Hasrat Tertahan Presdir Tampan

Arneta merasakan ada kehangatan saat mendapat perlakuan dari teman barunya itu. Mungkin mereka bisa jadi sahabat sejati suatu hari nanti, itulah harapan Arneta saat ini.

Adelia terus menarik tangan Arneta untuk menjauhi kerumunan itu, lalu ia membawanya ke restoran mewah yang ada di seberang Universitas J.

"Kenapa harus di restoran mewah gini?" tanya Arneta lirih, sungguh ia tak bisa menyembunyikan dari Adelia bahwa dirinya bukan orang kaya dan harus menghemat uang sebisa mungkin.

"Emangnya kenapa? Udah, lah, kamu santai aja, aku yang traktir," ucap Adelia penuh semangat. Gadis imut itu masih menggandeng tangan Arneta, ia naik ke lantai paling atas kemudian mencari bangku kosong yang dekat dengan jendela kaca yang ada di sana. Supaya mereka bisa melihat lapangan Universitas J dari sana.

Adelia juga ingin menikmati makanannya sambil melihat kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

"Pesan apa pun yang kamu mau, menu yang paling mahal sekalipun juga boleh, kok. Kamu tenang aja, aku punya black card," oceh Adelia sambil menunjukkan black card-nya pada Neta.

Sungguh gadis imut yang supel dan blak-blakan, sangat cocok menjadi teman Arneta yang pemalu itu.

Arneta memiringkan kepalanya, "kartu hitam?".

"Iya, kartu tanpa limit ... aku keren, kan, he-he!" ucap Adelia sambil nyengir kuda.

Arneta terbengong mendengarnya, bahkan kartu kredit yang dimilikinya tak sebanding dengan kartu kredit milik Adelia yang tanpa limit itu.

Adel melambaikan tangannya berulang kali di depan wajah Neta, "hei! Jangan kebanyakan melamun, buruan pesan makanan. Aku juga udah lapar."

"Oke," jawab Neta canggung.

Dia baik banget, apa begini rasanya punya teman sejati? Baru kenal aja udah traktir makan? Gimana kalau udah kenal lama? Bisa-bisa berbagi suami, eh! Amit-amit jangan sampai kalau itu, batin Arneta sambil membolak-balikan buku menu yang ada di tangannya.

Arneta memesan makanan yang belum pernah ia makan sebelumnya.

Tak perlu menunggu lama, makanan pun datang.

"Selamat makan, Arneta!" ujar Delia.

"Selamat makan," balas Arneta.

Setelah makanan, minuman, dan juga makanan penutup mereka santap sampai habis. Adelia mengajak Neta kembali ke Universitas J.

Adelia langsung membayar makanannya menggunakan black card miliknya.

"Sebanyak itu habisnya? Kita patungan aja, ya," ujar Neta dipenuhi dengan rasa bersalah karena sudah memesan makanan yang agak mahal sesuai perintah Delia.

"Nggak perlu, Net," tolaknya.

"Em ... ya udah, deh, lain kali gantian aku yang traktir kamu," timpal Neta.

Delia hanya membalasnya dengan senyuman.

Mereka baru keluar dari restoran itu dan akan menyebrangi jalan. Tiba-tiba Adelia menerima sebuah panggilan dari seseorang, ia pun menghentikan langkahnya. Ia mengambil ponselnya dari dalam tas lalu dengan enggan ia menjawab panggilan itu.

Dalam panggilan.

"Eng ... halo?"

"Delia! Aku memberimu black card bukan agar kau puas berfoya-foya. Tapi untuk membayar kuliah dan kebutuhan sehari-hari mu. Paham!" Baritone seorang pria melengking dari balik benda pipih yang di genggam Adelia.

Gadis imut itu menjauhkan ponselnya dari telinga, karena pria yang menelponnya itu bicara sambil berteriak.

Arneta hanya bisa memerhatikan gadis imut itu.

"Ya!" Jawab Adelia dengan malas.

"Kalau masih berani menghamburkan uang! Aku akan mencabut semua fasilitasmu!"

Tanpa menjawab Adelia langsung mematikan ponselnya.

Tut!

Panggilan berakhir.

Gadis imut itu langsung menatap Neta sambil nyengir kuda.

"Kenapa?" tanya Arneta.

"Kaget aku, Net. Angkat panggilan langsung diteriakin," ucap Delia sambil mengelus dadanya.

"Siapa dia? Kenapa menelponmu sambil teriak-teriak kayak gitu?" tanya Neta penasaran.

"Dia ... biasa aku panggil singa galak. Tapi kalau sampai dia dengar bisa marah. Panggilan ini hanya kita berdua yang tau," bisik Delia tepat di telinga Neta.

Arneta menahan tawanya, "apa kamu membuat kesalahan sampai dia berteriak seperti itu?" tanya Neta menyelidik.

"Mana ada, ha-ha! Ayo cepat kembali ke Universitas J!" ajak Delia sambil berjalan mendahului Neta.

"Tingkahnya imut banget, astaga!" puji Neta pada gadis di depannya satu ini.