Novel dengan bahasa yang enak dibaca, menceritakan tentang tokoh "aku" dengan kisah kisah kenangan yang kita sebut rindu.
Novel ini sangat pas bagi para remaja, tapi juga tidak membangun kejenuhan bagi mereka kaum tua.
Filosofi Rindu Gugat, silahkan untuk disimak dan jangn lupa kasih nilai tekan semua bintang dan bagikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ki Jenggo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Kasdi Gemblak
Meski belum usai aku mengorek keterangan dari Pak Lik Kasdi terkait gemblak, namun aku terasa enggan untuk melanjutkannya. Bukan tak ada teman, meski Ima keberatan untuk mengantarkan aku ke Pak Lik Kasdi bila tanpa Anika aku berkeyakinan si Hengki dan Pras tentu akan mau.
Sebab mereka juga berkeinginan sama untuk lebih jauh menyelidik persoalan budaya gemblak yang ada di Ponorogo. Bahkan dalam satu minggu ini aja di Grup whatsapp dirinya berkali kali mengajak untuk melanjutkan. Tapi dalam Grup yang sama Ima selalu membalas untuk menunggu Bu Bos, datang. Sebab dia perempuan sendiri.
Akhirnya kami memutuskan demi kelompokan menunggu Anika. Dan hari ini jadwal selanjutnya untuk melanjutkan wawancara dengan Pak Lik Kasdi terkait gemblak.
Pagi ini aku masih enggan untuk meninggalkan ranjang tidur di kost. Karena semalam aku agak larut mengerjakan editan video untuk benerapa platform. Karena kreator, saat ini kalau hanya mengandalkan satu platform akan kesulitan untuk mendapatkan uang.
"Thung thing," tanda lonceng wathsapp pada HP ku berbunyi.
Aku melihat di grup bahwa mereka telah berkumpul di sebuah warung di Sambit. Aku segera bangun dari ranjang tidurku dan segera memacu sepeda motor, untuk menyusul mereka. Sebab Hengki kulihat juga sudah ada di sana menampilkan foto secangkir kopinya. Dan tentu saja ia menulis di poto tersebut, "Anglek" (mantap), Kak. Dan aku komentar di bawahnya "OTW".
*****
Tidak lebih dari lima belas menit aku sudah sampai di lokasi warung mereka ngumpul. Kulihat hari ini lengkap, ada Hengki, ada Pras, ada Ima dan ada Anika. Meski aku datang di warung itu Ima dengan rambut panjang di bawah bahu di biarkan tanpa di kucir. Dan melihat yang demikian wajah oval manis itu nampak menawan.
"Tumben Ima tidak kuciran," kataku, sambil duduk di samping Hengki.
Mendengar ledekanku yang demikian Ima tersenyum.
Pras menimpali, "Kok perhatian amat dengan Ima".
Aku tertawa kecil, sambil memesan secangkir kopi pada penjual di warung itu.
"Yah, setiap waktu aku kan perhatian sama Ima dan juga sama kalian semua," ujarku.
"Itu, Pas tak punya uang. Biar kita traktir kopinya, " ujar Anika di sambut tawa mereka.
"Anika gunanya kuliyahnya?," tanyaku.
"Tenang, Kak. Sebentar lagi wisuda," jawab Anika.
"Tenang kawan kawan, sebentar lagi syukuran, " kata Ima dan kembali mereka tertawa dengan keras.
"Oh, ya, kemarin kok aku tidak bertanya pada Pak Lik Kasdi, ya, dapat sapi di bayar di muka itu untuk berapa tahun dia di jadikan gemblak dari Mbah Jo Kromo, " ujarku.
"Kan sudah di ceritakan to," terang Ima.
"Belum, tuh. Di catatanku layaknya tidak ada," jawabku.
"Ya, nanti kita tanyakan kembali, aku sudah ngomong kok, kalau kita kesana," ujar Ima.
*****
Setelah kami ngilu maka kami segera menuju rumah Pak Lik Kasdi yang ada di Sawoo. Nampaknya benar apa yang dikatakan Ima, bahwa dirinya telah janjikan dengan Pak Lik Kasdi. Karena terbukti Pak Lik Kasdi nampaknya sudah siap menyambut kami berlima. Tak lupa kami mengenakan Anika dan Hengki Pada Pak Lik Kasdi.
"Oh, Iya saya Kasdi. Saudara sepupu dari Bapaknya Ima, " ujar Pak Lik Kasdi sambil menatap Anika dan Hengki.
Tanpa basa basi seperti kedatangan kami yang pertama kali, kami langsung pada pokok keinginan dari tujuan kami. yakni melanjutkan kisah perjalanan Pak Lik Kasdi kecil saat menjadi gemblak dari Mbah Jo Kromo.
"Ia, kemarin sampai mana, ya? " tanya pak Lik Kasdi.
Aku menuturkan sampai Pak Lik membawa pulang seekor sapi dan membuat kandang," jawabku.
Pak Lik Kasdi nampak mencoba mengingat peristiwa yang terjadi. Atau barang kali mengingat sampai Siman ceritanya. Namun yang jelas Pak Lik Kasdi saat itu seperti sedang berfikir mengingat sesuatu.
"Maaf, Pak Lik, Mbah Jo Kromo itu memberikan seekor sapi, itu untuk upah menjadi gemblak selama berapa tahun?" tanyaku.
Pak Lik Kasdi kemudian tersenyum, matanya menatap pada mata kami berlima secara bergantian.
"Ya, jadi saat saya menjadi gemblak itu sudah umum dengan upah, mendapat seekor sapi dalam waktu tiga tahun," terang Pak Lik Kasdi.
Pak Lik Kasdi juga menerangkan, selama menjadi gemblak itu kita harus mau berada di rumahnya yang menjadikan gemblak kita.
"Seperti saya di gemblak Mbah Jo Kromo. Karena saya sudah mendapat seekor sapi. selama tiga tahun ini saya jarang pulang, meski dekat dari sini, " ujarnya.
"Jadi sapinya itu di berikan lebih dulu. Itu apa semua begitu? "tanyaku.
"Kalau itu saya tidak tahu pasti. Tapi kalau saya sewaktu menjadi gemblak sapi itu diberikan di muka," terang Pak Lik Kasdi.
"Barangkali soal gemblak dan upah sapi, bagi kita selesai. Mungkin Pak Lik bisa melanjutkan kisahnya," kata Ima.
Kami semua mengangguk. Pak Lik Kasdi melanjutkan kisahnya yang tertunda.
Setelah dirinya menerima seekor sapi sebagai tanda kasih dirinya jadi gemblak, dia teringat, akan sebutan yang di gelarnya. Banyak orang menyebut namanya dengan sebutan Kasdi Gemblak.
Namun sebutan itu tidak membuat dirinya saat kecil menjadi sombong. Saat dia di ajak Semaknya ke pasar atau menemaninya ke ladang bila berpapasan dengan tetangganya, dia tetap menyapa seperti biasa.
Namun penampilannya memang berubah. Kasdi yang semula berpakaian ala kadarnya. kini bila ikut Semak harus tampil nggajak. Istilah nggajak berarti rapi. Terlebih bila di suruh semak untuk menemani di Pasar di Warung, dirinya harus berpakaian nggajak. Dengan baju lengan panjang, bertopi memakai kacamata hitam, memakai jam tangan dan sandal slop. Penampilan yang demikian bisa menjadi kebanggaan bagi Semaknya.
Mbah Jo Kromo, selain dirinya menjadi tokoh Warok yang di segani karena memiliki berbagai macam ilmu kesaktian, dirinya juga memilik Group Reog. Maka Pak Lik Kasdi, sebagai gemblak juga harus bisa menari jatilan. Sebab dengan dia menari jatilan ini sebagai bentuk, anaknya Mbah Jo Kromo.
"Mengko bengi, kau ikut latihan dengan sedulur yang ada di sini, " kata Mbah Jo Kromo pada Pak Lik Kasdi kecil.
Pak Lik Kasdi sudah paham, maksud latihan, itu adalah latihan reog, dirinya sebagai jatilan atau penari kuda lumping. Sebab kebanyakan anak yang menjadi gemblak memang harus siap, saat di minta sebagai jatilan. Meski tidak semua gemblak itu adalah jatilan dan tidak semua jatilan itu seorang gemblak.
Waktu malam sekitar jam delapan, orang orang sudah banyak yang berkumpul di rumah Kampung Mbah Jo Kromo. sebab malam itu akan di adakan gladhen (latihan) reog. Para penari gamelan sudah mulai mempersiapkan diri sesuai dengan alat yang di pegangnya.
Saat itu pikiran Pak Lik Kasdi terasa bimbang, apa ia bisa menari jatilan. Sebab seumur umur dia belum pernah ikut berlatih menari Jatilan.
*****
Ada kelanjutannya
mari terus saling mendukung untuk seterusnya 😚🤭🙏
pelan pelan aku baca lagi nanti untuk mengerti dan pahami. 👍
bantu support karyaku juga yuk🐳
mari terus saling mendukung untuk kedepannya