"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35 - Apa kamu tau?
"Selamat sore Bos... Maaf, hari ini saya izin tidak masuk kerja, karena hari ini ada acara sekolah."
Sepenggal pesan singkat Lea kirim pada bosnya di kafe untuk meminta izin. Lea memutuskan untuk mengikuti event 'Glamour Night' malam ini yang di selenggarakan pihak sekolah.
Karena ia pikir perlu hiburan untuk menghibur diri sendiri terlepas dari semua masalah yang di hadapi.
**
Setelah pertengkaran kecil dengan Saga tadi, Lea merasa masih marah. Dia mengunci diri di kamar dan mengabaikan semua yang di katakan ataupun yang di lakukan Saga.
Namun, rasa lapar yang terasa sejak tadi memaksanya keluar dari kamar ketika menjelang senja.
Lea mengintip keluar dari pintu kamarnya untuk memastikan bahwa Saga tidak terlihat di mana pun.
Ketika merasa aman, dengan hati-hati, ia melangkah menuju dapur. Saat tiba di dapur, ia terkejut melihat meja makan yang sudah tertata rapi dengan hidangan yang menggoda selera.
"Hm, pasti ini ulah Paman," gumam Lea dalam hati.
Meskipun dia masih kesal, perutnya yang keroncongan membuatnya berpikir dua kali untuk menolak makanan itu.
Namun, rasa gengsinya masih menahan Lea untuk segera menyentuh makanan yang sudah disiapkan Saga itu.
Lalu, Lea mencari-cari bahan lain di dapur, berharap bisa memasak sesuatu sendiri. Tapi sayangnya, persediaan telur di rumah pun habis.
Dan semua bahan yang ada tidak cocok untuk dijadikan makanan cepat saji yang bisa mengobati rasa laparnya.
Dengan sedikit enggan, Lea akhirnya menyerah. Ia duduk di kursi meja makan seraya menatap hidangan di depannya.
"Kalau aku tidak makan, pasti aku akan kelaparan. Tapi Paman Saga… dia benar-benar membuatku kesal!," gerutunya sambil melirik makanan yang terhidang rapi.
Setelah memastikan sekali lagi bahwa Saga tidak berada di sekitar, Lea akhirnya memutuskan untuk mulai makan.
Sendok demi sendok, ia melahap makanan itu dengan lahap hingga rasa laparnya akhirnya mengalahkan gengsinya.
Rasa makanan itu ternyata sangat lezat, dan tanpa sadar, Lea hampir melupakan amarahnya.
Namun, di tempat yang tidak terlihat oleh Lea, Saga diam-diam memperhatikannya. Dia berdiri di sudut ruangan, di balik pintu dapur yang sedikit terbuka dan memperhatikan setiap gerakan Lea dengan senyum tipis di wajahnya.
Setelah Lea menyelesaikan makanannya, tiba-tiba Saga muncul di dapur tanpa diduga hingga membuat Lea terkejut.
Wajahnya langsung memerah karena malu, dan dia buru-buru berdiri dari kursi untuk mencuci piring yang baru saja dia gunakan.
Menyaksikan tingkah laku Lea yang kikuk itu, Saga pun tidak bisa menahan senyumnya.
Adapun Lea, ia merasa sangat canggung, tapi berusaha mengalihkan perasaannya dengan sibuk membersihkan piring.
Sementara itu, Saga mendekatinya dengan perlahan, kemudian bersandar di dinding seraya menatap Lea yang tampak acuh tak acuh.
"Kamu masih marah?," tanya Saga lembut, namun Lea tetap diam dan tidak menoleh sedikit pun. "Apa kita bisa bicara sebentar?."
Gerakan tangan Lea yang semula cepat kini melambat, dan dia membiarkan air mengalir begitu saja padahal piringnya sudah bersih.
Melihat Lea yang hanya berdiam diri, Saga pun mendekat dan mematikan keran air. Dia kemudian mengambil piring yang sedang dicuci Lea dan menyimpannya di samping.
"Mari duduk," ucap Saga sambil meraih tangan Lea, lalu menuntunnya untuk duduk kembali di kursi meja makan.
Kini Lea menunduk dan enggan menatap Saga, sementara Saga mengambil selembar tisu dan perlahan mengeringkan tangan Lea yang basah.
Setelah selesai, Saga pun bertanya, "Lea, apa selama ini Paman pernah berbohong padamu?," tanya Saga dengan serius.
Lea mendongak lalu menatap mata Saga, dan menggelengkan kepalanya. Tidak, sejauh yang dia ingat, Saga itu selalu jujur padanya.
"Lalu kenapa kamu tidak percaya saat Paman bilang kalau antara Paman dan Nadia tidak ada apa-apa?," lanjut Saga, mencoba menelusuri pikiran Lea.
Lea terdiam, pikirannya berputar, tapi mulutnya terasa kaku untuk menjawab. Meskipun dia ingin percaya, pemandangan yang dia lihat malam itu begitu jelas di ingatannya.
"Paman dan Nadia hanya teman, Lea. Kami tidak pernah memiliki hubungan apa pun. Apalagi berbuat macam-macam, itu mustahil," jelas Saga dengan sabar, berharap bisa mengembalikan kepercayaan Lea.
Lea tetap diam, tapi hatinya mulai goyah. Meski masih ada keraguan, sedikit demi sedikit kepercayaannya pada Saga mulai kembali.
"Kamu tahu, Lea," kata Saga setelah hening sejenak, "justru Paman yang merasa keberatan saat melihatmu dekat dengan laki-laki lain. Paman tidak suka kalau ada orang yang mencoba mendekatimu, seolah dia akan mengambil sesuatu yang sangat berharga dari Paman."
Kata-kata itu membuat pikiran Lea melayang. Ia teringat perasaannya sendiri saat melihat Saga bersama Nadia.
Perasaan cemburu yang menyakitkan, seolah sesuatu yang berharga akan hilang dari genggaman.
"Lea, apa kamu pikir Paman menyukai Nadia?," tanya Saga, membuyarkan lamunan Lea. Dengan cepat, Lea pun mengangguk yakin.
"Paman memang menyukai seseorang. Seseorang yang sangat berarti. Tapi itu bukan Nadia," kata Saga. "Apa kamu ingin tahu siapa orang itu?."
Lea terkejut mendengar pertanyaan itu. Pikirannya langsung berputar, tapi sebelum bisa berpikir lebih jauh, ia segera memalingkan wajahnya dan menolak kenyataan yang mungkin akan didengarnya.
"Tidak, lebih baik Lea tidak tahu," jawabnya yakin.
Saga menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau kamu tidak mau tahu," katanya sambil bangkit dari kursinya dan beranjak pergi.
Lea menatap punggung Saga yang semakin menjauh. "Apa sih maksud Paman Saga? Dia mengajakku bicara hanya untuk memberitahu orang yang dia cintai? Apa itu tidak keterlaluan?!," gerutunya sambil menggigit kerupuk yang ada di meja.
**
Hari mulai gelap, dan suasana di luar jendela perlahan berubah menjadi malam yang dingin dan tenang.
Di dalam kamarnya, Lea tengah bersiap-siap untuk acara malam ini, event 'Glamour Night'. Di depan cermin besar yang terpajang di dinding, Lea melihat bayangan dirinya yang berbeda dari biasanya.
Lea mengenakan gaun malam yang elegan, berwarna hitam dengan aksen perak di bagian pinggang, yang pas membalut tubuhnya.
Gaun itu terbuat dari bahan satin yang berkilau lembut di bawah cahaya lampu kamar hingga memancarkan aura keanggunan dan kemewahan.
Potongan gaunnya yang simpel namun anggun, memamerkan lekuk tubuhnya dengan sempurna.
Rambut panjang Lea yang biasanya tergerai bebas, kini ditata dengan rapi, digulung setengah ke atas dengan beberapa helai rambut yang dibiarkan terurai, untuk memberikan kesan yang lebih santai namun tetap elegan.
Dia mengenakan anting-anting kecil berkilau, dan kalung perak yang melingkar di lehernya, untuk membuat penampilannya semakin menawan.
Wajahnya dipoles dengan riasan yang natural sehingga terlihat cantik alami. Dengan memakai lipstik berwarna merah muda di bibirnya menambah kesan segar pada penampilannya.
Perlahan pintu kamar Lea terbuka dan menarik perhatian Saga yang sedang duduk di kursi. Lalu Lea keluar dari kamarnya dan penampilannya itu sukses membuat Saga terpaku juga terpesona, namun ia segera menetralkan pikirannya.
"Lea, mau pergi kemana?."
"Acara sekolah."