Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Karena tidak diijinkan bertemu dengan Zay, Adhisty memutuskan untuk pergi saja.
"Nona, sebaiknya Anda ikut saya!" ucap pria yang tadi menjemputnya tiba-tiba.
"Eh bapak lagi, ikut kemana, pak?"
Pria itu sedikit menghela napas, apa dia setua itu hingga dari tai di panggil bapak terus oleh istri muda bosnya tersebut.
Bukannya menjawab, pria itu malah menarik tangan Adhisty, gadis itu terpaksa mengikutinya hingga sampai di sebuah ruangan dimana Zayn sudah menunggunya di sana.
Adhsity tercengang melihat Zayn di sana.
Tatapan Zayn langsung mengarah kepada tangannya asistennya yang menggandeng tangan Adhisty. Asistennya tersebut langsung melepaskan tangan Adhisty.
"tinggalkan kami berdua, do!" ttitah Zayn pada asistennya bernama aldo tersebut.
Tinggallah Mereka berdua saja. Adhisty menatap tajam suaminya yang terlihat acuh tersebut, "Kenapa kamu lakuin ini? Kamu tidak bisa seenaknya dong melarang aku bekerja disana lagi Selama pekerjaanku yang lain tidak menggangu pekerjaanku untuk mengandung anakmu," Protesnya. Ia merasa Zayn terlalu mengekangnya dan ia tak suka itu.
Zayn masih diam dan menunggu Adhisty menuntaskan uneg-uneknya.
Melihat suaminya yang hanya diam saja tak menyahut, Adhisty menjadi kesal sendiri.
" Pokoknya aku nggak mau berhenti kerja, dan tolong kamu untuk tidak ikut campur urusanku di luar kerja sama kita!" setelah mengatakannya, Adhisty memutar badannya lalu melangkah.
"Apa begini sikap seorang istri kepada suaminya? membangkang!" suara Zayn tak menyurutkan langkah Adhisty. Apa pria itu sedang menerangkan perannya sebagai suami sesungguhnya? entahlah, Adhisty berusaha tak peduli.
"Kalau kau masih kekeuh untuk bekerja di sana, jangan salahkan saya jika tempat itu hancur!" kalimat Zayn kali ini berhasi;l menghentikan langkah Adhisty tepat di depan pintu.
Wanita itu menoleh, "Kenapa? kau suka sekali melihatku susah? Aku hanya ingin bekerja, kalau tidak boleh di sana, biarkan aku cari kerja di tempat lain," ucapnya.
Zayn bergeming, yang artinya keputusannya untuk melarang Adhisty bekerja sudah bulat dan tajk bisa di ganggu gugat.
"Saya hanya tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan anakku. Ini demi kebaikan kamu dan dia," ujar Zayn mutlak.
Rasanya Adhisty sangat gondok sekali, pria di depannya itu hanya diam saja mampu membuatnya jengkel, apalagi jika bicara, " sabar Dhisty, jangan terlalu membencinya, nanti anakmu jadi mirip dia," batinnya.
" Apa?" tanya Zayn yang menyadari Adhisty menatapnya dengan wajah di tekuk.
"Nggak apa-apa!"
"kalau tidak ada lagi yang ingin kamu katakan, kamu boleh pergi! Dan ingat, pulang ke rumah, jangan ke tempat itu lagi! Untuk kebutuhan ayahmu, biar itu menjadi urusan saya," ucap Zayn.
Adhisty menghentakkan kakinya lalu pergi. Zayn mengembuskan napasnya setelah Adhisty keluar. Ia mengusap wajahnya kasar," Kau membuatku takut, takut tidak Bisa mengendalikan perasaanku jika kau terus begini," gumamnya dalam hati.
.............
Adhitsy benar-benar langsung pulang ke rumah. Ia hanya mampir sebentar ke tukang cilok yang ada di pinggir jalan
"Tumben jam segini udah di rumah? Nggak kerja?" tanya Salwa saat melihat Adhisty sedang duduk menikmati cilok yang ia beli tadi.
"harusnya aku yang tanya gitu, tumben mbak Salwa di rumah?" Adhisty balik bertanya. Karena selama ia tinggal di rumah tersebut, ia jarang melihat wanita itu di rumah siang hari saat dirinya tak kuliah maupun bekerja.
Salwa tak menyahut, wajahnya berubah asam mendengar Adhisty membalikkan pertanyaannya," Kamu makan apa itu?" tanyanya.
"Cilok, mbak mau? aku bagi kalau mau?" tawar Adhisty.
"Kamu tuh lagi hamil, Dhisty. Jangan suka jajan sembarangan dong, Dhisty. Itu kan nggak higienis, apalagi samai merah begitu, pasti pedas sekali,"
"Aku ingat kok mbak kalau lagi hamil, makanya aku beli cilok ini karena pengin banget kayak orang ngidam gitu, takutnya anaknay nanti malah ileran kalau aku tahan buat nggak jajan. Mbak tenaga aja, aku dari balita sampai sekarang suka Jajan di pinggir jalan begitu aman kok, tempatnya juga bersih, penjual sekarng kan sudah pada pintar-pintar mbak, kalau tempatnya gak bersih ya pelanggan gak ada yang mau beli pastinya,"
Baru juga mulut Salwa ingin bicara lagi menyanggah ucapan Adhisty tapi keburu terdengar suara bel bunyi.
" Itu pasti mommy sama daddy, kamu harus jaga sikap di depan mereka, buang itu ciloknya baru temui mereka," ucap Salwa. Ia langsung memutar kursi rodanya untuk menyambut kedatangan mertuanya.
Salwa sengaja di rumah karena pagi tadi ibu mertuanya mengabarkan akan datang.
"mom, dad!" sapa Salwa ketika melihat Elang dan Senja masuk kedalam. Ia menyalami mertuanya tersebut bergantian, "Bagaimana kabarmu, sayang?" tanya Senja setelah mereka duduk.
"Seperti yang mommy lihat, Salwa sehat dan bahagia karena sebentar lagi Salwa dan bang Zayn akan memiliki anak," jawab Salwa.
Senja hanya tersenyum tipis mnednegar jawabnya Salwa. Bukannya ia tidak senang karena sebentar lagi Zayn akan memiliki anak. Hanya saja, ia tak begitu suka dengan cara penyampaian Salwa barusan. Seolah wanita itu mengklaim jika itu hanya bayinya dan Zayn saja. Sebagai seorang wanita tentu ia merasa kasihan dengan Adhisty.
" Ngomong-ngomong, dimana Dhisty? Apa dia tidak di rumah?" Senja menanyakan menantunya yang satu lagi.
"Oh, Dhisty ada. Dia baru saja pulang kuliah sepertinya, sebentar Salwa panggilan," Salwa hendak memutar kursi rodanya, namun Adhisty sudah muncul.
Adhisty tersenyum kepada Elang dan Senja.
Senja langsung berdiri dan memeluk Adhisty, "Apa kabarmu, sayang?" tanya Senja.
"Alhamdulillah, Dhisty sehat mom," sahut Adhisty.
Senja mengurai pelukannya karena Adhisty tak membalas pelukannya. Adhisty menunduk, tangannya ia sembunyikakn di belakang tubuhnya. Senja mengernyit heran, ia lalu mengintip ke belakang Adhisty, rupanya wanita itu menyembunyikan cilok yang atdi abru beberapa ia makan. Sayang jika harua ia buang karena ia masih ingin memakannya.
"Maaf, mom," ucap Adhisty yang tak enak hati layaknya anak kecil yang ketahuan makan permen diam-diam.
"Ya ampun, boo. Dia mengemaskan sekali, lihatlah,"
Elang tersenyum menanggapi ucapan sang istri. Kepolosan gadis itu mengingatkannya pada masa muda sang istri.
"Tidak maslah, sayang. Kayaknya renak sekali, mommy boleh icip?" ucap Senja.
Mata Adhisty langsung berbinar, "Mommy nggak marah?"
Senja tergelak, ia menuntun menantunya untuk duduk. Tak lupa Adhisty menyalami daddy mertuanya terlebih dahulu. Elang mengusap rambutnya penuh kasih sayang. Membuat Adhisty ingat dengan ayahnya yang tinggal seorang diri.
"Kenapa mommy harus marah? sesekali jajan itu perlu juga buat menjaga kewarasan, iya kan?" Senja mengedipkan satu matanya.
"Iya, mommy benar. Apalagi jajan-jajan di pinggir jalan tuh enak-enak banget. Nampol di lidah," sahut Adhisty yang tak canggung lagi. Ia merasa menemukan partner sefrekuensi dengannya, yaitu mommy mertuanya tersebut.
Mereka mengobrol sangat akrab sekali. Tak lu[a Senja dan Elang mengucapkan selamat atas kehamilannya," Mommy senang sekali saat Zayn mengatkan jika kamu tengah hamil. Selamat ya sayang. Jaga kandungan kamu baik-baik. Jangan stres-stres, di bawa enjoy saja. Kalau ingin sesuatu, bilang saja sama Zayn atau Salwa. Atau bilang ke mommy dan daddy. Jangan di tahan, nikamti masa ngidam kamu dengan suka cita, benarkan Salwa?" ucap Senja. Ia memang sama sekali tak membedakan antara Salwa dan Adhisty. Baginya mereka adalah sama-sama menantu kesayangannya.
Salwa hanya mengangguk dan tersenyum," Iya, mom. Salwa juga berusaha memberikan yang terbaik buat Dhisty dan bayi kami. Tapi, ya gitu. Adhisty sekarang hanya mau masakan bang Zayn di rumah ini,," ucapnya kemudian.
Senja tersenyum" Tidak apa-apa. Biar anak itu belajar jadi ayahyanng baik. Sekali-kali perlu juga kasih dia pelajaran seperti itu, biar bisa lebih peka dan menghargai orang lain. Lagian ini kan demi calon anaknya. Mommy ingin lihat keseriusannya. Pasti lucu ya lihat dia masak di dapur dengan wajah kakunya itu," timpal Senja yang benar-benar di luar ekspektasi Salwa. Ia pikir wanita itu akan memarahi Adhisty, tapi ini malah mendukungnya.
" Maaf ya mom, bukan maksud Dhisty mengerjai dia, tapi ya gimana, emang anaknya maunya makan masakan ayahnya," Adhisty jadi merasa tak enak hati.
"tak masalah, sayang. Mommy dukung!"
Adhisty tersenyum. Ternyata mertuanya asyik, tak seperti bayangannya selama ini. Jika ingat Zayn ia jadi tak yakin kalau pria itu lahir dari rahim wanita seperti Senja. Atau ajang-jangan suaminya itu anak pungut, Adhisty jadi berpikir yang tidak-tidak.
"em, kalau sekarang, kamu mau makan apa? mungkin mau mommy masakin? mumpung mommy disini, Salwa juga mau mommy masakin apa? ah, mommy tahu! Mama masakin masakan kesukaan kamu seperti biasa. Kalau Dhisty, mommy Belum tahu makanan kesukaannya apa?"
"Aku apa aja mau, mom. Tapi, maaf kalau misal nanti ku nggak bisa makan masakan mommy. Nanti aku coba, semoga saja bisa masuk ke perut,"
"Iya, semoga cucu mommy mu masakan omanya, ya?
Melihat kedekatan antara Senja dan Adhisty, menimbulkan perasaan cemburu di hati Salwa. Seandainya saja dirinya yang hamil, pasti mertuanya akan lebih senang dan bahagia, mereka pasti akan lebih memanjakannya.
Akhirnya mereka bertiga masak di dapur, Adhisty dan Salwa membantu Senja masak. sementara Elang memilih duduk santai di ruang keluarga.
..........
Setelah mengantar kedua mertuanya yang akan pulang sampai ke depan pintu, Adhisty langsung berbalik dan masuk ke dalam.
"Tunggu, Dhisty!" sergah Salwa.
Adhisty menghentikan langkahnya, "Ada apa, mbak?" tanyanya sopan.
"Aku harap kamu tidak terlalu bawa perasaan atas perlakuan mommy dan daddy tadi kepadamu. Mereka hnay senang karena akan mendapat cucu dari bang Zayn. Kamu jangan terlena dengan kebaikan mereka. Jangan terlalu mendalami peranmu sebagai istri dan menantu di sini, aku hanya tidak ingin kamu terluka nantinya. Fokus saja dengan peranmu sebagai ibu pengganti untuk kami," salwa memperingatkan Adhisty dengan lembut.
" takut aku terluka, atau kamu takut cinta mereka terbagi bahkan mungkin berbalik kepadaku. Atau mungkin takut kehilangan sumber uang? yang mana yang mbak takutkan di sini? semuanya?" batin Adhisty.
"mbak, Salwa jangan khawatir, aku hanya berusaha memerankan peranku dengan sebaik mungkin. Supaya mbak tidak rugu sudah membayar mahal kepada keluargaku," ucap Adhisty sebelum akhirnya ia pergi ke kamarnya.
.............
Karena tadi sore sudah makan masakan mommy mertuanya yang ternyata ia bisa makan, Adhisty melewatkan makan malam. Ia sendiri heran kenapa bisa lahap juga makan masakan wanita yang telah melahirkan suaminya tersebut, mungkin karena wanita iru masak dengan sepenuh hati. Bumbu cinta dan kasih sayang yang tulus sebagai pelezat makannya, hingga Adhisty nambah dua kali tadi.
Alhasil, Adhisty tidur lebih awal. Ia sama sekali tak tahu kapan suaminya pulang, toh yang akan menyambut kepulangan suaminya Salwa.
Saat tengah malam Adhisty terbangun. Perutnya sudah keronconngan kembali. Dalam bayangannya, ia ingin makan mie instan buatan Zayn. Ia sampai hampir ngeces membayangkan nya saja.
Tapi, dipikir lagi. Tak mungkin juga dia membangunkan Zayn yang sedang tidur dengan Salwa tengah malam begini, bisa di telan hidup-hidup dia sama pria itu.
Akhirnya, Adhisty terpaksa akan membuatnya sendiri. Ia bangun untuk turun ke dapur. Ia berjalan mengendap-endap, tanpa menyalakan lampu seperti seorang maling karena tak ingin mengganggu penghuni rumah lainnya, terutama para pelayan yang pasti pada lelah dan butuh istirahat.
Ternyata dugaanya salah, Zayn tak tidur di kamarnya, tapi pria itu tidur disofa yang harus di lewati Adhisty ke dapur.
Mendengar suara langkah kaki, Zayn membuka matanya. Ia pikir ada maling yang menyusup ke rumahnya. Dengan sigap, ia menangkap Adhisty yang ia kira maling tersebut.
"Siapa kamu?" tanya Zayn dingin.
Adhisty merintih kesakitan, mendengar suara yang tak asing, Zayn segera menyalakan lampu. Ia terkejut ternyata yang dia pelintir tangannya itu Adhisty.
"Kamu?"
"lepas, sakiiit!" ucap Adhisty merintih.
Zayn refleks langsung melepas tangan Adhisty mendengar wanita tersebut kesakitan
...----------------...