Novel ini menceritakan tentang seorang pria bernama Raka yang berusaha untuk memperbaiki pandangan orang lain terhadap dirinya.
Raka yang sudah pernah mendekam di penjara, mendapat banyak cemoohan dari orang sekitar bahkan keluarganya sendiri.
Apakah mungkin Raka bisa memulihkan nama baiknya yang sudah buruk di pandangan orang-orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arif C, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Raka masih terus mengawasi rumah besar tersebut. Raka memang ingin berada di luar gerbang utama. Karena posisinya saat ini berada di halaman samping.
Raka melihat di gerbang tersebut dijaga oleh seorang security. Raka sebenarnya ingin mencari informasi dari security penjaga rumah itu.
Tetapi dia khawatir akan menimbulkan kecurigaan, sebab saat ini sedang marak kasus penculikan.
Sehingga Raka tidak mau gegabah dan juga tidak ingin dituduh sebagai penculik. Oleh karena itu, Raka memutuskan untuk mengawasi rumah tersebut dari kejauhan sambil menanti kedatangan Panca, Dita dan kedua anak kembarnya.
Setelah 15 menit berlalu, Raka masih belum menemukan tanda-tanda kemunculan kedua anak kembarnya bersama orang tua angkat mereka.
'Aku yakin alamatnya benar, tetapi kenapa aku belum bisa menemui mereka, gumam Raka.
Raka kemudian dihampiri oleh Sarah dan Raka, keduanya memperhatikan Raka dengan seksama. Sebab Raka masih terus memperhatikan rumah pengadopsi kedua anak kembarnya.
"Apa kamu pasti belum bisa bertemu dengan mereka, Raka?" tanya Sarah. Raka menganggukkan kepalanya.
"Belum, Sarah. Nampaknya mereka tidak ada di rumah ini," jawab Raka, dia menggigit bibirnya karena merasa gelisah.
"Sebaiknya jangan terlalu dipaksakan, Raka. Mungkin lain hari kamu bisa bertemu dengan kedua anakmu," saran Sarah. Tetapi Raka menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Sarah. Aku ingin secepatnya bisa bertemu dengan kedua anak kandungku sebelum terlambat," jawab Raka. Sarah heran dengan pemikiran Raka.
"Apa maksudmu dengan terlambat, Raka?" tanya Sarah sambil mengernyitkan keningnya.
"Aku takut jika mereka tidak mengenaliku sebagai ayahnya. Saat ini mereka masih balita dan masih ada kesempatan untukku mengambil kedudukanku kembali sebagai ayah kandung mereka," jelas Raka. Sarah tersenyum kepada Raka.
"Kamu begitu gigih untuk bertemu lagi dengan anakmu itu, Raka," ujar Sarah.
"Tentu saja, Sarah. Aku tidak ingin lagi berpisah dengan anakku. Oleh karena itu, aku harus bisa mengambil hak asuh mereka lagi," papar Raka.
"Sebab sebagai ayahnya. Aku patut bertanggung jawab atas kehidupan mereka," imbuh Raka. Sarah semakin merasa kagum kepada pemikiran sang suami.
"Kamu sangat berbeda dari laki-laki pada umumnya, Raka. Kamu sangat memiliki tanggung jawab yang tinggi," puji Sarah. Raka tertegun mendengar apa yang dikatakan oleh sang istri.
"Benar sekali, Sarah. Walaupun sebenarnya kehidupanku sangat pas-pasan. Namun aku tidak akan pernah menyerah. Akan kubesarkan dua anak kandungku itu dengan tanganku sendiri," tutur Raka.
"Aku harus berjuang untuk bisa menafkahimu dan memenuhi kebutuhan Rama dan kedua anak kembarku, jika aku berhasil membuat mereka kembali ke tanganku," tandas Raka panjang lebar.
Sarah semakin kagum dengan perkataan sang suami. Tetapi dia masih tidak merasa yakin untuk bisa selamanya bersama dengan Raka.
"Jadi apa kamu yakin ingin menunggu sampai mereka tiba di rumah ini, Raka?" tanya Sarah lagi.
Sebenarnya Sarah tidak mendapatkan informasi apapun tentang keluarga pengadopsi anak kembar Raka.
Ternyata pemilik warung tidak mengetahui apapun, karena masih merupakan penghuni baru.
"Tentu saja Sarah. Apabila kamu dan Rama sudah merasa kelelahan, sebaiknya kalian pulang saja. Nanti biar aku yang naik angkutan umum," jawab Raka.
"Tidak apa-apa, Papa. Aku ikut menunggu," kata Rama dengan nada polos. Raka kemudian tersenyum sambil membelai rambut bocah itu.
"Kenapa kamu tidak bertamu saja ke rumah mereka, Raka?" tanya Sarah. Raka menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Sarah. Jika aku bertamu ke rumah mereka dan mengungkapkan keinginanku, tentu mereka pasti akan marah besar," jawab Raka.
"Oleh karena itu, aku harus mencari cara bagaimana aku bisa mengambil anakku kembali tanpa menimbulkan masalah besar," terang Raka.
"Tetapi apa kamu sudah mengetahui caranya, Raka?" Sarah kembali bertanya kepada suaminya.
"Sebenarnya belum ada, Sarah. Tetapi kuusahakan agar aku bisa menemukan jalannya," jawab Raka lagi.
"Tetapi untuk saat ini aku hanya ingin melihat kedua anakku, walau dari kejauhan saja," imbuh Raka.
Sarah memaklumi keinginan Raka saat itu. Sarah juga berpikir tidak seharusnya Raka bertindak gegabah agar bisa mencapai tujuannya untuk mendapatkan kedua anak kembarnya lagi kembali ke pelukannya.
Sarah bisa melihat dengan jelas penantian Raka yang begitu mendalam.
"Tampaknya kamu sangat merindukan kedua anakmu itu, Raka. Dan berharap bisa dipertemukan dengan mereka,' pikir Sarah.
'Semoga saja Tuhan akan mempermudah jalanmu, supaya kedua anak kembarmu itu kembali ke dalam pelukanmu, harap Sarah.
Saat mereka nunggu lewatlah sebuah mobil berwarna hitam yang cukup mewah. Lalu mobil itu berhenti di gerbang kediaman Panca dan Dita.
Raka langsung menebak jika mereka adalah yang empunya rumah mobil itu, kemudian kendararan itu masuk ke dalam gerbang yang sudah terbuka.
Raka pun memperhatikan dari kejauhan, saat ada seorang pria yang mungkin seumuran dengan dirinya mengenakan berwarna biru juga wanita cantik dengan gaun yang senada dengan pria itu.
Raka merasa mereka adalah Panca dan Dita, sepasang suami istri yang dimaksud oleh Naiba.
Lalu Raka melihat ada dua wanita berpakaian baby sitter, tengah menggendong dua orang anak kembar laki-laki berpakaian batik berwarna biru.
Raka sudah bisa menebak jika balita kembar itu adalah kedua anak kandungnya.
"Lihat, Sarah! Mereka adalah anakku," seru Raka. Sarah memperhatikan keluarga panca dan Dita.
Sarah aku berpikir kedua anak Raka nampaknya diperlakukan seperti dua orang pangeran kecil di rumah itu.
"Ayo semuanya, bawa Roger dan Ronald masuk ke dalam rumah!" perintah wanita yang diduga bernama Dita. Sarah dan Raka terpukau mendengar seruan itu.
"Masya Allah, nama mereka bagus sekali, Sarah. Roger dan Ronald, mereka adalah anakku," kata Raka, dia merasa sangat terharu.
Bahkan dari kejauhan Raka bisa memperhatikan kedua wajah anak kembarnya yang sangat ingin dipeluknya.
Wajah mereka sangat mirip dengan mendiang Laras, bahkan mata hidung serta bibirnya juga begitu manis.
Ya Allah, bahkan aku bisa melihat Laras di wajah keduanya, pikir Raka.
"Apakah itu adik kembarku, Mama?" tanya Rama.
Sarah hanya tersenyum.
"Kalau benar begitu, kenapa kita tidak mengambil mereka saja? Aku sudah tidak sabar lagi ingin bermain dengan kedua adik lucu itu," tutur Raka. Sarah mengelus rambut anaknya.
"Belum saatnya, Sayang. Sebab mereka sedang diasuh oleh kedua orang itu," kata Sarah.
"Beruntung sekali mereka ada di rumah sebesar itu," ujar Rama.
Sarah dan Raka hanya terdiam, mereka berpikir ada sedikit rasa iri dari Rama ketika melihat kemewahan dari keluarga kecil itu.
"Apakah kamu akan terus bertahan di sini, Raka?" tanya Sarah. Raka masih terdiam sambil terus memperhatikan kedua anak kembarnya.
Raka lalu mereka dibawa masuk oleh kedua orang baby sitter itu, dan gerbang pun kembali tertutup rapat.
Raka merasa kecewa dia tidak lagi bisa melihat kedua anak kandungnya. Melihat Raka membisu membuat Sarah kembali bertanya kepadanya.
"Apakah kamu masih ingin di sini, Raka?" Sarah kembali bertanya, namun nada suaranya kini lebih keras untuk menyadarkan lamunan Raka. Raka pun sedikit terperanjat mendengarnya.
"Sebaiknya tidak, Sarah. Aku akan ke sini lain kali saja," jawab Raka.
"Syukurlah kalau begitu, Raka. Mungkin belum saatnya kamu menemukan cara untuk bertemu dengan anak kandungmu itu," ujar Sarah.
"Benar, Sarah. Tetapi aku yakin bisa menemukan cara agar mereka bisa kembali ke pelukanku," timpal Raka. Sarah pun mengamininya.
"Baiklah kalau begitu, ayo kita pulang saja! Aku juga merasa kasihan kepada Rama yang nampaknya sangat letih," ajak Sarah. Raka mengganggukkan kepalanya.
Kemudian pintu gerbang itu terbuka lagi, Raka melihat ada seorang pria yang lanjut usia. Raka bisa melihat dengan jelas rambutnya sudah penuh uban dan banyak sekali keriput di wajahnya yang menunjukkan usia pria itu sudah menua.