"Jika aku harus mati, maka aku akan mati karena Allah dan kembali pada Allah, bukan menjadi budakmu."
"Hati - hati Jingga, Semakin tinggi kemampuanmu, maka semakin Allah akan menguji dirimu. Tetaplah menjadi manusia yang baik, menolong sesamamu dan yang bukan sesamamu."
"Karena semakin tinggi kemampuanmu, semakin pula kamu menjadi incaran oleh mereka yang jahat."
Dalam perjalanan nya membantu sosok - sosok yang tersesat, Rupanya kemampuan Jingga semakin meningkat. Jingga mulai berurusan dengan para calon tumbal yang di tolong nya.
Dampak nya pun tidak main - main, Nyawa Jingga kembali terancam karena banyak sosok kuat yang merasa terusik oleh keberadaan Jingga. Jingga semakin mengasah dirinya, tapi apakah dia bisa kuat dan bisa menolong mereka yang meminta bantuan nya? sementara nyawanya sendiri juga terancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 35. Keputusan dari Gani.
Jingga sedang duduk di meja belajar nya sambil bertelepon dengan Ilham sekarang, dia menceritakan ketegangan nya menjalankan ujian sekolah. Ilham hanya terkekeh - kekeh saja mendengar nya karena yang Jingga ceritakan adalah kelucuan dan keseruan, bukan ketegangan saat dia kerasukan pagi tadi.
"Berati bentar lagi kamu bakal jadi mahasiswi, udah nentuin universitas mana belom, dek?" Tanya Ilham.
"Hmmm.. Mana ya? Menurut abang yang bagus yang mana?" Tanya Jingga.
"Di kampus abang aja, dek. Kampus abang kan bagus meski dalam negeri." Ujar Ilham.
"Yaahh.. susah, sarat masuk nya itu loh bang, aku nggak sepinter abang." Ujar Jingga mengsedih.
"Jangan mengsedih gitu dong.. Abang yakin kamu keterima, adek abang kan pinter." Ujar Ilham menghibur Jingga.
"Ntar deh aku coba. Abang nggak ada kelas?" Tanya Jingga.
"Ada, ntar siangan. Papa belum pulang, dek?" Tanya Ilham, Jingga menggeleng.
Jingga bangun dan pindah dari meja belajar nya ke ranjang, ia lalu tengkurap di ranjang karena lelah duduk. Ilham terkekeh melihat Jingga meregangkan otot - otot nya bagai anak kecil.
"Kalo abang pulang, kamu mau oleh - oleh apa dek?" Tanya Ilham, seketika Jingga terkejut.
"Hah?! Emang abang bisa pulang?" Ilham kembali terkekeh karenanya.
"Bisa lah, dek.. Kalo abang libur abang bisa pulang. Nggak lama sih, tapi ya lumayan buat lepas rindu." Ujar Ilham sambil tersenyum.
"Ciiiieee.. Ada yang rindu, rindu sama siapa tuhh.." Goda Jingga.
"Sama papa.." Ujar Ilham, Jingga manyun mendengar nya, Ilham tidak menyebut dirinya juga.
"Ohh.." Sahut Jingga.
"Kenapa mukanya jadi manyun gitu?" Tanya Ilham sambil terkekeh.
"Abang nggak.. kangen orang lain gitu?" Ujar Jingga, Ilham di seberang sana sudah menahan senyumnya.
"Orang lain? Hmm.. (pura - pura berpikir) kayak nya nggak ada." Ujar Ilham.
"Nggak ada ya? (Kecewa) Selain papa, yang ada di rumah ini.. Misalnya kangen bibi.. atau mamang, gitu.. Abang nggak kangen mereka?" Jingga masih berusaha menonjolkan dirinya.
"Ohh.. Ya kangen juga, kangen masakan nya bibi malah." Sahut Ilham.
Jingga menyerah, abang nya tak mengingat nya lagi, abang nya tak menyayanginya lagi sampai - sampai tidak merindukan nya. Sedih hatinya, tapi dia juga tidak memaksa Ilham agar menyebut dirinya.
"Abang, udah malem. Aku mau tidur." Ucap Jingga, Ilham tersenyum di seberang sana.
"Ya udah tidur gih, abang juga udah harus siap - siap." Ujar Ilham, Jingga mengangguk.
"Assalamualaikum." Meski kecewa, dia tak lupa mengucap salam.
"Waalaikumsalam." Dan panggilan itu pun di akhiri.
"Abang nggak kangen aku, padahal aku kangen abang." Gumam Jingga.
Jingga bangun dari ranjang dan hendak masuk ke dalam kamar mandi tapi ponselnya berbunyi, sebuah notifikasi masuk dari Ilham dan Jingga membuka nya.
"Abang paling kangen sama adek abang yang gumush ini. Jangan ngambek ya dek, abang tadi cuma ngerjain kamu." Tulisnya.
"Hehe, abang nggak lupa sama aku." Gumam Jingga senang.
Jingga tidak memiliki rasa lebih terhadap Ilham, dia murni masih menganggap Ilham sebagai abang nya, seperti dia menganggap Raka. Meski sudah remaja, Jingga belum memiliki rasa penasaran akan cinta atau memiliki pacar, entah.. Mungkin karena setiap harinya dia berinteraksi dengan yang tak kasat mata sampai dia lupa dengan hal asmara.
Normal nya, remaja seusia Jingga sudah berpetualang mencari cinta, tapi Jingga masih belum. Dia tidak mau bermain api dengan cinta dan terlalu takut untuk mengenal cinta karena melihat dari teman - teman kelas nya yang selalu membahas pacar mereka yang selingkuh, di putuskan sepihak, atau mencintai sepihak.
Jadi dari pada dia pusing seperti teman - teman nya, lebih baik dia fokus belajar dan mengasah diri. Jingga percaya jodoh pasti datang jika sudah tiba waktunya.
KE ESOKAN HARINYA.
Jingga libur sekolah ahri ini, ujian sudah selesai dan hari ini adalah weekend. Jingga sedang duduk di kamar Ilham, ia sedang bermain dengan mesin game milik Ilham, tapi dia sendirian tidak bersama Gani.
"Oh dikit lagi - dikit lagi!" Jingga sedang sangat fokus dengan game nya.
Sementara Gani, dia sedang bicara dengan ayah Ilham di ruangan ayah Ilham. Dari raut wajah keduanya yang terlihat serius sepertinya mereka sedang membicarakan hal penting.
"Kamu yakin dengan keputusan kamu, Gani?" Tanya ayah Ilham, dan Gani mengangguk.
"Sebenernya aku masih ingin tetap kerja di sini, om.. tapi ayah bilang aku bantu ayah aja di rumah." Ujar Gani.
Ayah Ilham menghela nafas. Pagi tadi Gani bilang padanya bahwa Gani di suruh pulang saja setelah lulus sekolah di Jakarta, ayah nya bilang padanya agar Gani membantu ayah nya berjualan di pasar saja.
Ayah Ilham sangat menyayangkan keputusan orang tua Gani, padahal dia juga berniat membiayai kuliah Gani tanpa memotong sama sekali gaji Gani. Terlebih.. agar Jingga memiliki teman dan tidak sendirian, karena kini Jingga semakin banyak yang mengincar.
"Kalo kemauan orang tua kamu begitu, terus kamu nurut ya om nggak bisa bilang apa - apa lagi, kamu bilang juga ke Jingga ya, Ni. Dia pasti sedih kamu pulang." Ujar ayah Ilham, dan Gani mengangguk.
Gani juga sedih harus pergi dari sana, dia sangat berharap bisa tetap dekat dengan Jingga meski dia tidak harus memiliki Jingga. Gani sangat ingin menemani Jingga dalam perjalanan nya melawan yang jahat, karena semakin banyak yang mengincar Jingga.
Setelah pembicaraan itu, Gani keluar dari ruangan ayah Ilham dengan hati yang sedih. Gani tidak pernah berpikir akan ada masanya dia harus di panggil pulang oleh orang tua nya. Saat Gani di luar, terlihat Jingga yang kini juga tampak berlari kecil terpincang - pincang menuju ke dapur.
"Kenapa, Ngga?" Tanya Gani, dia menyusul Jingga ke dapur.
"Cari kompres, Ni." Sahut Jingga, Gani langsung membuka kulkas dan membantu Jingga mencari kompres.
"Makasih ni." Jingga tampak kesakitan, dia mengambil kompres dari tangan Gani dan mencoba meletakkan nya di tulang kering nya.
Gani langsung khawatir dan berjongkok di depan Jingga yang duduk di lantai sambil melipat celana panjang nya. Baru kali itu Gani melihat kulit betis Jingga yang sangat putih, karena memang Jingga selalu memakai celana panjang. Dan ternyata ada memar biru di tulang kering kaki Jingga.
"Addeehhh.." Jingga kesakitan, Gani pun ikut panik.
"Kok bisa biru gini, Ngga?" Tanya Gani khawatir, ia mencoba membantu mengompres kaki Jingga.
"Kepentok ranjang nya bang Ilham, gue main game VR nya bang Ilham tapi terlalu menghayati." Ujar Jingga, Gani pun menggeleng - gelengkan kepalanya.
"Lain kali ati - ati, Ngga.." Ujar Gani, Jingga pun meringis saja karena saking sakit nya.
"Aw! Aw! Aw! sakit! Sakit! Sakit!"
Terlihat ayah Ilham keluar dari ruangan nya dan mendengar Jingga yang kesakitan, dia pun bergegas menghampiri dari mana suara Jingga berasal.
"Lho, kenapa nak!?" Tanya ayah Ilham khawatir.
"Sakit pa, kepentok ranjang nya bang Ilham." Sahut Jingga, ayah Ilham yang mendengar itu pun hanya bisa menggeleng - geleng saja.
Akhirnya Jingga di papah ayah Ilham untuk berjalan ke sofa dan duduk di sana, dari memar biru nya saja bisa terlihat bahwa benturan nya pasti sangat keras, apalagi itu di tulang kering.
Ayah Ilham langsung mengambil salep anti lebam dan mengoleskan nya di kaki Jingga, Jingga rasanya mau nangis - nangis tanggung karena rasa ngilu nya.
"Shhhh.."
"Udah, ntar juga ilang nyerinya." Ujar ayah Ilham.
"Makasih, pa." Ujar Jingga, ayah Ilham hanya terkekeh saja. Jingga tidak pernah sakit, baru kali ini dia melihat Jingga kesakitan akibat kekonyolan nya sendiri.
"Ya udah, papa ke rumah sakit dulu." Ujar ayah Ilham.
"Oh, pa. Lupa, aku mau ngomong sesuatu." Ujar Jingga, ayah Ilham pun mendengarkan.
"Ngomong apa, nak?" Tanya ayah Ilham.
"Kemarin pagi.. aku kerasukan di sekolah." Ujar Jingga, dan ayah Ilham langsung tertegun mendengar nya.
BERSAMBUNG..
Bakar aja skalian dgn rumahnya. Jangan kasih kesempatan idup, berbahaya tuh orang
pokok Ny Makasih 😍,
Msh Ada 2 Jones Belum Ada Jodoh Ny tu