Tujuh CEO Muda

.

.

.

Hari ini mereka semua sudah beraktifitas seperti biasa, sikembar tujuh sudah kembali bekerja dan sikembar tiga sudah kembali kesekolah. Saat ini mereka sekeluarga sudah berkumpul dimeja makan untuk sarapan. Sikembar sudah terlihat gagah dan tampan dengan pakaian formal mereka, jas warna hitam dan kemeja putih serta celana hitam juga adalah paduan yang sempurna untuk sikembar.

"Anak Mommy memang sangat tampan semuanya, sudah seperti CEO sungguhan," puji Diva.

"Siapa dulu Daddy nya," ucap Darmendra sambil tersenyum, anaknya yang dipuji Daddy nya yang narsis.

"Iya iya, hubby memang tampan," ucap Diva.

"Kok kaya gak ikhlas sayang?" tanya Darmendra.

"Ikhlas dong hubby," jawab Diva.

Sikembar tujuh dan sikembar tiga, Vera dan Jordan hanya menahan tawa melihat tingkah Darmendra yang selalu manja dengan istrinya.

"Kalian nanti kalau sudah punya istri juga akan seperti Daddy," kata Darmendra yang tau tatapan anak anaknya.

"Ram aja kali yang seperti itu yang sudah bucin akut," ucap Ray seperti mencari kambing hitam.

"Kok jadi aku sih, yang melamar kemarin siapa?" tanya Ram seolah mengejek Ray.

Diva seketika menghentikan menyendok nasi dan menatap kearah Ray, sedangkan Ray sudah menutup mulut Ram dengan tangannya.

"Punya mulut ember banget sih," bisik Ray pada Ram.

"Ray...!" panggil Diva dengan nada lembut, tapi yang dipanggil merasa akan diintrogasi.

Ray garuk-garuk kepala, dengan cepat ia makan agar terhindar dari pertanyaan yang akan menjerumuskan dirinya sendiri. Yang pasti sangat sulit untuk ia jawab.

"Aku berangkat dulu Mom, Oma Opa Daddy dan semuanya," kata Ray berpamitan. Setelah menyalami semuanya Ray bergegas pergi.

"Ram...!" panggil Diva dengan nada yang sama.

"Gak Mom, cuma bercanda kok," jawab Ram.

Lalu mereka semua dengan cepat pergi dari tempat itu, takut diintrogasi oleh Mommy nya.

"Ada apa dengan mereka?" tanya Vera heran, tidak biasanya sikembar bersikap seperti itu.

"Gak tau Mom, seperti ada yang mereka sembunyikan," jawab Diva.

"Sudah lanjutkan makannya," ucap Darmendra menengahi.

Mereka pun kembali makan, sedangkan sikembar tiga juga sudah berangkat karena takut terlambat kesekolah.

Raffa lebih dulu menjemput pujaan hatinya untuk, karena Prita tidak memiliki kendaraan. Raffa tersenyum sendiri membayangkan dirinya yang begitu mudah untuk jatuh cinta, sebelum bertemu Prita, Raffa tidak pernah merasakan hal seperti ini.

"Kupikir harus menunggu waktu yang tepat untuk jatuh cinta, ternyata bisa semudah ini?" Batin Raffa.

"Prita belum punya ponsel, nanti deh aku bawa dia untuk membeli ponsel. Sulit kalau tidak punya ponsel," gumam Raffa.

Tanpa terasa ternyata ia sudah tiba dirumah Prita. Para tetangga langsung keluar melihat mobil mewah berhenti didepan rumah Prita, rumah yang sederhana dan saling berdekatan dengan tetangga julid.

"Siapa itu ya? Tampan banget," tanya si A tetangga sebelah rumah Prita.

"Huh paling juga sugar Daddy nya Prita, lihat saja mobilnya tuh mobil mewah pasti Prita jadi simpanan bos itu deh," ucap si B yang terkenal dengan akun gosip didaerah situ.

"Iya, kalian tau gak? Prita sering pulang malam, dan malam kemarin Prita diantar oleh orang yang sama dengan yang punya mobil itu," ucap si C sibiang gosip.

"Ah masa sih, aku gak percaya Prita seperti itu, kelihatannya dia gadis polos," ucap si D yang biasa menjadi penengah bahkan sering berdebat dengan sibiang gosip.

"Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, Prita diantar pulang oleh pria itu, dan pagi kemarin Prita dijemput dan sore harinya diantar oleh pria itu juga," ucap si C sibiang gosip.

"Ah sudahlah, gak baik ngomongin orang, kita aja belum tentu baik," ucap si D kemudian pergi meninggalkan ibu ibu tukang gosip tersebut.

Sementara Raffa sudah masuk kedalam rumah, kemarin Raffa cuma mengantar Prita sampai halaman rumah saja. Kali ini ia masuk kedalam karena menunggu Prita bersiap siap.

"Bang, terimakasih makanannya kemarin, enak banget," kata adik Prita yang bernama Pirata.

"Iya, bang enak banget loh," sahut adik yang satunya bernama prisa.

"Kalian suka?" tanya Raffa, keduanya mengangguk.

"Kita berangkat dulu ya Bang," pamit keduanya.

"Kalian ada uang jajan?" tanya Raffa, keduanya menggeleng.

"Nih, uang jajan kalian," Raffa menyerahkan uang seratus ribu dua lembar.

"Dibagi ya," pesan Raffa.

"terimakasih banyak bang," ucap keduanya serentak.

"Yuk berangkat," ajak Prita.

"Ayah dan ibu kemana? Dari tadi aku gak lihat?" tanya Raffa.

Beliau sudah berangkat bekerja, karena ayah hanya kerja serabutan jadi subuh harus sudah berangkat, sedangkan ibu mengambil pakaian tetangga untuk dicuci," jawab Prita.

"Kenapa uang itu tidak kamu gunakan?" tanya Raffa.

"Aku tidak berani kak," jawab Prita, Raffa mengernyitkan dahinya.

"Nanti kita bicarakan lagi, sekarang kita berangkat," kata Raffa.

Keduanya masuk kedalam mobil, Prita tau kalau ia jadi bahan perbincangan ibu ibu gosip yang mengatakan dirinya simpanan bos. Tapi ia tidak peduli sudah kebal dengan itu semua. Yang penting baginya dia tidak seperti itu dan keluarganya mempercayainya dan tidak terpengaruh dengan omongan orang.

"Kenapa tidak berani memakai uang itu? Itu adalah uangmu, sebagai bayaran awal sebelum kamu terkenal," Raffa.

"Hah, sebanyak itu?" tanya Prita.

"Kenapa? Keberangkatan!" tanya Raffa, Raffa terpaksa berbohong agar Prita mau menerima uang tersebut, padahal Raffa hanya ingin membantu.

"Baiklah, aku akan menggunakan uang itu," jawab Prita.

Tidak butuh waktu lama mereka pun sampai digedung yang bertuliskan S R Entertainment.

Setelah memarkirkan mobilnya Raffa turun disusul oleh Prita.

Prita langsung dibawa keruangan latihan, Prita akan dilatih lebih dulu dan menghapal lagu serta tangga nada, sebelum ia masuk dapur rekaman. Prita dengan sabar melakukan itu semua demi masa depan keluarganya agar lebih baik.

Sementara Ray sedang duduk dikursi kebesarannya, pekerjaannya numpuk karena tidak ada satupun yang ia kerjakan. Pikiran entah kemana, kejeniusannya seolah olah hilang.

"Aku harus menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku," gumam Ray.

Tok...tok...tok.. Pintu ruangannya diketuk, kemudian masuk sang asisten dan melihat Ray masih sedang melamun. Ben ariga asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Ray untuk mengurus perusahaan sebelum ia menjadi CEO, hanya geleng-geleng kepala melihat tuan mudanya melamun.

"Tuan... Tuan," panggil Ben, tapi Ray tidak bergeming sama sekali. Kemudian Ben menyentuh pundak Ray, seketika Ray kaget.

"Ah ada apa sayang?" tanya Ray yang belum sadar sepenuhnya.

"Tuan," panggil Ben lagi.

"Ehh paman, sejak kapan paman disini?" tanya Ray.

"Sejak tuan muda melamun," jawab Ben apa adanya.

"Maaf paman, ada apa paman?" tanya Ray.

"Berkas di map biru harus ditandatangani dengan cepat tuan muda, karena siang ini klien kita akan membahas tentang dokumen tersebut," jawab Ben.

"Hmmm, apa yang ini?" tanya Ray memperlihatkan berkas tersebut.

"Benar tuan," jawab Ben.

"Ada apa dengan tuan muda?" Batin Ben.

.

.

.