#TURUN RANJANG
Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.
Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.
Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.
*****
"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham
"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
PLAGIAT/MALING = MASUK NERAKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Garansi Uang Kembali
"Gimana?" tanya Zeshan lagi.
Devanka tak segera menjawab, tapi dari raut wajahnya dia sedang berpikir keras. Entah malu atau kenapa, tapi yang jelas Devanka masih diam pasca mendapat pertanyaan sang suami.
"Ehm oke deh. Deal!!"
"Deal?" Zeshan tersenyum tipis, pengakuan Devanka yang tiba-tiba menyanggupi permintaannya cukup membuat Zeshan berpuas hati.
"Iya, apa yang kakak minta? Aku bisa semua loh."
"Oh iya? Bisa semua?"
"Hm, masak bisa, cuci piring bisa, bersih-bersih bisa, nyetir bisa, nguras kolam bisa ... ehm apalagi ya? Benerin genteng juga bisa, Kak," papar Devanka dengan penuh percaya diri dan yakin seratus persen Zeshan tidak akan rugi merogoh kocek dalam-dalam demi uang jajannya.
"Wah, istriku ini banyak sekali bisanya," puji Zeshan sudah tidak pada makna sebenarnya. Jujur saja, melihat wajah polos dan mata bulatnya Zeshan ingin berteriak sekuat tenaga, tapi sekali lagi dia tahan karena otak Devanka mungkin sampai kesana.
"Tentu saja, pokoknya kakak tenang saja ... dijamin nggak bakal rugi, garansi uang kembali kalau sampai aku nggak becus, janji," ucapnya tak lupa menunjukkan dua jari tepat di depan wajah Zeshan.
Pria itu tak lagi bisa berkata-kata, salah dia memang kenapa menggunakan kode-kodean semacam itu. Zeshan menurunkan jemari Devanka, sama sekali dia tidak butuh janji manis dari sang istri, tidak sama sekali.
Lagi pula, pria mana yang memperistri seorang wanita hanya untuk melakukan tugas-tugas semacam itu. "Kalau cuma cari yang bisa benerin genteng, bang Anwar juga bisa, Deva," gumam Zeshan yang hanya Devanka tanggapi dengan senyum tertahan.
"Ya sudah, benerin genteng biarin bang Anwar ... aku bantuin pegang tangganya aja." Devanka kembali bersuara dan menguji kesabaran suaminya.
Percayalah, Zeshan adalah pria penyabar, bahkan di antara keluarganya dia adalah yang paling sabar. Akan tetapi, ketika disatukan bersama Devanka, Zeshan selalu berakhir mengelus dada.
"Terserah kamu saja," gumam pria itu pada akhirnya.
Dia berlalu meninggalkan Devanka dan cucian piring yang baru setengah itu. Niat hati menenangkan diri, Devanka justru mengekor di belakangnya sembari terus membahas uang jajan yang memang belum Zeshan berikan.
.
.
"Aih, Kak Zeshan bentar!!" pekik Devanka kini lancang menahan pergelangan tangan sang suami setelah sejak tadi Zeshan abaikan.
"Apalagi, Deva? Kepala kakak sakit sumpah," keluhnya tak lagi ditutup-tutupi karena istrinya berisik sekali pagi ini.
"Kita belum selesai bicara."
"Bicara soal apa? Hm?" Begitu lembut Zeshan bicara dengan harapan Devanka juga mengerti jika dia lelah sebenarnya.
"Uang jajannya," jawab Devanka dengan wajah memelas karena memang jatah terakhir dari maminya sudah benar-benar habis tepat satu hari sebelum menikah.
Zeshan menghela napas panjang, caranya meminta uang persis Nadeo yang memang harus diberikan detik itu juga. "Mau sekarang?"
"Kalau bisa sih begitu ... aku pesen dimsum sama temen tadi malam, sepertinya bentar lagi kurirnya sampai, Kak, aku tidak pegang uang sama sekali," ungkap Devanka sejujur-jujurnya.
Tanpa sedikitpun ditutup-tutupi karena benar adanya dia dalam keadaan terdesak. Jika bukan karena terdesak, mana mungkin juga dia berani meminta uang pada Zeshan.
Percayalah, perihal uang jajan cukup lama Devanka mengumpulkan keberanian. Dia terpaksa karena saat ini, memang hanya Zeshan yang dia punya.
Awalnya ragu, tapi Devanka menepis semua rasa ragu dan membuang malu demi bisa bertahan hidup sebagai seorang istri baru. Di luar dugaan, Zeshan justru mengabulkannya hari ini juga.
"Gunakan sebaik mungkin ... aku akan mentransfer uang jajanmu setiap tanggal satu," ucap Zeshan menyerahkan debit card yang bisa dipastikan akan menjadi salah-satu sumber pengeluaran utama Zeshan mulai hari ini.
Sengaja dibatasi, walau sebenarnya Zeshan bisa memberikan fasilitas unlimited untuk Devanka, tapi sejak awal menikah sang mertua sudah menegaskan untuk tidak terlalu memanjakannya.
Bukan tanpa alasan, mami Devanka khawatir jika terlalu dimanjakan anak itu menjadi amat boros dan justru terlena dengan kehidupan bak cinderella dalam pelukan Zeshan.
"Thanks, Kak, tapi untuk saat ini aku butuhnya uang cash ... ada tidak?"
Dikasih hati minta jantung, Devanka kembali mengulurkan tangan hingga Zeshan terpaksa membuka kembali dompetnya. Devanka yang memang pada dasarnya mata duitan sengaja mengintip isi dompet Zeshan. "Widih tebel juga nih dompet pak dokter."
"Segini cukup?" tanya Zeshan menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan dan jelas saja Devanka terima dengan senang hati.
"Cukup," jawabnya sembari tersenyum manis, tak lupa dalam hatinya membatin. "Lumayan, sisanya buat jajan lagi nanti sore."
Bahagia sekali dirinya, dan hal itu terlihat jelas di mata Zeshan. Seumur hidup, baru kali ini Zeshan dipertemukan dengan wanita seperti Devanka, dia manja dan memang menurut penuturan sang mertua, di antara tiga anaknya yang paling nyeleneh adalah Devanka.
Malas sekolah apalagi kerja, tapi berambisi jadi orang kaya. Isi otaknya cuma jajan dan membeli barang tak berguna. Kendati demikian, Zeshan tidak keberatan dengan sikap Devanka yang sejak lama mendapat julukan beban keluarga.
Tak berselang lama pasca serah terima debit card dari Zeshan, ponsel Devanka berdering dan agaknya itu adalah panggilan dari orang yang sangat dia tunggu-tunggu.
"Hallo, Mas? Oh udah di depan ya? Okay saya turun ya!!" pungkas Devanka kemudian berlalu pergi meninggalkan Zeshan yang hanya menggeleng pelan.
Namun, baru juga menghilang beberapa saat, Devanka kembali hingga Zeshan mengerutkan dahi.
"Kenapa? Uangnya kurang?" tanya Zeshan kala Devanka semakin mendekat.
Tanpa terduga, wanita itu berjinjit dan mengecup pipi Zeshan sekilas, sangat singkat bahkan tidak lebih dari tiga detik.
"Lupa bilang makasih ... Thanks, Kak Zeshan," ucapnya kemudian berlalu pergi dengan sedikit berlari. Menyisakan Zeshan yang kini tengah mengerjap pelan dan memegang sebelah pipinya. "Dia menciumku barusan?"
.
.
- To Be Continued -