MANTAN. Apa yang terbesit di pikiran kalian saat mendengar kata 'MANTAN' ?
Penyesalan? Kenangan? Apapun itu, selogis apapun alasan yang membuat hubungan kamu sama dia berubah menjadi sebatas 'MANTAN' tidak akan mengubah kenyataan kenangan yang telah kalian lewati bersama.
Meskipun ada rasa sakit atas sikapnya atau mungkin saat kehilangannya. Dia pernah ada di garis terdepan yang mengisi hari-harimu yang putih. Mengubahnya menjadi berwarna meski pada akhirnya tinta hitam menghapus warna itu bersama kepergiannya.
Arletta Puteri Aulia, gadis berkulit sawo matang, dengan wajah cantik berhidung mancung itu tidak mempermasalahkan kedekatannya lagi dengan cowok jangkung kakak kelasnya sekaligus teman kecilnya-- Galang Abdi Atmaja. Yang kini berstatus mantan kekasihnya.
Dekat? Iya,
Sayang? Mungkin,
Cemburu? Iya,
Berantem? Sering,
Jalan bareng? Apa lagi itu,
Status? Cuma sebatas mantan.
Apa mereka akan kembali menjalin kasih? Atau mereka lebih nyaman dengan -MANTAN RASA PACAR- julukan itu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmi SA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
“Bi, bilang sama gue. Sebenernya ada apa sih? Lo tahu sesuatu kan?” Ucap Arletta setelah turun dari motor Bian. Bian diam. Ia mencoba bersikap biasa saja di depan Arletta.
“Sesuatu apa?” Tanyanya melepas helmnya.
“Jangan pura-pura deh Bi, lo tahu tentang Andini dan Riyan kan?” cecar Arletta. Bian kembali diam. Arletta tidak bisa dibohongi jika dia sudah terlanjur penasaran. Arletta menengadahkan tangannya. “Ponsel lo?”
“Ponsel?” Bian menatapnya bingung.
“Iya, sini. Gue pinjem.” Arletta masih mengulurkan tangannya di depan Bian. Melihat Bian yang diam saja membuatnya tidak sabar dan meraih ponsel Bian di dalam saku bajunya.
“Eh Ta!”
Terlambat, Arletta sudah lebih dulu membuka ponselnya. Arletta sontak terkejut melihat ponsel Bian. Ia mendongak pelan.
“Bi?”
Bian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Firasatnya tidak enak saat melihat tatapan mata Arletta.
“Ada hubungan apa antara kamu sama Raya?”
***
Bian menatap kamarnya sekali lagi. Mulai hari ini, dia akan meninggalkan rumah itu. Taman, bahkan kota itu, semuanya. Hari ini papa tiri dan mamanya datang menjemputnya. Mamanya melangsungkan pernikahan kedua di Korea bersama suami barunya itu.
Bian yang selama ini di asuh oleh bibinya menatap bibi sendu. “Bian pamit ya bi. Sampai jumpa lagi.” Air mata bibi lolos menatap anak kecil yang ia rawat dari bayi itu. Dulu setelah meninggalnya ayah Bian, mamanya bekerja tanpa kenal lelah hingga ia lupa, Bian membutuhkannya. Bian masih sangat kecil saat itu.
Bian memeluk bibi haru, mereka berdua menangis enggan melepaskan.
“Bian.” Suara itu terdengar dari balik pintu kamarnya. Mereka saling melepaskan pelukan. Mama berdiri tak jauh darinya.
Bian berlari ke arah mama dan memeluknya. Ia masih menangis sesenggukan. Mama yang memaklumi itu tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca . Mama melepaskan pelukannya lalu berjalan ke arah bibi.
“Bibi, makasih udah jagain Bian selama ini.” ucap mama.
“Sama-sama bu, Bian udah bibi anggep seperti anak bibi sendiri. Kapanpun ibu butuh bibi, bibi ada kok.” Ucap bibi tulus. Mama meraih pundak bibi dan memeluknya.
Mereka sampai di bandara Incheon. Asing. Itu yang Bian rasakan. Ia banyak diam kala itu. Hingga mobil yang mereka tumpangi itu sampai di rumah kediaman papa barunya.
Gadis kecil dengan rambut digerai itu berlari memeluk papanya. Bahkan ia juga memeluk mamanya. Mereka menatap Bian dengan senyum hangat.
“Bian. Ini Raya, adik kamu sekarang.” Ucap mama dengan senyum hangatnya.
***
Bian menghela nafas lalu menatap Arletta, “kita saudara Ta,”
Arletta terdiam di sana. “Maaf gue ngga pernah cerita apapun ke lo,” ucap Bian lirih. Arletta tampak berpikir, ia menatap Bian cukup lama. “Raya, adik lo? Bukannya lo anak tunggal?”
Bian menatap manik mata Arletta dengan lembut, “ya, gue anak tunggal sebelum mama nikah sama papanya Raya.”
Arletta mengangguk paham. Ia tersenyum mengingat Raya dan Bian ternyata saudara. Tiba-tiba saja ia teringat cerita masa lalu Raya.
“Bentar-bentar, jadi selama ini, kakak yang Raya benci itu lo?” ucapnya kemudian. Bian mengangguk, memang benar, Bian lah kakak yang selama ini Raya benci.
“Karena lo larang hubungan Raya sama-“
“Kakak lo,” potong Bian.
Arletta mendengkus kesal menatap Bian, “jahat banget sih jadi kakak, emang lo ngga kasihan apa sama perasaan Raya. Biar gimanapun juga dia kan adik lo.”
Bian menggeleng, “kalo gue dukung mereka, nanti kita jadi saudara dong, gue ngga mau jadi saudara lo.”
Arletta terdiam, untuk sesaat dia tersipu dengan ucapan Bian.
“Gue rela Raya benci sama gue, ngga anggep gue kakak dia. Karena toh demi kebaikan dia juga,” tambahnya. Arletta mengernyit, “kebaikan dia karena jauh dari orang yang dia sayang?”
Bian mengangguk. “Wah, ini sih gila namanya, lo rela buat adik lo menderita demi kebahagiaan lo sendiri?” Ucap Arletta menggelengkan kepalanya. Bian mengernyit.
“Kebahagiaan gue sendiri?” Bian terkekeh, “Ya, mungkin Raya juga berpikir apa yang lo pikir saat ini. Dan gue rela dia anggep gue kayak gitu,” ucap Bian tersenyum tipis.
Arletta mengernyit, “ya emang gitu kan kenyataannya?”
Bian menatap Arletta datar, “Apa lo tahu? Raya bukan satu-satunya orang yang dekat sama Kak Rafa?”
Arletta membelalakkan matanya, “apa ada orang lain?”
***
Tampak dari kejauhan gadis itu berlari ke arah Rafa. Rafa menunggunya dengan senyum mengembang. Gadis itu berhenti menatap tali sepatunya yang lepas. Ia jongkok membenarkan tali sepatunya itu.
Gadis itu menatap sepasang sepatu di depannya lalu mendongak, mendapati Rafa yang tengah berdiri di sana. Rafa ikut jongkok di depan gadis itu lalu mengikatkan tali sepatunya.
"Gimana sih kamu ngga merhatiin tali sepatumu, ya?" Rafa terus mengikatnya sampai selesai. Ia membantu gadis itu berdiri.
"ish, aku buru-buru buat ketemu kamu tau." decih gadis itu. Mereka berjalan beriringan di bawah gugurnya daun maple berwarna jingga itu. Suasana kala itu sangat romantis. Sesekali Rafa mencuri pandang pada gadis di sebelahnya itu. Gadis itu tersadar, tersipu malu.
"Ya! ngga usah lihatin gituu!" gadis itu melirik Rafa yang masih menatapnya gemas.
***
Bian mengedikkan bahu. Ia pun tak tahu pasti siapa gadis yang bersama Rafa kala itu.
Setelah mengantar Arletta pulang. Bian berpamitan dari sana. Arletta teringat sesuatu. Namun Bian sudah jauh dari sana. Ia melihat jam di ponselnya. Sudah jam 16.30. Arletta berlari ke gerbang rumahnya lalu menghentikan taksi yang akan lewat itu.
Taksi itu berhenti tepat di depannya. Arletta langsung saja membuka pintu taksi itu.
“Galang?”tegur Arletta saat telah duduk di kursi penumpang. “Iya gue, kenapa?” ucap Galang santai masih memainkan ponselnya, tanpa terkejut lain dengan Arletta yang terkejut melihat Galang yang sudah duduk di dalam taksi itu.
“Lo ngapain?” tanya Arletta masih heran. Galang mengernyit, memasukkan ponselnya ke dalam saku.
“Harusnya gue yang nanya bego. Lo ngapain?” masih menyikapinya dengan santai. Sedangkan Arletta mendengkus kesal.
“Mas, mbak, mau jalan sekarang?” tanya supir taksi itu. Galang meraih lengan Arletta, membawanya masuk ke dalam taksi.
“Jalan pak.” ujar Galang setelah pintu itu tertutup.
***
tinggal urusan cintanya aja yang masih jauh🤭