Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 sesuatu terasa janggal.
3 Jam telah berlalu, kami berdua kembali ke tempat Mio dan Yuto beristirahat. Meski banyak pikiran yang terasa mengganjal aku berusaha tidak terhanyut olehnya. Sesampainya di sana, ternyata mereka berdua telah terbangun sambil memegangi Beasthearts yang masih menyala, terdapat beberapa abu juga seperti bekas Wanters mati.
"Oi! Kalian berdua kemana saja," teriak Mio sambil berjalan mendekat. "Bodoh, aku kira kalian lari, apa kau gak tau berapa banyak Wanters yang kami lawan."
"Cuma 3 tidak terlalu banyak kok," sahut Yuto.
"Oi!" Mio menatap tajam Yuto.
"Sudah-sudah, kami hanya sedang mencari jalur yang baik untuk melanjutkan perjalanan," alasan Yuya.
"Um, tidak jauh dari sana terdapat aliran air yang bisa kita jadikan stok untuk nanti," saranku.
Mio menghela nafas. "Baiklah, kita lanjutkan perjalanan saja."
Kami membawa beberapa hal yang sekiranya akan berguna untuk perjalanan. Ketika semuanya berkumpul, Yuto membawa tas berisi semua Arcis yang kita dapatkan.
"Akan kita apakan ke 4 Arcis tingkat tinggi ini?" tanya Yuto.
"Aku tidak menyangka kita memiliki 4 buah Arcis tingkat tinggi. Mungkin jika kita jual, harganya sudah pasti mahal ... bagaimana menurutmu, Yuya?" tambah Mio.
"Sebaiknya, kita pikirkan nanti setelah sampai di Distrik 11 ... sepertinya kita sudah semakin dekat dengan tujuan," jawab Yuya.
Bayangan-bayangan penuh energi kurasakan semakin dekat dengan kami. "Cukup jauh dari arah barat, terdapat 15 Wanters tingkat rendah sebaiknya kita cepat bergegas," saranku.
Mereka menganggukkan kepala.
Kami mempercepat langkah, aku juga memberitahu mereka di setiap kali ada Wanters di sekeliling---untuk menghindari Pertarungan.
Seperti yang ku duga meskipun Kami berusaha menghindari mereka, tetapi energi Wanters menyebar dari segala arah seperti tidak ada satupun celah yang aman.
Aku memberitahu mereka sebelum berhadapan dengan 12 Wanters. Yuya telah mengaktifkan Fury mode dalam posisi berlari begitu juga dengan yang lain, Wanters mulai bergerak ke arah kami---sebagian mengincar dari samping, sebagian lagi telah bersiap dengan energi yang akan di lontarkan; dari atas bukit, samping kiri dan kanan serta belakang.
Aku mengaktifkan kekuatan itu untuk menyegel pergerakan mereka semua, Yuya dan Mio bergegas mengincar inti mata-nya, Aku membidik Wanters yang berada di atas bukit dan belakang, Yuto mengurus Wanters dari segala samping.
BAM! BAM! BAM!---SLINGS-SLERERES-SPLES
Aku berpindah ke atas bukit tempat Wanters itu menembak untuk mengambil Arcis dengan kain kemudian berkumpul kembali bersama mereka bertiga.
"Kalian tidak ada yang terluka?" tanya Yuya.
"Aku baik-baik saja. Berkat bantuan dari tangan itu jadi tidak terlalu sulit," jawab Mio.
Yuto baru datang. "Jangan khawatir aku baik-baik saja, lagi pula mereka hanya tingkat satu, kok."
"Siapa yang khawatir padamu." Mio menatap Yuto heran.
"Jahat-nya ...."
"Yuya, aku rasa pergerakan mereka terlihat aneh," jelasku, merasa energi yang dipancarkan Wanters selalu ada, tapi aku tidak tau keberadaannya di mana. "Ini benar-benar membingungkan, sebaiknya kita berhati-hati."
"Kalo gitu Mio, Yuto, Raika, kalian jangan ada yang terpisah. Kita akan mempercepat langkah untuk langsung menuju Kota Bebas Hukum," tegas Yuya.
"Kalo gak salah seharusnya kita sudah sampai pada Zona hijau, tapi entah kenapa banyak sekali Wanters di sini," tambah Mio.
"Yah." sahut Yuya.
"Sepertinya mereka sudah berdatangan," ucap Yuto, menatap 5 Wanters di depan kami.
"Bersiaplah kita akan mulai. Ingat jangan sampai berpencar, oke." Yuya mengaktifkan Fury mode begitu juga dengan kami.
"Baik!"
Aku mengikuti mereka sembari memantau sekitar jaga-jaga jika ada hal tak terduga terjadi. Kami bergerak cepat melewati 5 Wanters itu dan terus berlari, meski mereka mengejar namun kami berhasil mengecoh-nya dengan memanfaatkan pepohonan untuk menghambatnya.
Kami berencana untuk menuju bukit dengan niat mencari jalur aman, tetapi mereka berdatangan kembali dari berbagai arah---satu Wanters tingkat 3 setinggi 9 meter telah bersiap menembakan energinya menghadang kami dari depan.
SLIUS---BRUSSS
Beruntung kami sigap menghindar--secepat mungkin bergerak ke arah Wanters, aku menyegel pergerakannya hingga ia dipenuhi tangan biru kecil. Sorot mata Yuya dan yang lain terfokus pada inti mata-nya yang terdapat di bagian perut seukuran kaki manusia.
Yuto menembak kristal yang melindunginya sampai retak ditambah Mio yang melesat sekaligus menghancurkan-nya. Yuya menginjak tanah yang membuatnya dengan cepat melesat---menusuk inti mata tersebut.
Tanpa pikir panjang kami bergegas menaiki bukit---melompat dianatara bebatuan. Meskipun terdapat beberapa Wanters di atas, kami tetap memaksakan diri dan bersiap dengan serangan yang akan kami gerakan.
SLING-SELK-SELK-SELK
Kami bergerak kembali hingga akhirnya sampai di area bukit yang cukup tinggi. Pemandangan di atas benar-benar kacau meski tidak sepenuhnya terlihat, namun dengan adanya kilatan petir dari awan hitam, juga para Wanters yang bergerak ke satu arah; bisa dipastikan Distrik 11 tidak baik-baik saja.
"Mereka semua menuju Distrik 11, mungkinkah terjadi penyerbuan di sana?" ujar Mio.
"Cih! Bagaimana mungkin, kita sudah jauh-jauh kesini ... apa kita akan kembali lagi, Sial!" kesal Yuto dengan nada geram.
"Tidak, aku yakin di penyerbuan kali ini, orang-orang Eldritch pasti akan turun tangan," Yuya mengepalkan tangan. "Karena mereka adalah orang dari Distrik 11."
"Apa kita akan melanjutkan-nya! Bukankah mereka sama saja, mereka adalah para Eldritch Yuya!" bentak Yuto.
"Dulu, aku pernah bertemu dengan salah satu dari mereka, ia memberiku dan Yuriko makanan. Aku tidak peduli kebaikan mereka hanya rumor atau tidak, tapi," Yuya menoleh menatap kami. "Kita akan pergi."
Mio mendekati Yuto kemudian memukul pelan kepala Yuto. "Bodoh. Kita sudah sejauh ini, kau juga tidak ingin kembali lagi bukan?"
Yuto Menghela nafas. "Baiklah kita akan maju, tapi jika kondisinya sudah tidak memungkinan kita tidak perlu ke sana."
Kami mengangguk serempak.
"Hah ... nasibku," gumam Yuto.
Tanpa berpikir panjang lebar, kami bergerak secepatnya---berlari di atas bukit kemudan melompat diantara pepohonan, Kami juga memanfaatkan tubuh besar Wanters sebagai pijakan untuk mempercepat langkah meski beresiko.
Yuya menyuruh kami untuk mengikutinya, ia berbelok setelah berlari di atas tubuh Wanters menuju hutan yang masih terdapat dedaunan yang tidak terlalu lebat. Kami terus berlari sampai Mio mendadak menghentikan langkah-nya.
"Oi ... Mio! kau sedang apa? Ayo," teriak Yuto.
Tingkah Mio terlihat aneh, ia selalu memalingkan pandangan ke segala arah, seperti mencari sesuatu. Mendadak ia berlari ke arah lain yang membuat kami terkejut. Meski diteriaki ia malah mempercepat langkah ... sampai, telingaku mendengar suara teriakan anak kecil yang meminta tolong dari arah depan.
End Bab 13
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.