Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Serangan Kecemasan Di Kantor
Hari-hari terasa berjalan lebih baik bagi Maya. Setelah mengikuti sesi terapi dan latihan yoga, dia merasa sedikit lebih percaya diri dalam mengelola kecemasannya. Namun, tantangan besar datang ketika dia harus kembali ke kantor untuk menghadapi pekerjaan yang menumpuk.
Pagi itu, Maya tiba di kantor dengan semangat baru, namun kecemasan mulai merayap saat dia melihat tumpukan berkas di mejanya. Dia mencoba untuk fokus pada tugasnya, tetapi tekanan yang datang membuatnya sulit berkonsentrasi.
Seiring berjalannya waktu, Maya mulai merasa napasnya semakin cepat dan jantungnya berdebar kencang. Dia mencoba menenangkan diri dengan latihan pernapasan yang dia pelajari, tetapi rasa panik semakin sulit untuk dikendalikan. Maya mulai merasa gelisah, dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya.
Rekan kerjanya, Dinda, melihat perubahan wajah Maya dan langsung mendekatinya. “Maya, kamu oke? Kamu kelihatan pucat,” tanya Dinda dengan khawatir.
Maya menggeleng dengan susah payah. “Aku… aku nggak tahu, Dinda. Rasanya kayak jantungku mau loncat keluar. Aku nggak bisa napas dengan benar.”
Dinda duduk di sebelah Maya dan mencoba membantu. “Coba ambil napas dalam-dalam. Fokus pada napasmu dan tarik napas perlahan-lahan. Aku bisa bantu kamu kalau mau.”
Maya mencoba mengikuti saran Dinda, tetapi rasa paniknya semakin menguasai dirinya. “Aku merasa semakin parah, Dinda. Aku nggak tahu harus gimana.”
Dinda berusaha tetap tenang. “Kalau perlu, kita bisa hubungi dokter atau supervisor kamu. Jangan ragu untuk minta bantuan. Ini penting banget.”
Sambil terus berusaha mengatur napasnya, Maya mengeluarkan teleponnya dan menghubungi Aldo. “Aldo, aku… aku lagi mengalami panic attack di kantor. Aku butuh bantuan.”
Aldo mendengar suara panik Maya dan langsung memberi dukungan. “Maya, coba tetap tenang. Aku akan datang ke kantor sekarang. Fokus pada napasmu dan ingat, ini cuma perasaan sementara.”
Beberapa menit kemudian, Aldo tiba di kantor. Dia langsung menuju meja Maya dan melihat kondisi Maya yang masih cemas. Aldo duduk di sampingnya dan memegang tangannya. “Aku di sini, Maya. Coba ambil napas dalam-dalam lagi. Kita atasi ini sama-sama.”
Maya mencoba mengikuti instruksi Aldo, berusaha menenangkan diri. Aldo dengan lembut berbicara sambil memegang tangannya. “Ingat, kamu sudah menghadapi banyak hal dan kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Coba hitung sampai lima saat menarik napas dan hitung lagi sampai lima saat mengeluarkannya.”
Dengan bantuan Aldo, Maya mulai merasa sedikit lebih baik. Napasnya mulai teratur, dan rasa panik perlahan mereda. Aldo terus memberikan dorongan dan memastikan Maya merasa didukung.
“Terima kasih, Aldo. Aku merasa lebih baik sekarang,” kata Maya dengan napas yang mulai normal.
Aldo tersenyum dan memeluk Maya dengan lembut. “Kamu sudah melakukan yang terbaik. Kita bisa pulang dan istirahat sebentar. Jangan ragu untuk bicara sama supervisor atau minta cuti jika perlu.”
Maya mengangguk, merasa lebih lega dengan kehadiran Aldo. Mereka memutuskan untuk meninggalkan kantor dan pulang ke rumah. Maya merasa sedikit kecewa karena serangan kecemasan yang terjadi di tempat kerja, tetapi dia tahu bahwa ini adalah bagian dari proses pemulihan.
Sesampainya di rumah, Maya beristirahat dan melakukan teknik relaksasi untuk menenangkan pikirannya. Aldo tetap di sampingnya, memberikan dukungan dan memastikan Maya merasa nyaman.
Hari berikutnya, Maya memutuskan untuk berbicara dengan supervisornya dan menjelaskan situasinya. Dia meminta beberapa hari cuti untuk fokus pada pemulihan dan perawatan kesehatan mentalnya.
Maya merasa lebih siap menghadapi tantangan berikutnya dengan dukungan Aldo dan tekad untuk terus berlatih mengelola kecemasannya. Meskipun ada kemunduran.
Setelah mendapatkan cuti dari kantor, Maya dan Aldo fokus pada pemulihan di rumah. Hari-hari mereka dipenuhi dengan kegiatan yang lebih santai dan mendukung kesehatan mental Maya.
Maya mulai menjadwalkan sesi terapi tambahan dengan Rina untuk mendapatkan dukungan lebih. Setiap sesi menjadi kesempatan bagi Maya untuk berbicara tentang kemajuannya dan menghadapi tantangan yang baru saja dihadapinya.
Di rumah, Aldo berusaha menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk Maya. Mereka rutin melakukan yoga bersama, dan Maya merasakan manfaat dari teknik relaksasi yang dia pelajari.
Suatu pagi, setelah sesi yoga yang menenangkan, Maya merasa lebih bersemangat untuk mencoba hal-hal baru. “Aldo, aku pikir aku ingin coba sesuatu yang berbeda hari ini. Gimana kalau kita pergi jalan-jalan ke taman?”
Aldo tersenyum. “Itu ide yang bagus. Jalan-jalan di luar bisa jadi cara yang baik buatmu merasa lebih segar. Aku siap kapan pun kamu mau.”
Mereka pergi ke taman, menikmati udara segar dan pemandangan hijau yang menenangkan. Maya merasa lebih rileks saat mereka berjalan di sepanjang jalur taman.
“Rasanya menyegarkan sekali berada di luar seperti ini,” kata Maya sambil menghirup udara segar.
“Iya, aku juga merasa begitu,” jawab Aldo sambil memegang tangan Maya. “Kadang-kadang, menjauh dari rutinitas dan menikmati keindahan alam bisa jadi obat yang bagus untuk stres.”
Mereka berhenti sejenak di sebuah bangku taman dan menikmati suasana. Maya merasa suasana yang damai membantu mengurangi kecemasannya.
“Aldo, aku merasa semakin bisa mengendalikan kecemasanku,” kata Maya dengan rasa syukur. “Tapi aku masih khawatir tentang kembali ke kantor nanti.”
Aldo menatap Maya dengan lembut. “Aku ngerti, Maya. Tapi kamu udah melakukan banyak hal untuk memperbaiki diri dan kamu nggak sendirian. Kita akan hadapi itu bersama-sama. Kalau kamu butuh waktu lebih banyak, kita bisa atur sesuai kebutuhan.”
Maya mengangguk, merasa didukung oleh Aldo. “Terima kasih, Aldo. Aku benar-benar merasa beruntung punya kamu.”
Mereka melanjutkan jalan-jalan mereka di taman, membicarakan berbagai rencana dan aktivitas yang bisa mereka lakukan untuk mendukung pemulihan Maya. Maya merasa lebih siap menghadapi tantangan yang ada di depannya dengan dukungan Aldo dan strategi yang dia pelajari.
Keesokan harinya, Maya memutuskan untuk menghadapi kembali rutinitas kantor dengan hati-hati. Dia berbicara dengan Rina tentang strategi untuk mengelola kecemasan di tempat kerja, termasuk mengatur jadwal kerja yang lebih fleksibel dan menerapkan teknik relaksasi jika merasa cemas.
Saat tiba di kantor, Maya merasakan campur aduk antara kecemasan dan harapan. Namun, dengan persiapan dan dukungan dari Aldo serta terapi yang telah dilakukan, dia merasa lebih siap. Maya memulai hari dengan langkah kecil dan tidak terburu-buru. Dia mengatur prioritas tugas dan mengambil waktu untuk beristirahat saat dibutuhkan.
Di sela-sela pekerjaan, Maya menggunakan teknik pernapasan dan mindfulness untuk mengatasi kecemasan yang mungkin muncul. Meskipun ada tantangan, dia merasa lebih mampu menghadapi situasi dengan ketenangan yang lebih baik.
Selama beberapa minggu berikutnya, Maya terus berusaha menyeimbangkan pekerjaan dan kesehatan mentalnya. Dia merasa lebih percaya diri dalam mengelola kecemasannya, dan dukungan Aldo yang konsisten membantu memperkuat tekadnya.
Suatu sore, setelah pulang dari kantor, Maya duduk bersama Aldo dan Luna, merasa lebih optimis.
“Aldo, hari ini lebih baik dari sebelumnya,” kata Maya sambil tersenyum. “Aku mulai merasa lebih nyaman kembali ke rutinitas dan mengelola kecemasan.”
Aldo tersenyum bangga. “Aku senang mendengar itu, Maya. Kamu sudah melakukan kerja keras, dan aku yakin kamu bisa.
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo