NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perhatian

Nara membuka matanya perlahan. Sesekali mengerjapkan kedua netranya untuk mendapat pengelihatan yang jauh lebih jelas. Kepalanya masih terasa pusing. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Sama sekali bukan tidur yang nyenyak.

Gadis itu menatap pemandangan di sekitarnya selama beberapa saat, sementara otaknya sibuk memproses segala sesuatu.

"Kenapa aku bisa di sini?" gumam Nara sembari terus mengamati sekelilingnya.

Ia sadar betul kalau ini bukan kamar tempat ia biasa tidur dengan ibunya. Melainkan kamar Baron. Tapi, dimana pria itu. Kenapa tak ada di sini. Mungkin saja sudah turun. Menyadari hal itu, Nara buru-buru turun ke bawah dengan kondisi yang terhuyung-huyung dan lemas.

"Kau sudah bangun?" tanya Baron.

Pria itu berinisiatif untuk menggantikan pekerjaan Nara, sebab ia sedang dalam kondisi yang tidak sehat. Baron juga sudah menceritakan segalanya yang terjadi kemarin kepada Ibu Nara.

"Kemari lah dan makan!" panggil Ibu Nara.

Gadis itu sama sekali tak menjawab sejak tadi.

"Ini, ibu sudah buatkan sup untukmu," ucap wanita itu.

"Bisa menghangatkan tubuh, sekaligus membersihkan sisa racun di dalam tubuhmu," sambungnya.

Tanpa banyak bicara, Nara lekas memakan sup yang sudah disajikan untuknya. Kebetulan sekali ia memang sedang butuh asupan energi untuk mengganti yang sudah terbuang kemarin.

"Baron sudah menceritakan segalanya pada ibu," ungkap Ibu Nara.

"Beruntung kemarin Baron datang di waktu yang tepat dan membawamu pulang kemari. Jika tidak, ibu mungjin sudah berada di kantor polisi sekarang karena tak tahu keberadaa serta kondisimu. Apakah kau masih baik-baik saja atau tidak," oceh wanita itu dengan panjang lebar.

Sementara itu di sisi lain, Nara tetap diam seribu bahasa. Sama sekali tak bergeming. Trnaganya sudah benar-benar habis. Ia tak memiliki sisa energi yang cukup, bahkan hanya untuk sekedar membalas perkataan ibunya barusan.

"Mulai hari ini kau akan berada di dalam pengawasan Baron," kata Ibu Nara.

"Kalian akan pergi menemui klien bersama-sama," sambungnya.

"Baron juga sekaligus akan mempromosikan jasanya kepada klienmu. Kalian bisa bekerja sama dan menjadi kolega yang baik," tutup wanita itu di akhir.

Sontak Nara langsung memutar kedua bola matanya. Terkejut sekaligus menolak mentah-mentah perintah ibunya barusan.

"Maksud ibu, kami akan menjadi rekan kerja begitu?" tanya Nara untuk memastikan kembali.

"Di sekitar sini ada ruko kosong yang disewakan dnegan harga cukup murah. Kalian bisa mulai membuka bisnis kalian di sana. Ibu sudah meminta nomer pemiliknya," jelas wanita itu dengan panjang lebar.

"Setelah ini kau tak perlu membantu ibu di kedai, langsung bersiap dan pergilah bersama Baron untuk memeriksa kondisi ruko nya," sambungnya.

Nara masih tak percaya dengan yang barusan dikatakan ibunya. Ia sama sekali tak mengerti. Sejak kapan ibunya memikirkan terobosan seperti itu. Pasti Baron yang sudah menghasutnya.

"Pembaca tarot dan dukun merupakan perpaduan yang luar biasa. Jasa kalian akan banyak diminati," gumam Ibu Nara.

Baron mengangguk setuju dengan perkataan wanita itu barusan. Kini mereka berada di pihak yang sama. Nara menatap pria itu dengan penuh rasa kesal. Sudah jelas jika ia yang menghasut ibunya.

"Ada apa?" tanya Baron saat mendapati gadis itu menatap sinis dirinya.

Bukannya menjawab, Nara malah melempar pandangannya ke arah lain. Mengabaikan pria itu begitu saja.

"Tenang saja, aku sama sekali tak keberatan untuk menjagamu," ungkap Baron.

Nara sama sekali tak tahu harus bereaksi bagaimana. Ia masih merasa amat kesal dengan pria itu. Namun, di sisi lain Baron tampak begitu baik dan perhatian. Entah kenapa kata-katanya terasa begitu manis. Nara ingin mengapresiasi itu semua, namun kembali lagi ia tak bisa menghilangkan rasa kesalnya begitu saja.

"Bersiaplah, aku akan menunggumu di sini," ucap Baron sambil membereskan bekas makanan mereka di atas meja.

Tanpa ada penolakan apa pun, Nara langsung pergi ke atas untuk bersiap. Ia hanya tak mau memperdebatkan segalanya meski saat ini ia sedang kesal.

Tak lama kemudian, Nara turun dengan setelan blouse dan rok pendek di atas lutut, serta blazer yang panjangnya nyaris mencapai betis. Lengkap dengan sepatu pantofel bergaya klasik. Riasan dan tatanan rambutnya cukup sederhana, namun rapih dan terlihat modis. Baron belum pernah melihat Nara berbusana seperti ini sebelumnya.

"Ayo!" ajak Nara yang kemudian di angguki oleh Baron.

"Bibi! Kami pergi lebih dulu," ucap pria itu berpamitan.

"Baiklah, hati-hati!" sahut Ibu Nara.

Keduanya pergi meninggalkan kedai dengan berjalan kaki menuju halte terdekat. Sebenarnya, tempat yang akan mereka datangi kali ini tak terlalu jauh. Cukup berjalan kaki selama tiga puluh menit untuk sampai ke sana. Namun, meningat kondisi Nara yang baru saja pulih, sepertinya tak baik untuk memaksanya berjalan sejauh itu. Meski Nara sebenarnya bisa melakukannya dengan mudah saat dalam kondisi yang fit.

"Aku suka gayamu kali ini," ungkap Baron secara tiba-tiba.

"Kau cocok dengan setelan itu," tambahnya.

"Kau tak pernah memujiku sebelumnya," balas Nara.

"Jadi yang tadi itu harus ku anggap sebagai pujian atau ejekan?" tanya gadis itu.

"Ku pikir sudah jelas jika aku memujimu," balas Baron.

Tak terasa mereka sudah hampir sampai di halte. Tempat itu agak sunyi sekarang. Sebab anak-anak sekolah dan para pekerja sudah berangkat sejak sejam lalu.

"Berapa menit lagi bus yang berikutnya?" tanya Nara.

"Harusnya sebentar lagi," jawab Baron.

"Oh, itu dia busnya sudah datang!" seru pria itu sambil menunjuk sebuah objek besar yang sedang mengarah ke mereka.

Tanpa berlama-lama lagi, keduanya lekas naik. Ada banyak bangku kosong di dalamnya. Hanya beberapa yang terisi. Namun, Bara dan Baron memutuskan untuk tetap duduk saling berdekatan di bangku yang sama. Akan lebih mudah bagi pria itu untuk menjaga Nara, selama gadis itu masih berada di bawah pengawasannya.

"Bagaimana kau bisa tahu ada ruko kosong di sana?" tanya Nara penasaran.

"Ibumu yang memberitahu  katanya ada ruko kosong di sekitar sini," jawab Baron secara gamblang.

"Lagi pula kenapa ibu mendadak kepikiran soal hal tadi?" tanya Nara lagi.

"Ia hanya ingin putrinya aman," jawab Baron dengan sederhana.

"Kami sudah bicara banyak saat kau sedang tidur tadi," sambungnya.

"Apa saja yang kalian bicarakan?" tanya Nara.

"Rahasia," kata pria itu.

"Cih! Dasar pelit," balas Nara sambil melipat kedua tangannya.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!