Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Siapa kalian?!" Sifa mengerem mendadak karena dua motor pria tiba-tiba saja menghalangi motornya.
Tidak ada jawaban dari empat pria itu, begitu turun dari motor, kemudian bergerak ke arah Sifa. Sadar sedang dalam bahaya Sifa pun turun, lalu mundur. Jelas menciut nyali Sifa, bagaimana melawan 4 orang sekaligus, walaupun Sifa pernah ikut bela diri.
"Ikut kami!" Tangan salah satu pria mencekal tangan Sifa. Kaki Sifa pun terayun menendang lutut si pria. Menyadari hal itu ketiga pria yang lain meringkus tubuh Sifa.
"Lepaskan! Jika kalian pria jantan jangan main keroyok" Sifa mencoba untuk tenang walaupun sebenarnya takut. Bagaimana tidak? Kedua tangannya sudah diikat ke belakang. Namun, Sifa tidak kehilangan akal, kakinya lagi-lagi menendang dua kaki pria yang berdiri di depanya bergantian.
"Kurang ajar!" Dua pria yang terkena tendangan pun mengumpat. Tanpa Sifa sadari pria yang berada di belakang memukul tengkuk Sifa hingga wanita itupun jatuh tak sadarkan diri. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh mereka, dua orang diantaranya membopong tubuh Sifa dan meletakkan di atas motor besar tentu akan membawa kabur.
Bersamaan dengan itu, mobil kecil berhenti.
Buk buk buk!
Pria pengendara mobil pun lompat memberi hadiah tendangan bertubi-tubi hingga terjadi pertikaian sengit. Rupanya tidak sulit walaupun hanya satu pria melawan empat pria. Nyatanya mereka kwalahan melawan dan pada akhirnya satu-persatu jatuh. Kesempatan itu tidak disia-siakan pria misterius itu. Secepatnya menggendong tubuh Sifa menidurkan di jok.
***************
Kumandang adzan terdengar merdu bertepatan dengan seorang wanita yang tersadar dari pingsan, seketika bangun dari tidur. Pandangannya menyapu sekeliling kamar luas yang terdapat beberapa fasilitas. Sofa, lemari, dan kasur yang ia duduki pun empuk. "Dimana aku?" Gumamnya kaget dan bingung. Tidak sengaja tatapannya tertuju ke celana pria yang digantung di balik pintu.
Seketika ia ingat bahwa setelah magrib dikeroyok 4 pria. "Jangan-jangan mereka yang membawa aku ke kamar ini" Sifa panik dan bingung lalu turun dari tempat tidur berjalan ke depan pintu. Ketika hendak mendorong handle, memandangi lengan kemeja yang dia pakai kebesaran. Perasaannya semakin tidak karuan, bayangan empat pria itu membuka pakaiannya dan melakukan hal buruk.
"Tidak" Sifa memekik lalu mencengkeram kuat kenop pintu hingga terbuka.
Di depan pintu lantai dua, Sifa menengok kanan kiri. "Alvin" gumamnya, ketika sadar bahwa ia berada di kediaman Alvin. Namun, bukan berarti Sifa lega, karena belum tahu siapa yang mengganti pakaiannya.
Sifa menuruni anak tangga menuju ruang keluarga. Namun, tidak ada siapapun di sana, kemudian menoleh ke kamar bibi.
"Tanya bibi" Sifa berjalan ke depan kamar paling belakang lalu mengetuk.
Ceklak!
"Non Sifa sudah sadar" Seru bibi.
"Sudah Bi... kenapa aku bisa di rumah ini? Lalu siapa yang mengganti pakaian aku?" Cecar Sifa berharap bukan Alvin yang mengganti bajunya.
"Sini masuk Non" bibi menceritakan bahwa satu jam yang lalu Alvin mengajak Sifa masuk dalam keadaan pingsan. Lalu Alvin minta bibi mengurus Sifa sebelum akhirnya meninggalkan kamar.
"Alhamdulillah Bi... " Sifa merasa lega ketika menyadari bahwa Alvin telah menyelamatkan dirinya. "Aku pikir Alvin yang membuka baju aku" lanjut Sifa.
"Nggak lah Non" bibi tertawa lalu mengajak Sifa ke meja makan. "Non Sifa tunggu disini sebentar ya" titah bibi hendak memanggil Alvin ke kamar.
"Memangnya Alvin di rumah Bi?" Sifa menghentikan bibi yang hendak naik ke atas tangga, ia pikir Alvin sedang pergi.
"Ada Non" Bibi melanjutkan langkahnya, tidak lama kemudian, bibi kembali diikuti Alvin yang sudah mengenakan baju piama.
Sifa menatap oppa korea yang menuruni anak tangga itu nampak tersenyum kepadanya. Namun, terburu-buru Sifa berpaling. Janda Pirang itu rupanya salah tingkah.
Puk.
Tangan kekar menepuk pundak Sifa, mau tak mau Sifa mendongak.
"Badan kamu tidak ada yang sakit kan?" Alvin memastikan bahwa Sifa baik-baik saja. Ia bermaksud membawa Sifa ke dokter jika itu terjadi.
"Alhamdulillah... nggak apa-apa kok Al" Sifa mengucap terimakasih lanjut berdiri menarik kursi agar Alvin duduk. Alvin mengulum senyum, dalam hati berdoa semoga kelak Sifa menjadi pendamping hidupnya dan Alvin yang akan menarik kursi untuk Sifa.
"Haduw... kamu itu selalu membuat aku jantungan tahu tidak" Alvin membanting bokongnya di kursi.
"Aku juga bingung Al, kenapa ada orang yang akan mencelakai aku" Sifa menatap Alvin sambil mengingat-ingat pernah berbuat salah apa kepada orang lain. Selain hanya Felix musuh satu-satunya.
"Sekarang kita makan dulu" Alvin tidak mau kehilangan selera makan jika dibahas sekarang. Lagi pula tidak mau merusak suasana hatinya yang sedang senang karena bisa makan berdua dengan wanita yang ia cintai walaupun hanya di dalam rumah.
Mereka pun akhirnya makan masakan yang sudah disediakan bibi. Alvin sesekali mencuri pandang ke arah Sifa. Baru kali ini ada wanita yang mampu membuat dadanya berdebar-debar setiap kali bertemu.
Makan malam pun akhirnya selesai, Alvin mengajak Sifa ke depan televisi.
"Al, kamu mengenal salah satu orang yang akan menculik aku tadi" Sifa membuka pembicaraan.
"Tidak, tapi aku yakin jika orang tadi hanya menjalankan perintah" Alvin menduga bahwa empat pria itu ada yang menyuruh.
"Masa sih Al, lalu apa motifnya" Sifa kaget.
"Aku juga tidak tahu Sif, tetapi dugaan aku sementara ini, karena persaingan bisnis" Alvin menjelaskan.
"Ya Allah... aku tidak yakin Al" Sifa kaget, ia hanya pembisnis pemula lalu apa yang membuat iri orang lain.
"Kamu tidak tahu Sif, kadang ada segelintir manusia yang menghalalkan segala cara agar produknya tidak ada yang menyaingi" Alvin menatap wajah Sifa yang mengangguk-angguk. Sifa baru terjun ke dunia bisnis, tentu belum tahu jika ada saja orang yang iri jika mereka tersaingi.
"Kalau begitu aku pulang Al, sudah malam" pamit Sifa. Membahas bisnis panjang lebar, tidak terasa ternyata sudah jam sembilan malam.
"Tidak boleh, malam ini kamu harus menginap disini, kecuali kamu tinggalkan motor kamu disini, lalu aku antar" cegah Alvin tidak mau dibantah.
"Nggak Al, motornya kan pagi-pagi aku buat kerja"
"Alasan" Alvin sudah bisa menebak jika Sifa memilih nekat menggunakan motor.
"Iya deh, aku nginap" Sifa pun mengalah. Malam itu menginap di rumah Alvin, keesokan harinya setelah sarapan, kemudian pamit pulang.
"Kamu aku antar ya Sif" Alvin masih saja khawatir dengan Sifa.
"Tidak usah Al" Sifa masih akan melanjutkan mendatangi warung yang kemarin tutup.
"Dasar keras kepala" Alvin menoel pipi Sifa dari samping.
"Hais, jangan colek-colek" Sifa segera naik ke atas motor. Selesai mengenakan helm lalu melambaikan tangan ke arah Alvin.
Motor matic itupun menuju dua warung yang kemarin tutup. Namun, dalam perjalanan, pandangan Sifa tertuju kepada seorang pria yang parkir di pinggir jalan.
"Itu kan Felix" Sifa mengamati pria yang turun dari mobil tersebut.
"Felix mau kemana itu?" Sifa penasaran ketika Felik pria perlente itu rela berjalan kaki menerobos semak belukar. Felik mengendap-endap seperti maling berjalan menuju kaki bukit.
"Aku harus ikuti Dia" Sifa mencari tempat parkir di depan warung yang akan dia kunjungi, tetapi pagi ini pun belum buka.
Setelah Sifa sangkutkan helm di atas motor, kemudian mengikat rambutnya yang tergerai, tidak lupa mengenakan masker. Sifa membungkuk mengintai Felix yang sudah berjalan agak jauh. Namun, masih terlihat oleh Sifa. Tanpa takut, Sifa mengikuti dari jarak jauh.
...~Bersambung~...