Sekuel dari Anak Jenius Mom Sita. Disarankan untuk membaca novel tersebut dulu agar mengetahui tokoh tokohnya.
Kai Bhumi Abinawa memiliki identitas ganda. Ia dijuluki sebagai Mr Sun di dunia hacker yang ditakuti dunia internasional. Sedangkan di dunia nyata Kai dikenal sebagai pemilik sekaligus CEO dari A-DIS ( Abinawa Defense of Internet System) Company yang sukses. Namun kesuksesan yang dimiliki membawa ia dalam banyak masalah. Banyak wanita yang mengejarnya serta musuh yang ingin menjatuhkannya.
Merasa lelah dengan rutinitasnya, Kai memutuskan untuk menepi dan melakukan sebuah perjalanan. Ia meninggalkan semua kemewahannya dan berkelana layaknya pemuda biasa.
Di tengah perjalanannya Kai bertemu penjual jamu gendong yang cantik. Kirana Adzakia nama wanita berhijab tersebut. Kai jatuh hati terhadap Kiran dan Ia memutuskan untuk menetap di daerah tempat tinggal Kiran sebagai penjaga warnet. Namun siapa sangka Kiran adalah seorang janda muda di usianya yang baru 21 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBH 28. Pertama
" Rasakan. Lebih baik kalau kamu segera menyusul ibu mu."
Orang tersebut segera lari. Ia tidak ingin ketahuan. Namun ia tidak tahu ada seseorang yang telah melihat perbuatan buruknya.
Kiran jatuh pingsan dan tergeletak di jalan. Sayuran yang ia beli pun terjatuh. Seseorang yang tadi bersembunyi pun segera keluar dan menghampiri Kiran.
" Mbak… Mbak Kiran… tangi ( bangun) mbak… mbak… tulung…. Tulung….."
Beberapa pria termasuk Kai yang baru keluar dari masjid sangat familiar dengan pemilik suara tersebut.
" Pak No… bukannya itu suara Tono ya."
" Eh… iya bang… Tono… ono opo yo."
Kai, Pak No, Arman, dan Pak Burhan berlari mendekat ke arah suara Tono. Beberapa warga pun ikut keluar dari rumah.
" Ono opo Ton?"
" Bang… mbak Kiran."
" Astagfirullahaladzim Kiran… ya Allaah… kamu kenapa. Kiran… Bangun…."
Kai terkejut dan berteriak histeris melihat sang istri tergeletak di tanah. Kai pun segera menggendong Kiran ke rumah. Beberapa orang mengikuti Kai, dan Tono berinisiatif untuk membawa kantong kresek berisi barang belanjaan Kiran.
" Ton, panggil ibumu."
" Njiih pak."
Kai sudah memasukkan istrinya ke kamar. Sedangkan Tono memanggil Bu No. Ternyata Bu No adalah bidan di desa itu jadi paling tidak dia akan paham apa yang terjadi kepada Kiran.
Bu No masuk menerobos beberapa warga yang berkumpul di depan rumah Kiran. Sedangkan di dalam Kai terlihat begitu gelisah. Ia terus mengusap punggung tangan Kiran.
" Ya Allaah sayang.. Kamu kenapa. Apa yang terjadi."
" Bang… biar saya periksa Kirannya."
Kai memilih keluar untuk menemui Tono. Ia yakin Tono mengetahui sesuatu karena Tono yang menemukan Kiran pertama kali.
"Ton, tadi kamu yang pertama lihat mbak Kiran pingsan."
" I-iya bang."
Kai menangkap gurat ketakutan dalam wajah bocah smp itu. Ia pun memberi isyarat kepada Arman untuk membubarkan warga agar Tono bisa lebih leluasa bercerita. Arman mengangguk paham dan segera melakukan permintaan Kai.
Kini tinggal Kai, Tono, Arman, Pak No, Pak Burhan, dan Arman. Bahkan Kai pun menutup pintu rumah.
" Ojo wedi le, crito o ( jangan takut nak ceritalah)."
" Anu pak… bang bule… aku tadi mau ke masjid ikut bapak sholat subuh. Tapi aku lupa bawa sarung lha aku balik lagi. Saat aku mau ke masjid aku lihat mbak Kiran baru pulang belanja. Tapi tiba tiba ada yang mukul mbak Kiran dari belakang."
Kai mengepalkan tangannya dengan sangat erat, kai terlihat sangat marah. Pak Burhan yang tau Kai naik pitam segera mengusap punggung Kai dengan lembut.
" Sabar…. Jangan terpengaruh emosi."
Kai mengangguk, ia kemudian mengambil nafasnya dalam dalam dan membuangnya kasar.
" Tono tahu siapa yang memukul mbak Kiran?"
Bocah bertubuh sedikit tambun itu mengangguk. Semua mata tertuju pada Tono menunggu nama yang akan Tono sebutkan.
" Jangan takut nak. Ayo katakan, Tono nggak kasian sama mbak Kiran."
Kali ini pak Burhan yang berbicara, mencoba menarik simpati dari anak itu. Tono melirik sang ayah, Pak No pun mengangguk.
" Itu bang yang mukul mbak Kiran, mas Rio."
" Astagfirullaah…"
Semua orang sungguh terkejut mendengar nama yang disebutkan oleh Tono. Terlebih Kai, Kai berdiri dari duduknya dan hendak keluar rumah menghampiri kediaman Martiyah.
" Bang… Kiran nya sudah sadar."
Ucapan Bu No berhasil menghentikan Kai yang sudah berada di depan pintu. Kai pun berlari ke kamar. Semua orang menghembuskan nafas kelegaan.
" Pak… bang bule kalau marah medeni (nakutin) yo."
Pak No mengangguk, ia juga merasakan hal yang sama dengan sang putra.
Aku merasa orang ini bukan orang biasa. Aura yang muncul dari dirinya sungguh luar biasa. Gumma pak No dalam hati.
" Piye bu?"
" Alhamdulillaah nggak apa apa. Tidak ada luka yang serius. Tapi nanti bisa di cek ke dokter. Ya sudah ayo pulang."
Bu No mengajak semua orang untuk pulang agar Kiran bisa istirahat.
Di kamar Kai langsung memeluk Kiran. Ini kali kedua Kai merasakan sebuah ketakutan setelah sang mommy koma waktu ia masih kecil.
" Abang nangis….?"
Kiran merasakan air mata Kai yang membasahi bahunya dan tubuh pria itu yang terguncang. Kiran kemudian diam dan mengusap punggung lebar suaminya itu. Ia dapat merasakan cinta Kai kepadanya sekarang. Hal tersebut membuat Kiran semakin yakin dengan Kai.
" Bang… maafin Kiran ya sudah membuat abang khawatir."
Kiran memberanikan diri untuk membelai lembut rambut sang suami. Kai menciumi bahu istrinya. Kiran yang sudah tidak memakai hijabnya membuat Kai bisa langsung memeriksa punggung belakang sang istri yang terkena pukulan. Nampak memar berwarna biru di sana.
Kai membuang nafasnya kasar, dalam benaknya ia ingin segera bisa menghajar habis habisan pria itu sekarang juga.
" Aku yang minta maaf karena tidak bisa melindungimu."
Kai melepaskan dekapannya dan menatap lekat wajah cantik sang istri. Kiran mengusap mata Kai dengan tangannya.
" Bukan abang yang salah. Mungkin memang sudah begitu jalannya."
" Kita ke rumah sakit ya buat cek takut nya kenapa napa."
Kiran menggeleng, ia merasa ini bukanlah sesuatu yang besar.
" Baiklah kalau kamu tidak mau. Tapi hari ini tidak usah jualan dulu. Besok juga sampai memar kamu beneran hilang."
" Terus jamu yang sudah dibuat?"
" Bagikan saja untuk para tetangga."
Kiran pasrah dengan pengaturan Kai. Kiran merasa saat seperti ini apa yang jadi keinginan Kai tidak lagi bisa dibantah. Kiran merasakan aura mendominasi dari diri Kai.
" Baiklah ikut kata suami bule ku saja."
Kiran tersenyum manis membuat debaran di dada Kai begitu kencang saat melihat bibir sang istri. Kai pun mengusap bibir mungil sang istri itu dengan ibu jarinya.
" Apakah boleh?"
Kiran yang paham akan pertanyaan Kai hanya mengangguk dengan wajah yang merona. Kai pun mendekatkan wajahnya ke sang istri dan langsung mengecup singkat bibir Kiran. Kecupan itu berubah menjadi sebuah lum*t*n. Kai menggigit pelan bibir bawah Kiran agar gadis itu membuka mulutnya.
Kai pun menerobos mulut Kiran yang telah terbuka lalu mengabsen rongga mulut sang istri dengan lidahnya. Suara cecapan itu terdengar menggema di ruang kamar tersebut. Kai melepas pagutannya agar Kiran bisa mengambil nafasnya. Ini adalah ciuman pertama bagi keduanya.
Kai melihat wajah Kiran yang merona. Ia menghapus jejak ciuman pertama mereka di bibir sang istri dengan jarinya.
" Apakah ini juga yang pertama bagimu?"
Kiran mengangguk, dan Kai tersenyum lebar.
" Terimakasih telah menjaganya untukku. Lalu kapan aku bisa mendapatkan hakku?"
" Eh….."
Kiran terkejut mendengar pertanyaan Kai. Ia pun langsung mendongakkan kepalanya menatap wajah sang suami. Kai pun tertawa lebar melihat reaksi Kiran yang begitu terkejut.
" Hahahah…. Sudah jangan dipikirkan. Aku hanya bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap."
" Maaf bang…."
Kiran menunduk lesu. Ia merasa menjadi istri yang buruk.
" Haish… sudah jangan jadi lemes begitu. Abang tahu kamu juga kan masih berhalangan."
" Tapi bentar lagi udah selesai kok bang."
" Jadi apakah kalau sudah selesai kamu akan siap?"
Lagi lagi pertanyaan Kai membuat wajah Kiran kebingungan. Kai sungguh senang melihat ekspresi Kiran yang begitu, menurutnya itu sangat menggemaskan. Ia menyadari meskipun Kiran berpacaran lama dengan Jaya, Kiran tidak pernah melakukan hal hal yang melebihi batas. Bahkan ciuman pun tidak. Ia bisa mengetahui dari cara ciuman Kiran yang amat sangat kaku.
" Terimakasih sayang, aku benar benar pria pertama untukmu dan kamu adalah wanita pertama untukku."
Kiran sungguh bahagia mendengar ucapan dari Kai tersebut. Kini gadis itu memberanikan diri untuk memeluk sang suami terlebih dahulu.
"Lihat saja apa yang akan aku lakukan untuk orang orang yang telah menyakitimu. Aku tidak akan membiarkannya hidup tenang." Monolog Kai dalam hati.
TBC