Dom, ini belum berakhir, makhluk-makhluk itu masi berkumpul dikejauhan, jumlah mereka yang seolah tak berkurang membuat Dom dan Vaneca hanya bisa saling menatap. Mereka tidak tahu, entah sampai kapan mereka akan bertempur. Ditambah rasa penyesalan mereka kepada Araya yang harusnya mereka lindungi, telah dibawa pergi oleh Evlin. Luka pengkhianatan masih terasa perih di hati mereka, dan tekad mereka semakin kuat untuk menemukan Evlin dan menyelamatkan Araya, apa pun rintangannya.

Vaneca memandang ke arah horizon yang gelap, menggenggam pedangnya erat-erat. Dalam hati, ia bersumpah akan menyelamatkan keponakannya dan mengakhiri rencana gelap serta menghabisi Evlin.

1
Bé tít
Kreatif banget!
faruq balatif: terima kasih karena menyukainya, senang bisa berbagi karya dengan kamu.
total 1 replies
ღYaraღ
Karya ini udah bikin aku sampe nangis-nangis, padahal jarang yang bisa buat gitu.
faruq balatif: terima kasih karena menyukainya, senang bisa berbagi karya dengan kamu.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!