NovelToon NovelToon
Queenzy Aurora Wolker

Queenzy Aurora Wolker

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: aili

Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

Karena masih di rumah sakit akhirnya damian menyempatkan untuk pergi mencari ruang rawat pasien yang tadi adiknya tabrak.Seharusnya bisa saja damian meminta anak buah mereka tapi karena ini permintaan dari ibu ratu Theodore, jadilah ia yang harus meluangkan waktu sendiri.

Kembali ke lantai dua dan berbelok ke arah bangsal di block atas. damian pergi ke arah meja Kepala Perawat yang ada di depan pintu masuk bangsal.Saat melihat kedatangan damian, jelas wanita berpakaian

suster itu sigap berdiri. Dia kenal siapa sosok anak muda tampan bertubuh ideal nan kekar itu. Satu rumah sakit ini

sudah terkantongi atas nama keluarganya.

"Ada yang bisa saya bantu? Tuan muda!"

"Aku ingin bertemu Pasien yang baru di bawa ke sini dua jam lalu," jawab damian membuat

Kepala Perawat rumah sakit tersebut terdiam.

"Pasien yang masuk bangsal 2 jam lalu ada banyak, Tuan! Apa bisa disebutkan secara spesifik?"

"Aku tidak terlalu tahu tapi

yang jelas dia wanita. Adikku tidak sengaja

menabrak bangkar rawatnya di koridor lantai ini."

Kepala Perawat itu mengangguk segera meminta seseorang mengirim file cctv

dua jam lalu di koridor lantai.Saat rekaman telah diputar, ia segera melihatnya. Pada

menit ke 30 ada anak kecil yang diduga leana menabrak bangkar rawat seseorang. Bisa

dilihat terjadi sedikit keributan sampai akhirnya damian datang

"Baik. Tuan! Saya akan mencari nama Pasien ini dulu. Mohon tunggu sebentar!" ucapnya dengan sopan.

DAMIAN mengangguk menunggu di depan meja tersebut sembari bermain ponsel membiarkan Kepala perawat rumah sakit memasuki kamar tempat para Pasien dirawat.

Drett!

Ponselnya menyala. Ada panggilan dari dimas salah satu orang kepercayaan damian di Markas mereka.

"Tuan Damian!"

"Katakan!"

"Misi selesai. Mereka mengaku dibayar oleh Paman Nona Aurora sendiri untuk melukai Nona kemaren malam.Apa orang suruhan ini

langsung dilenyapkan? Tuan!"

Damian masih diam. Tidak sangka yang menyewa anak-anak motor jalanan itu untuk melukai Aurora adalah pamannya sendiri. Padahal damian merasa mereka dulu saat

usianya masih 7 tahun masih baik-baik saja.

"Tuan!"

"Kembalikan motor itu ke apartemennya! Selebihnya jangan sisa-kan apapun!" titah Damian tegas kemudian mematikan sambungan.Dia berusaha untuk tidak peduli dan acuh tetapi Damian tidak bisa. Mungkin dia memang benci dan risih dengan

Aurora namun, Damian tetap tidak bisa membiarkannya mati begitu saja. Padahal ia bukanlah orang yang punya empati tinggi.

Sibuk dengan pikirannya,Damian sampai tidak sadar Kepala perawat rumah sakit tadi sudah

keluar ruangan dua kali memanggilnya.

"Tuan! Tuan muda!"

Lamunan Damian buyar hingga

segera menoleh.

"Ada? Jika tidakaku akan

datang lain kali."

"Pasiennya baru saja sadar,Tuan! Gadis itu baru saja selesai melakukan operasi kecil dua

jam lalu. Sekarang Tuan bisa menemuinya."

Damian mengangguk mengerti sembari menyimpan ponselnya kemudian mengikuti langkah wanita itu yang membukakan

menyuruhnya masuk.Hal pertama yang damian lihat adalah deretan ranjang rawat

para Pasien berjejer secara horizontal dengan tirai-tirai pembatas masing-masing.

Wajahnya terlihat risih karena ada yang beberapa kali batuk dan ruangan ini tidak

steril karena bercampur dengan orang-orang yang punya penyakit berbeda-beda.

Merasa Damian tidak nyaman dan wanita itu memaklumi, akhirnya dia angkat bicara.

"Jika Tuan Damian merasa tidak

nyaman sebaiknya menunggu

di ruangan lain. saya akan

membawa Pasien itu keluar."

"Tidak perlu. Cepat tunjukan ranjang rawatnya!"

Kepala Perawat rumah sakit itu mengangguk dan mengiring damian dengan hati-hati menegur para Suster yang berkumpul lelaki muda nan tampan memasuki bangsal mereka.Gilanya sosok Damian memang

semendominasi itu karena rata-rata yang ada di sini adalah lelaki paruh baya dan lansia.

"Tampan sekali ya Tuhaan!! Aku tidak kuat, Tolong!"

"Ternyata benar. Bibit orang berkuasa itu tidak pernah gagal. Tuan muda Damian memang

sangat gagah."

"Apa dia punya kekasih?"

"Rasanya mustahil jika tidak punya."

Mereka saling berbisik ria dan Damian hanya mengabaikan seolah sudah terbiasa. Dia lebih

fokus pada langkah wanita di depannya yang berhenti didepan tirai pembatas paling

ujung dekat dinding.

"Silahkan Tuan!"

Ketika tirai itu ditarik Damian hanya diam setia dengan ekspresi datarnya. Namun, saat

penampakan di dalam sana sudah terlihat dahinya langsung mengernyit.

Kosong? Yah. Tidak ada orang sama sekali membuat Kepala Perawat itu juga heran menatap segan Damian.

"Maaf Tuan. Sebentar saya

cari dulu."

Damian menghembuskan nafas berat. Dia tidak punya waktu menunggu seorang Pasien

rumah sakit yang pecicilan entah kemana.

Kepala Perawat itu mendekati para Suster dengan mata bertanya-tanya.

"Di mana Pasien yang ada di ranjang rawat itu?"

"Gadis konyol yang tadi baru selesai operasi. Bu Kepala?

Wanita itu mengangguk mengiyakan sesekali melempar senyum kaku pada Damian yang

hanya merespon datar tanpa niat bicara. Dari raut wajahnya sudah jelas ia bosan.

"Kemana dia? Sudah ku katakan untuk menunggu bukan?"

"Dia tadi mau buang air kecil. Sekarang ada di kamar mandi ditemani Suster lain!"

Wanita itu menghela nafas kembali mendekati Damian yang beberapa kali mengusap ujung bersin-bersin dan batuk

sembarangan.

"Maaf Tuan muda. Nona itu sedang ada di kamar mandi. Mungkin sebentar lagi akan keluar."

"Hm. Katakan padanya jika masalah anak kecil yang menabraknya tadi tidak perlu

dipikirkan. Aku akan mengganti rugi atas kesalahan yang adikku lakukan. Kirimkan

nomor rekeningnya padaku.

"B-baik. Tuan muda! Maaf jika saya membuat anda menunggu."

Damian mengangguk seadanya kemudian berjalan pergi ke arah pintu. Sayangnya ada

Pasien lansia yang tiba-tiba muncul dari balik pintu tengah berjalan didampingi Suster

dengan perlahan masuk. Damian memijat pangkal hidungnya merasa terjebak

dengan orang-orang berkelainan.

"Aku sudah tidak mau dibantu. Lepaas! Aku sudah bisa berjalan sendiri."

"Kakek! Jangan keras kepala. Tadi baru saja jatuh dan sekarang Kakek harus istirahat."

Perdebatan lansia itu tak kunjung reda di depan pintu.Damian ingin sekali

menendangnya tapi masih sekarang ia telah jadi pusat perhatian.Bajingan memang!

Sementara di belakang sana. Perdebatan kecil terjadi. Bagaimana tidak? Aurora yang

baru keluar kamar mandi dengan tiang infus dipegang suster bahkan berjalan saja ia

susah langsung dibuat emosi saat mendengar penjelasan kepala perawat di depannya.

"Sombong sekali sialan ituu!! Dia meminta

nomor rekeningku hanya karena ada adiknya yang menabrak ranjang rawatku??"

Mereka kelabakan saat aurora bersungut-sungut merasa tersinggung.

"N-Nona! Tolong kecilkan suara anda. Tuan muda itu berniat baik mau memberikan ucapan permintaan maaf.

"Tapi tidak ada aku dengar dia mau minta maaf. Hanya meminta rekening. Apa dia

pikir dunia ini punya nenek moyangnya, haa??" amuk

Aurora tidak terima.Suasana ruangan agak

berisik karena banyak pasien-pasien sibuk dengan masalahnya masing-masing.

Apalagi damian tengah terjebak di dekat pintu sana.

"Sekarang di mana dia?? Di manaa??"

"Susst! Nona tolong. Jangan mencari masalah. Dia bukan orang sembarangan," peringat suster yang tadi menemaninya.

"Matanya masih dua-kan? Darahnya masih merah dan belum pernah makan besi-kan?"

"T-tapi..."

"Di mana dia?" desak

Aurora hingga Kepala Perawat itu mau tidak mau menatap ke arah punggung kekar dan bahu lebar damian yang membelakangi

"Nona! Anda..."

Karena terlampau emosi Aurora berjalan susah payah mendekati sosok itu. Mungkin

karena terlalu kesal ia tidak sadar bentuk dan postur tubuhnya amat familiar.

"Kakek! Kakek menurut, ya? Tuan ini mau lewat. Kita masuk, ok?"

Suster itu masih berusaha membujuk lansia tersebut mencak-mencak segera menoyor punggung lelaki tinggi ini.

Bugh!

Damian terperanjat saat ada yang meninju kecil punggungnya dengan berani. Apalagi suasana bising ruangan menjadi backsound keadaan membuat Damian bertambah kesal

sekaligus emosi. Saat Damian masih diam

dengan wajah mengeras dan tangan terkepal, Aurora makin menjadi. Satu tangan kirinya

memegang tiang infus dan ia ketukan dua kaki ke punggung keras Damian. Hal itu membuat seisi ruangan mendadak hening.

Mereka semua ciut melihat wajah geram Damian yang mendingin sementara Aurora

justru mencari mati terus menoyor-noyor punggung Damian. Alhasil Kepala Perawat di

belakang sigap mendekat dengan agak panik.

"T-tuan! Maafkan Nona ini. Dia memang agak spesial." Whaaat? Spesial?? Aurora tersinggung. Kata spesial seolah bermakna agak negatif. Bibir bawahnya ia kulum dalam dengan hidung kembang kempis pertanda

murka.

"Maaf Tuan! Silahkan anda.Damian tidak mau mendengar apapun dan ingin lanjut pergi

tapi semua mata terbelalak saat Aurora melempar sendal kamar mandinya mengenai

kepala damian.

"Astagaa!!"

Mereka menutup mulut rapat dengan wajah amat tegang. Damian sudah mendidih menatap sendal kamar mandi yang jatuh di dekat kakinya kemudian berbalik.

"Kaau.."

"APAAA???!" sungut Aurora tidak kalah meninggi dan menantang.

Degg!!

Mata Aurora melotot terkejut melihat Damian sedangkan lelaki itu mematung diam seolah merasakan hal yang sama. Semua orang masih dalam mode bisu menahan nafas

takut-takut jika Damian akan menampar atau menerjang Aurora misalnya.

Mata keduanya saling menatap dalam didominasi oleh rasa syok. Aurora sampai lupa berkedip karena tak percaya Damian ada di ruangan seperti ini.

"Uhuuk!"

Suara batuk Pasien yang sejak tadi mengganggu Suasana menyadarkan keduanya. Aurora segera membuang muka

Walau ekspresinya masih datar tapi entah bagaimana kondisi pikirannya sekarang.

"T-tuan! Maaf sekali lagi. Saya mewakilan nona ini untuk minta maaf," ujar Kepala

Perawat tadi dengan wajah pias. Pasalnya Aurora benar-benar lancang dan sudah

kelewatan.

Baik Aurora maupun Damian tidak ada yang buka suara. Suasana canggung mulai terjadi

membuat mereka bingung mau melakukan apa sampai kepala perawat itu menatap Aurora penuh ketegasan.

"Minta maaf sekarang. Ayo!"

Aurora linglung. Dia tidak pernah terpikir bertemu Damian apalagi ini diluar prediksinya. Aurora tidak mau Damian

melihatnya lemah apalagi sampai kasihan. Aurora tidak suka itu.

"M-I-N-T-A M-A-A-F sekaraang!"

tekannya merasa geram dan panik.

Aurora mengambil nafas dalam. Melihat semua orang menunggu apa yang ia katakan

dan berbahaya bersikap seperti biasanya pada Damian di depan banyak orang maka Aurora mengambil sebuah keputusan.

"Maaf! Maafkan saya Tuan muda damian!" ucapnya dengan formal dan terkesan tidak saling Entah kenapa terdengar tidak enak di telinga. Entah di telinga siapa kalian bisa

menebak sendiri.

"Maafkan saya. Masalah adik anda. Tidak perlu dipikirkan. Saya mengerti.

"B-bagaimana Tuan?" tanya Kepala Perawat itu menatap Damian yang masih menatap ke

arah lain. Ekspresinya amat dingin

sekali.

"Tuan!"

Damian menatap datar Aurora. Tatapan yang tidak dapat diartikan tapi yang jelas. Ada

rasa marah di sana.

"Tuan! Apa anda memaafkan Nona ini? Saya juga merasa mustahil dimaafkan

karena telah melakukan tindakan seperti itu tapi..."

Ucapan wanita itu terhenti mengatakan apapun. Mereka semua saling pandang sedikit lega kemudian beralih pada

Aurora yang masih diam mematung menatap pintu tempat damian pergi tadi. Entah kenapa rasanya ia tidak puas dengan respon damian.

Padahal sudah jelas dia tidak mau damian terlibat dalam apapun itu masalah hidupnya.

Tapi kenapa rasanya masih sakit? Seharusnya ia senang saat Damian tidak peduli apapun

kondisinya saat ini bukan? Mendapati hal itu Aurora hanya tersenyum hambar

kembali berjalan ke arah ranjang rawatnya. Tidak ada yang berani bertanya pada

Aurora karena mendadak wajah gadis cantik itu muram.

Sementara di dalam lift sana damian

meremas tangannya sendiri. Rasa marah tapi

tidak mengatakan apapun padanya dan tiba-tiba bertemu dalam keadaan seperti itu?

Teringat pernyataan Kepala Perawat sebelumnya. Aurora baru saja menjalani operasi kecil. Padahal sesuai hasil

laporan anggotanya, Aurora tidak sempat dilukai oleh para Geng motor tadi malam.

"Fuckk!!" umpat Damian

mengusap wajahnya kasar

karena pikirannya mulai kusut.

1
Nuzul'ea
damian ini cuek tapi perhatian,yaa walaupun aurora gak tau
بنتى بنتى
next
N Kim
terima kasih😊
Dewi hartika
next thor terus, berinspirasi selalu, semangat.
Nuzul'ea
kak semangat terus up nya aku tunggu,ceritamu kerenn/Ok//Good//Good//Good/
Dewi hartika
hem udahlah tinggalkan damian itu, karna tak menghargai perjuanganmu, lebih baik jalani hidup dengan kebahagiaan, dari pada kecewa dan rasa sakit, next thorr.
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
lanjut
Aisyah Azzahra
Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan suasana.
N Kim
terima kasih sudah mau membaca ceritaku/Smile/
Tsumugi Kotobuki
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!