Sinopsis :
Viona, seorang wanita mandiri dan cerdas mendapati dirinya masuk ke tubuh siswi SMA yang manja dan sudah bersuami. Dia langsung mengetahui bahwa dirinya masuk ke tubuh Emilia Vivian. Suami Emilia orang terkaya dan berkuasa di kota bernama Agam Revandra Graha.
Awalnya kehidupan Emilia hanya berkutat pada Agam. Dirinya sering stres dan frustasi karena Agam tidak pernah mencintainya, padahal cintanya begitu besar pada Agam. Sekarang, dengan adanya jiwa Viona di tubuh Emilia, sikap Emilia berubah. Emilia sudah tidak tertarik lagi dengan suaminya. Emilia memilih mengurus kehidupan pribadinya dan berhenti mengemis cinta pada Agam. Perubahan sikap Emilia membuat Agam mulai tertarik padanya.
Emilia menjadi siswi popular yang banyak di taksir teman sekolahnya maupun pria lain, terlebih hanya orang tertentu yang tau kalau Emilia sudah bersuami. Hal itu membuat Agam semakin resah. Dengan berbagai cara, Agam akhirnya mendapatkan malam pertama Emilia yang sering kali Agam tolak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 : Cemburu
"Pemenangnya ... Emilia ..." ucap wasit. Semua orang bersorak dengan meriah. Lagi-lagi hari ini Emilia dapat nilai sempurna.
"Emilia, selamat, Kamu dapat 100," ucap Adinda.
"Terima kasih Adinda. Kamu, hari ini jadi babuku seharian!" kata Emilia pada murid sok pintar itu.
"Kurang ajar, kemaren matematika dan seni musik, hari ini olahraga renang. Kapan Kamu belajar renang?" umpat murid sok pintar itu.
"Sekali kalah tetap kalah. Kalau Kamu bukan pecundang, harusnya tidak malu mengaku kalah," ucap Emilia.
"Oke, hari ini Aku kalau, besok Aku yang menang. Anggaplah hari ini Kamu beruntung."
"Kamu salah, besok keberuntunganku masih berlanjut," jawab Emilia, bangga pada dirinya sendiri.
"Jangan terlalu percaya diri," katanya lagi.
"Babu, Aku haus, belikan air mineral untuk ku!" perintah Emilia langsung. Wajah murid itu terlihat merah karena marah, tapi mau tidak mau dia menuruti keinginan Emilia. Emilia puas melihat ekspresi murid itu.
***
"Tuan Agam," kata Panji, dia langsung masuk ke ruangan Agam.
"Ada apa?" tanya Agam, dingin.
"Coba Anda lihat," ucapnya lagi.
Agam melihat pada layar tablet yang di tunjukan Panji. Seketika wajahnya langsung merah menggeram. Panji menunjukan pada Agam foto-foto Emilia yang di unggah teman-temannya di website sekolah. Tidak ada yang salah di foto dan komentar. Foto itu menunjukan penampilan Emilia yang cantik dan seksi. Banyak komentar siswa lain mengatakan Emilia cantik, bertubuh indah dan pintar. Tak henti-hentinya murid pria memuji kecantikan Emilia.
"Pakaian apa yang dia pakai?" tanya Agam marah.
"Pakaian renang, Tuan. Nyonya Emilia benar-benar hebat, dia juara satu dalam praktik renang hari ini," jawab Panji.
"Wanita bersuami harusnya tidak boleh berpakaian begitu. Siapkan mobilku, Aku ingin ke sekolah. Akan ku suruh Mama merubah model pakaian renang sekolah itu," titah Agam.
"Maksud Tuan?" Panji tidak mengerti, padahal dia menunjukan foto itu pada Agam hanya ingin melaporkan prestasi istri bosnya, tapi tanggapan Agam malam berbeda.
"Tunggu apa lagi? Cepat siapkan!" titah Agam lagi.
"Baik, Tuan." Panji pun keluar dari ruangan Agam, menyiapkan mobil untuk mengantar Agam.
"Aneh, ini bukan kali pertama Nyonya Emilia pakai bikini. Dulu sebelum menikah dia juga sering melihat Nyonya Emilia berpakaian seksi di depan umum, bahkan sering memposting foto seksi di media sosial bersama teman-temannya saat liburan." Panji tidak habis pikir. "Atau jangan-jangan perasaan Tuan Agam pada istrinya sudah berubah?" tanya Panji pada dirinya sendiri.
"Dasar pria muda hidung belang. Sembarang memuji istri orang cantik dan seksi. Mereka pikir istriku murahan? Ini tidak bisa di biarkan, sepertinya Aku harus mengumumkan pada publik bahwa Aku dan Emilia sudah menikah. Selama ini hanya orang tertentu yang tau pernikahanku." Agam cemburu, padahal dulu dia yang menaruh syarat pada Emilia agar pernikahan mereka di rahasiakan dari umum, agar setelah bercerai tidak mengganggu kehidupannya.
***
Di sekolah, Emilia dan teman-temannya baru saja mengganti pakaian renang mereka, karena jam olahraga sudah selesai.
"Emilia, ayo Kita ke kantin," ajak Adinda.
"Malas, kita tunggu di sini saja, Aku ingin memerintah babuku saja membelikanku makanan," jawab Emilia.
"Benar juga, hari ini Kamu harus memanfaatkan dia sampai puas," dukung Adinda.
"Emilia." Guru olahraga itu datang menghampiri Emilia dan Adinda.
"Ada apa, Pak?" tanya Emilia.
"Bisa ikut Saya sebentar, Saya ingin memberikan konseling pada Kamu, terkait nilai mu yang tiba-tiba sempurna di bidang olahraga," jawab guru olahraga.
"Teman Saya boleh ikut Pak?" tanya Emilia.
"Kamu sendiri saja, hanya sebentar," jawab guru olahraga.
"Baik, Pak," jawab Emilia. "Adinda, tunggu sebentar di sini," kata Emilia pada Adinda.
"Oke. Jangan lama-lama," sahut Adinda.
Emilia dan guru olahraga itu pergi. Pak Tino membawa Emilia ke ruang peralatan olahraga, karena mejanya ada di sana.
"Ini Emilia, minum dulu, baru Kita bicara." Pak Tino memberi minuman air mineral botol pada Emilia. Tanpa curiga, Emilia langsung menerima air itu dan meminumnya.
"Bagus," ucap Pak Tino dalam hati.
"Pak Tino ingin bicara apa?" tanya Emilia.
"Emilia, hebat sekali Kamu hari ini. Nilai mu sempurna," ucap Pak Tino. Dengan sengaja Pak Tino memegang sedikit tangan Emilia.
"Apa-apaan ini, Pak?" Emilia langsung menepis tangan Pak Tino, kemudian berdiri.
"Maksud Kamu apa Emilia?" Pak Tino pura-pura tidak mengerti.
"Anda memegang tangan Saya?" ucap Emilia marah.
"Emilia, jangan sok jual mahal, sebentar lagi Kamu akan memohon padaku untuk di selamatkan," ucap Pak Tino, ekspresi berubah mesum.
"Maksud Bapak?" Emilia tidak mengerti. "Kenapa ini? Sekujur badanku tiba-tiba panas, sangat panas." Emilia terduduk merasakan panas di sekujur tubuhnya.
"Air yang Kamu minum sudah ku beri obat perangsang. Jika Aku tidak menolongmu, Kamu pasti mati overdosis," jawab Pak Tino, dia tertawa mesum.
"Kurang ajar, dasar guru cabul!" teriak Emilia.
"Emilia, teriak sepuasnya, ruangan ku jauh dari keramaian, cctv sudah ku matikan, Kamu juga tidak punya tenaga untuk berlari. Sekarang Kamu tinggal pilih, melepas pengaruh obatmu atau mati?"