Perjuangan seorang Raisa dalam bertahan hidup di sebuah istana yang penuh dengan caci maki
langsung saja yaaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sheisca_4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Arga terbangun ketika mendengar suara rintihan seseorang dari arah sofa. Dia melirik jam dinding, masih pukul 5.
Dengan sedikit rasa manusiawi yang tersisa dengan langkah malasnya dia mendekat ke arah gadis itu sedang berbaring.
Keringat mengucur dari pelipis gadis itu. Kedua alisnya mengerut dan bibir yang merintih kesakitan.
"Bunda... aku mau ikut bunda."
"Kenapa dengan gadis ini? Apa dia sakit?"
Dengan kepedulian setipis tisu Arga meraba kening Raisa menggunakan telunjuknya.
Panas.
"Panggilkan Haris." Ucap Arga kepada Busil lewat telepon Rumah.
"Heh bangun! Pindah lah ke kasur." Arga menggoyang-goyangkan tubuh Raisa.
Arga tidak mau Haris melihat ini. Dia tidak mau jika laki-laki itu membicarakan hal yang tidak penting. Haris banyak ngomong.
"Bunda aku sakit."
Raisa tetap memejamkan matanya, dia memegang tangan Arga.
"Aku bukan bundamu! Ayo bangun dulu, nanti Haris yang akan menyembuhkanmu."
Arga tetap berusaha membangunkan gadis itu. Namun rasanya mustahil. Dengan gampang Arga mengangkat tubuh kecil Raisa dan dibaringkannya tubuh itu di atas kasur.
"Kau kurus sekali. Sepertinya kau memang kurang gizi yaa. Apa yang di lakukan orang tuanya hingga anaknya sekurus ini."
Tok tok
"Permisi Tuan dokter Haris sudah datang." Suara sekertaris Jou di balik pintu memberitahu.
"Masuk."
Tak lama pintu terbuka menampilkan ke tiga orang dengan ekspresi berbeda. Busil khawatir jika Tuan muda yang sakit. Haris terlihat panik karena dirinya lah yang akan menjadi bualan-bualan Arga ketika pria itu sedang sakit. Sementara Jou? Meski tidak memperlihatkan ekspresi apapun Jou yang paling takut jika Tuannya yang jatuh sakit.
"Badannya panas."
Arga menunjuk ke arah gadis yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Dalam diam ketiganya menghela nafas lega. Bukan Arga yang sakit.
"Kau ini! Bisa tidak katakan dulu siapa yang sakit. Jangan asal menyuruhku ke sinu dan bikin panik semua orang. Untung saja aku tidak punya riwayat penyakit jantung."
"Kau di bayar untuk itu."
Iya iya terserah yang punya uang.
"Kenapa istrimu? Apa dia memakan kontak lensa kali ini?" Sinis Haris.
"Sudah kubilang badannya panas!"
"Biar kuperiksa."
"Astaga Arga! Istrimu kurus sekali. Kau tidak memberi makan dia yang layak?"
"Jangan banyak bicara! Lakukan saja tugasmu Haris atau aku akan menggantikanmu dengan yang lain."
"Haha baiklah-baiklah."
Tidak akan kubiarkan orang lain mengambil posisiku ini. Jadi dokter pribadi keluarga Wiguna uangnya banyak. Ya meski harus berurusan dengan si gila itu tapi sepadan dengan uang yang aku dapatkan. Astaga kepada wajahnya seperti itu. Jangan bilang.... dia khawatir pada istri kecilnya itu? Ow sepertinya sudah ada tanda-tanda.
"Sepertinya istrimu kelelahan." Haris melakukan tugasnya. Dia memeriksa keadaan istri Arga.
"Dia ngapain memang?! Sampai kelelahan seperti itu!"
"Ya mana aku tahu! Aku membawa beberapa obat. Untuk mau tua lebih jauh. Bawalah istrimu ke rumah sakit nanti kita lakukan test lab."
"Sudah? Hanya seperti itu? Dokter macam apa kau!"
Apa sih! Aku harus apa lagi coba.
Arga tak puas dengan penjelasan Haris.
Haris menghela nafas sebentar. "Badannya panas namun ini masih batas aman. Dia tidak akan mengalami kejang-kejang. Cukup minum obat dan di kompres dengan air hangat tubuhnya akan mendingan. Kau jangan terlalu panik."
Bukan tanpa alasan Haris mengatakan hal seperti itu. Karna memang Arga itu lebay dia tidak mau mengatakan hal-hal yang akan membuat laki-laki jadu tantrum.
"Lalu kenapa dia masih belum sadar?!"
"Dia sedang tidur! Aku bawa infusan, nanti istrimu di infus saja di rumah."
Sebenarnya Raisa sudah terbangun saat Arga menggendong dirinya. Namun dia takut untuk membuka matanya Arga akan memaki-mau dirnya kembali. Untuk saat ini Raisa tidak ounya energi medengar kata-kata menyakitkan dari Arga. Hatinya sakit.