Abela Xaviera. Lahir sebagai anak bungsu perempuan satu-satunya membuat dirinya dimanja oleh keluarganya sendiri. Bahkan kedua kakak laki-laki nya begitu posesif padanya sampai ia tak memiliki celah untuk menjalin hubungan asmara dengan seorang laki-laki.
Hingga saat perayaan ulang tahunnya ke 22, keluarganya mengadakan acara sederhana di sebuah restoran mewah. Di sana dia bertemu seorang pelayan pria di restoran itu yang berhasil menarik perhatiannya, hingga membuat Abel jatuh hati detik itu juga. Dia juga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hati pria tersebut.
Siapakah pria yang berhasil menarik perhatian Abel? Akankah dia bisa mendapatkan hati pria pujaannya itu?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Wajib like sebelum membaca☺️❣️
-
-
Benar saja. Victor menunggu Abel sampai selesai mandi. Bahkan pria itu berkeliling di kamar Abel dengan santainya seolah sedang room tour.
Dan sekarang mereka sudah berada di dalam mobil Victor menuju kediaman Mom Laura. Kalau saja Mom Velyn tidak memaksa Abel untuk ikut Victor, mana mau dia. Lebih baik ke cafe saja dari pada menghabiskan waktu bersama pria monster itu.
"Bersikaplah seperti biasanya pada Mommy," pesan Victor sebelum mereka keluar dari mobil karena mereka sudah sampai.
Bibir Abel mencebik. Seenak jidat pria itu menyuruhnya bersikap biasa. Padahal ia berniat mengadu pada Mom Laura tentang sikap kasar Victor padanya kemarin.
Mereka masuk ke dalam rumah dengan beriringan.
Ternyata Mom Laura sudah menunggu di teras. Sepertinya tidak sabar bertemu dengan calon menantunya.
"Abel sayang... Mommy kangen sekali." Mom Laura memeluk Abel mengabaikan anak kandungnya yang berjalan masuk lebih dulu.
Abel membalas pelukan hangat itu sambil tersenyum.
"Mommy sehat, kan?" tanya Abel setelah melepas pelukannya.
"Tentu saja," jawab Mom Laura. "Ayo, kita masuk. Maaf ya pagi-pagi Victor sudah menjemput. Mommy ingin kita sarapan bersama. Tidak apa-apa kan?"
Abel mengangguk cepat. "Tidak apa-apa mom. Aku malah senang."
Tapi bohong. Satu meja dengan monster? Huh! Yang benar saja! Batin Abel.
Kalau tidak ada Victor tentu saja dia senang. Tapi sayangnya Victor sudah duduk anteng di kursi meja makan bersama ayahnya dan juga adiknya.
"Ini semua Mommy yang memasak. Semoga Abel suka ya," ucap Mom Laura. Senyumnya tak luntur sedikitpun saking senangnya dengan kedatangan Abel.
"Terimakasih Mommy." Abel ikut tersenyum.
Mereka sarapan dengan tenang meskipun diselingi obrolan ringan. Selain Mom Laura, Dad Sam juga senang Abel berada di tengah-tengah keluarga mereka. Bagi Dad Sam, Abel adalah malaikat penyelamat baginya. Karena apa? Tentu saja karena Abel mendonorkan darah untuk Victor.
"Mommy juga membuat pudding untukmu tadi malam," ucap Mom Laura setelah semua orang selesai sarapan.
"Iya. Sampai aku tidak boleh menyicipi," cibir Grace dengan bibir mencebik.
Mom Laura terkekeh kecil. "Sekarang boleh, sayang." Mom Laura memanggil pelayan untuk mengambilkan pudding yang ia buat tadi malam, sepesial untuk Abel sebenarnya.
Sungguh, Abel merasa nyaman dengan perlakuan Mom Laura. Wanita itu selalu memanjakannya seperti Mommy nya. Andai saja Victor tidak membuat hatinya sakit, mungkin Abel akan semakin senang.
Nyatanya, pria yang selama ini ia idam-idamkan, pria yang selama ini mengisi kekosongan hatinya malah membuat hatinya mati rasa. Selain perkataan Victor waktu itu, perlakuan kasar Victor semalam membuat Abel sadar, bahwa pria monster itu tak pantas untuknya.
Dan sialnya lagi, setelah sarapan bersama, Victor mengajaknya ke apartemen pria itu dan membuat perhitungan padanya karena kemarin telah berani mendekati Jordan bahkan melakukan sentuhan fisik.
Mana mungkin Victor melepaskan Abel begitu saja?
"LEPASKAN AKU SIALLAN!" pekik Abel penuh amarah.
Victor benar-benar monster. Setelah mengikat kedua tangan Abel di kedua sisi ranjang, pria itu dengan teganya meninggalkan Abel sendirian. Abel bisa pegal jika diikat dalam posisi seperti ini. Kedua tangannya terlentang dan diikat. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain berteriak berharap ada tetangga yang mendengarnya.
Tapi sayangnya, tanpa sepengetahuan Abel, Victor mengaktifkan mode kedap suara, sehingga semua teriakannya hanya sia-sia.
Setidaknya Abel merasa lega sedikit karena kakinya tidak diikat juga. Entah ke mana perginya Victor, Abel tak ingin tau.
Andai saja aku tidak ikut dengannya tadi. Batin Abel.
Gadis itu menekuk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di sana, sedangkan kedua tangannya terlentang karena diikat.
"Aku menyesal pernah menyukainya," desis Abel.
Seharusnya Victor berterimakasih pada Abel karena tanpa Abel pria itu akan mati kehabisan darah. Mungkin hatinya sudah sekeras batu.
****
Di sisi lain, Victor dengan santainya berdiri di depan jendela kaca yang besar sambil menatap pemandangan kota dari atas sana. Tak lupa segelas wine yang menemaninya sesekali ia minum.
"Tuan, malam ini ada jadwal," ucap Ario yang selalu berada di belakang boss nya.
"Hm."
Kegiatan mereka memang selalu dijadwalkan. Jadi tidak setiap malam komplotan ini melakukan tindakan keji.
"Awasi setiap pergerakan Jordan. Aku tidak mau pria itu mendekati atau menyentuh milikku," ucap Victor pada sang asisten.
"Baik, tuan."
Victor meletakkan gelas berisi wine itu ke atas meja kerjanya. Setelah itu dia pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sekarang masih pagi, tidak mungkin Victor akan pulang cepat. Tentunya dia bekerja lebih dulu, setidaknya menampakkan diri. Meskipun tanpa bekerja di restoran, Victor pasti memiliki banyak uang, tapi pria itu seakan biasa saja dan tidak keberatan. Lagi pula itu semua sudah menjadi pilihannya.
"Beginilah ciri-ciri orang yang teladan. Telat datang pulang duluan," celetuk Cris saat melihat Victor baru saja memasuki area dapur.
"Benar. Aku curiga dia adalah anak orang kaya yang pura-pura miskin," sahut Rocky.
"Setuju! Aku juga yakin dia bekerja di sini hanya bosan di rumah saja," balas Cris.
Mereka berdua sangat gemar membicarakan orang lain di depan orangnya langsung, seperti membicarakan Victor saat ini, padahal Victor ada di dekat mereka. Namun, itu sudah menjadi hal biasa bagi mereka. Bukan hanya Victor saja yang merasakan, tapi yang lain juga.
"Dari tampangnya saja bukan seperti orang miskin. Tidak seperti kita," balas Rocky pula. Tak lupa wajahnya yang mendramatisir.
Cris menepuk-nepuk pundak Rocky. "Kau saja ya. Tampang ku mahal soalnya," katanya dan langsung mendapat geplakan dari Rocky.
"Sudah-sudah. Ini siapa yang mau mengantar?" celetuk Bryan menunjuk nampan yang sudah berisi makanan.
Tanpa menunggu lama. Victor segera mengambil dan mengabaikan Cris dan Rocky yang menggerutu karena jatah mereka diambil.
****
Hari sudah petang. Victor mengganti pakaiannya bersiap untuk pulang. Akhir-akhir ini dia memang bekerja tidak sampai malam. Tapi dengan syarat gajinya dipotong dan Victor tak masalah.
"Benar kan kataku. Telat datang pulang duluan," celetuk Cris. Menurutnya kata-kata itu sangat cocok untuk Victor.
"Kenapa? Kau iri?" tanya Victor sambil memasang sepatu.
"Iri? Iyalah!" sahut Cris.
Rocky tertawa. "Kalau begitu sana ikuti jejak temanmu ini. Tapi siap-siap gaji mu dipotong oleh boss!"
"Kalau itu aku tidak siap," balas Cris. Keduanya pun tertawa bersama.
Victor berdiri tegap. "Semangat bekerja untuk menuju kaya," ucapnya seraya menepuk-nepuk pundak Cris dan Rocky. Setelah itu dia melangkah pergi.
"Sombong sekali nadanya," kata Rocky. Cris mengangguk setuju dengan bibir mencebik.
Sambil memasang helm full face nya mata tajam itu menatap ke depan melihat sekumpulan remaja yang memasuki restoran. Dan seketika dia teringat Abel yang masih dia kurung di kamar. Dia benar-benar melupakan gadis itu!
"Shittt!"
***
Mohon dukungannya untuk cerita ini yaa teman-teman🥰❣️
BTW SEMANGAT KAK!
(aku tegang bacanya btw😭)
udh segitu aja penilaian dari aku😊🙏