Tiga Tahun Setelah Kau Pergi

"Assalamualaikum, Selamat Siang," sapa Amanda. Semua mata masih tertuju padanya sehingga dia agak sedikit gugup.

Amanda mendengar dari bibi di rumah mertuanya jika Dian masuk rumah sakit karena mencoba bunuh diri. Tapi dia belum tahu apa alasan wanita itu melakukannya.

Amanda datang bersama Angga dan Elsa. Anaknya berada dalam gendongan pria itu. Aditya melihat dengan tatapan sendu. Antara sedih dan kecewa. Karena putrinya lebih dekat dengan pria lain.

Aditya telah mendengar dari salah seorang temannya jika Angga sedang mendekati mantan istrinya itu. Namun, dia tak tahu pasti apakah pria itu mengetahui jika dirinya mantan suami Amanda.

Semua yang ada di dalam ruang inap itu menjawab salam Amanda. Lalu wanita itu mendekati ranjang dimana kakak iparnya berbaring.

"Bagaimana keadaan Kakak? Apa sudah mulai membaik?" tanya Amanda.

Dian bangun dari tidurnya. Dia lalu memeluk Amanda, membuat mantan adik iparnya itu menjadi heran. Tidak biasanya kakak iparnya mau memeluk dirinya.

"Maafkan aku, Manda," ucap Dian. Hal itu makin membuat Amanda heran.

"Maaf untuk apa, Kak?" tanya Amanda.

"Maaf, karena selama ini aku tak pernah bisa mengerti kamu. Aku selalu saja menyalahkan apa yang kamu lakukan.Aku selalu membuat kamu kesal," jawab Dian.

"Semua itu sudah aku maafkan. Jika aku marah tak mungkin aku ada di sini," balas Amanda.

"Terima kasih, Manda. Kamu sangat baik. Kenapa aku baru menyadari setelah kau berpisah dari Aditya," ucap Dian.

Ucapan Dian itu membuat Aditya dan Salsa saling pandang. Wajahnya tampak cemberut.

Salsa lalu memilih duduk di sofa, agak jauh dari semuanya. Aditya mendekati Angga. Dia ingin menyapa putrinya. Biarlah temannya itu tahu statusnya. Padahal tanpa dia sadari, Angga telah mengetahui semuanya.

"Elsa, Sayang. Sama ayah gendongnya, ya?" tanya Aditya dengan lembut.

"Aku mau sama Om Angga aja," jawab Elsa. Dia lalu memeluk Angga dengan erat seolah takut Aditya meraihnya.

Adam melihat itu sambil menarik napas. Apakah Airin juga akan begitu nantinya. Tak mau dengan ayah kandungnya sendiri.

"Airin sudah gede, dia tak mungkin menjauh. Dia sudah mengenalku, berbeda dengan Elsa. Adit meninggalkan bocah itu dari bayi," gumam Adam dalam hatinya.

Aditya meminta Angga duduk. Begitu juga yang lain. Mereka tak membahas perselingkuhan Adam, karena malu jika Amanda tahu.

Dalam diam, Dian lalu menghubungi atasannya. Dia mengatakan jika suaminya menikah lagi tanpa izin. Beruntung dia mengenal salah satu staf di perusahaan karena memang Dian yang mencarikan Adam pekerjaan itu.

Dian mengatakan pada atasan Adam, jika dia akan ke kota itu. Mengatakan pada atasannya jika Adam tak pernah jujur tentang gaji dan kenaikan jabatannya. Suaminya mengatakan jika gajinya tak pernah dinaikan perusahaan. Atasannya bisa nanti buktikan saat mereka dipertemukan.

Tentu saja atasannya tak terima atas kebohongan Adam. Itu sama saja mencemarkan nama baik perusahaan. Dengan mengatakan tak pernah ada kenaikan jabatan dan gaji.

Satu jam mengobrol, akhirnya Amanda pamit. Dia juga tak bertanya kenapa kakak iparnya sampai nekat bunuh diri.

"Aku pamit dulu, Kak. Semoga cepat pulih," ucap Amanda.

"Manda, aku pengin cerita banyak denganmu. Tentang kenapa aku nekat melakukan ini, apa kamu mau mendengarkan keluh kesah ku nanti?" tanya Dian.

"Tentu saja, Kak. Kapan Kak Dian ada waktu datang aja ke kafe. Aku tak ada kemana-mana," jawab Manda.

"Terima kasih, Manda."

Amanda lalu menyalami mantan ibu mertuanya. Dia lalu mendekati suaminya. Pria itu langsung berdiri. Berpikir mantan istrinya juga ingin bersalaman dengannya. Namun, dugaannya salah. Wanita itu mengeluarkan selembar kertas dan menyerahkan pada suaminya.

"Ini akta cerai kita. Aku mengambilnya untukmu sekalian sesuai surat kuasa yang kau berikan. Sekarang kamu bisa menikah resmi dengan istrimu, Mas. Upss, aku lupa kalau kamu dan Salsa telah menikah resmi dengan memalsukan dokumen. Hati-hati kalau ada yang melapor," ucap Amanda.

Tanpa menunggu jawaban dari suaminya Amanda melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Aditya masih tak percaya dengan surat yang dipegangnya. Akhirnya akta cerai itu ada ditangannya. Dia dan Amanda telah benar-benar resmi berpisah.

Aditya terduduk kembali. Tubuhnya terasa lemah. Entah mengapa, melihat kembali istrinya, penyesalan itu selalu datang menghampiri. Apakah ini penyesalan yang mulai datang padanya.

Dian yang melihat adiknya terdiam, langsung berucap yang sekalian menyinggung suaminya. Dia menggunakan kesempatan ini untuk menyindir pria itu.

"Kamu menyesal berpisah dengan Amanda? Penyesalan memang selalu datang belakangan. Makanya sebelum melakukan sesuatu itu pikirkan secara matang, apa yang akan terjadi nanti. Tak ada pengkhianat itu berakhir bahagia. Doa istri yang terzalimi itu pasti dikabulkan. Mana ada orang berbohong akan bahagia, pasti akan dihinggapi rasa bersalah. Amanda keren, semakin dikhianati semakin sukses, aku juga mau melakukan hal sama dengannya!" seru Dian.

Adam hanya bisa terdiam. Begitu juga dengan Salsa. Walau dia tak tahu mengenai masa lalu suaminya, tapi ikut terbawa dan terlibat dalam masalah ini.

Semua terdiam begitu juga mama. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hingga kesunyian itu terusik oleh suara gawai dari Adam.

Pria itu berdiri dan mengambil ponsel di saku celananya. Dia melihat siapa yang menghubungi. Di sana jelas terpampang nama mama Dea. Adam mengabaikan. Namun, gawai itu terus berdering. Dian lalu menyindir suaminya.

"Angkat saja. Itu pasti dari gundikmu. Dia pasti marah karena biasanya kamu hanya dua hari denganku. Pasti meminta kamu cepat pulang!" seru Dian.

Adam menarik napas dalam. Merasa serba salah. Jika tak diangkat takut itu telepon penting. Di terima akan membuat Dian makin marah. Kembali gawainya berdering.

"Terima saja, siapa tau anakmu di sana sakit. Bukankah kau sangat menyayangi mereka dari Airin?" tanya Dian menyindir.

Mendengar ucapan Dian, Adam jadi kepikiran. Apa mungkin anaknya sakit? Dia lalu berjalan keluar ruangan. Melihat itu Dian tersenyum miris. Ternyata suaminya memang sangat mengkuatirkan keluarganya yang di sana.

"Kenapa lama mengangkatnya, Mas?" tanya Dea dengan suara pelan seperti menangis.

"Kamu kenapa menangis, Sayang?" tanya Adam.

"Rumah kita, Mas ...." Ucapan Dea terhenti. Kembali terdengar suara isakan tangisnya.

"Kenapa dengan rumah kita, Dea?' tanya Adam makin kuatir.

"Rumah kita kebakaran ...!"

Adam syok mendengar ucapan istri mudanya itu. Tubuhnya menjadi lemah hingga terduduk ke lantai.