Cerita ini buat orang dewasa 🙃
Raya Purnama menikah di usia 17 tahun setelah dihamili pacarnya, Sambara Bumi, teman satu SMA yang merupakan putra pengusaha kaya.
Namun pernikahan itu tak bertahan lama. Mereka bercerai setelah 3 tahun menjalin pernikahan yang sangat toxic, dan Raya pulang kembali ke rumah ibunya sambil membawa anak perempuannya yang masih balita, Rona.
Raya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anaknya seorang diri. Luka hatinya yang dalam membuatnya tak ingin lagi menjalin cinta.
Namun saat Rona bertumbuh dan menginginkan sosok ayah, apa yang harus dilakukan Raya?
Ada dua lelaki yang menyita perhatian Raya. Samudera Dewa, agen rahasia sekaligus penyanyi yang suara emasnya menguatkan hati Raya di saat tersulit. Alam Semesta, dokter duda tampan yang selalu sigap merawat Rona yang menderita leukemia sejak kecil.
Dan benarkah Sambara sudah tak peduli lagi pada Rona, putri kandungnya sendiri?
Pada akhirnya, siapa yang akan dipilih Raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANITA JENKINS
Raya pernah menonton serial Game of Thrones, sebuah kisah fantasi yang mengisahkan tujuh klan di Westeros memperebutkan satu tahta kuasa tertinggi, yaitu Iron Thrones yang dulu diciptakan Klan Targaryen saat menaklukkan benua barat itu dengan naga-naga mereka.
Dalam salah satu episode, ada adegan ratu dari Klan Lannister, yaitu Cersei Lannister, yang diketahui berzina dengan saudaranya sendiri, lalu dihukum dengan diarak keliling ibukota kerajaan, telanjang, dimaki, dilecehkan, dilempari batu dan segala jenis bahan pangan busuk.
Entah bagaimana, hal yang sama menimpa Raya sekarang. Ia telanjang, menangis dan gemetar, dipaksa berjalan menyusuri jalanan sambil diteriaki dan ditimpuki orang-orang.
"Lonte!"
"Sundal murahan!"
"Pezina!"
"Shame... shame... shame...!"
Hati Raya terkoyak parah. Sekujur tubuhnya lecet dan berdarah. Ia tak kuat lagi berjalan dan dilempari, lalu tersungkur sambil berurai air mata di atas jalanan berbatu yang terpanggang matahari.
Rasanya pedih dan panas, bagai di neraka.
"Hentikan!"
Di balik linang, Raya memandang sosok Samudera yang berlutut di depannya dan berusaha melindungi Raya dari lemparan batu dan telur busuk dengan punggung dan lengannya.
"Sam...," tangis Raya makin menjadi saat melihat kepala Samudera mengucurkan darah usai dilempar batu, namun lelaki tampan itu tetap bergeming demi melindunginya.
"Lancang kamu!"
Raya mendongak. Tinggi di hadapannya, Sambara Bumi berdiri dengan tatapan mata nyalang membara.
Kedua lengan kekarnya menggendong Rona dan sesosok balita pucat sangat tampan. Ekspresi anak-anak itu ketakutan.
"Ro... Rona...!" Raya menggigil.
Sambara tertawa.
"Anak-anak ini milikku sekarang," kata Sambara tanpa perasaan. "Kamu pantas dirajam mati. Juga laki-laki yang sudah berani menghalangi hukumanmu itu, tak bisa diampuni."
"Bunuh mereka!" perintah Sambara lantang.
Selusin pria berbaju hitam muncul dan menembakkan pistol ke arah mereka.
DOR! DOR! DOR!
"TIDAK!!!"
Raya terbangun mendadak, tanpa sadar menangis dan berteriak.
"Raya... tenanglah!"
Seraut paras cantik berambut perak lurus panjang membayangi pandang Raya. Anita Jenkins, dokter spesialis kandungan keturunan Rusia-Amerika-Indonesia, sahabat Sienna saat kuliah kedokteran di Harvard Medical School, kini menjadi salah satu tim spesialis yang menangani program bayi tabung Raya dan Sambara.
Ketika Raya dibawa Sambara ke mansion yang pernah menjadi lokasi pengukir mimpi terburuk kehidupan Raya, Anita juga diboyong serta sebagai ahli medis yang bertanggung jawab menjaga kondisi kehamilan Raya. Raya tidak habis pikir bagaimana Sambara bisa menyeret orang luar yang tak tahu apa-apa ke dalam masalahnya dan turut "memenjarakannya" di mansion-nya seperti ini.
Kekuasaan dan kekuatan pewaris Bumi Corporation itu benar-benar mengerikan.
Raya tak mengenal Anita sama sekali. Dokter yang kecantikannya mirip Emilia Clarke, pemeran Daenerys Targaryen di serial Game of Thrones itu, tak banyak bicara sejak mereka pertama bersua.
Anita diterbangkan dari rumah sakit tempatnya bekerja di Los Angeles untuk menangani program bayi tabung Sambara Bumi, atas rekomendasi Al, mantan suami Sienna. Ia bekerja dengan profesional, dan tak membuka diri sama sekali di luar tugasnya menangani kondisi medis Raya.
Karena itu, Raya cukup terkejut saat menyadari Anita mendampinginya ketika tidur di kamar, sementara tak ada kondisinya yang gawat atau mengkhawatirkan. Kecuali sedikit histeris karena mimpi buruk.
"Kenapa kamu di sini...?" tanya Raya dengan suara gemetar. Mimpi buruk itu masih membayang dan menyesakkan dadanya.
"Samudera memintaku menjagamu sementara waktu," sahut Anita datar. "Dia ada urusan dengan Sambara."
Raya merasa hatinya kian dicekam ketakutan. Ia teringat mimpinya--Sambara memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Samudera.
"Urusan apa...?"
"Entah."
Raya menarik napas dalam-dalam, lalu memeluk lututnya sendiri. Air matanya masih terus berderai. Suasana hatinya sangat buruk sejak harus kembali ke tempat yang penuh kenangan buruk ini. Tak peduli sekeras apapun ia mencoba menguatkan diri, luka lama itu tetap saja terasa perih. Ia masih belum sekuat itu untuk berdiri tegar dan mengatasi traumanya.
"Apakah kamu punya trauma masa lalu?"
Anita bertanya sangat lembut, membuat Raya terkejut.
"Kamu... tahu itu?" bisik Raya dengan batin pedih.
"Salah satu efek ketidakseimbangan hormon saat hamil adalah gelisah. Tapi mimpi seburuk itu, yang sampai membuatmu menjerit dan menangis, itu biasanya disebabkan oleh luka batin mendalam atau trauma masa lalu yang kelam," papar Anita. "Kamu trauma terhadap sesuatu?"
Raya bungkam. Ia tak mudah akrab dengan orang asing. Apalagi sampai harus membuka diri tentang luka-lukanya. Kembali menjalani hari di tempat yang meninggalkan lara jiwa saja sudah sangat buruk, bagaimana bisa ia menceritakannya begitu saja kepada sosok yang tak dikenalnya?
Mimpi buruk itu sangat menggambarkan semua ketakutan, kesakitan, dan kecemasan yang mengendap berlebihan di alam bawah sadarnya. Dan alam bawah sadarnya juga jadi terbayang-bayang Game of Thrones karena sering berhadapan dengan Anita yang wajah cantik dan rambut peraknya mengingatkannya pada ratu naga di serial fantasi berdarah itu.
Mimpi buruk berlatar imajinasi gelap. Rasanya Raya tinggal selangkah lagi untuk menjadi tak waras seutuhnya. Kembali terpenjara di mansion ini sukses membuatnya nyaris gila.
"Kamu tahu, luka fisik mulai sembuh jika disentuh obat dan perawatan yang tepat. Sementara luka hati mulai sembuh saat kamu merasa didengarkan," kata Anita kalem. "Kalau kamu mau, cerita saja. Aku di sini untuk mendengarkan, tanpa penghakiman."
Raya menarik napas dalam sejenak.
"Terima kasih... mungkin kapan-kapan."
Anita tertawa.
"Kamu mirip denganku. Enggan terbuka dengan orang asing. Maaf juga kalau selama tiga bulan ini sikapku dingin. Aku begitu karena aku tak tahu siapa yang bisa kupercaya di sini... apalagi aku terlibat urusan yang tidak lazim..."
"Kalau begitu, kenapa kamu mau datang?" tanya Raya. "Kamu tinggal jauh di Amerika. Punya kehidupan sendiri. Kamu bisa saja menolak datang ke sini... kenapa mau berurusan dengan seseorang yang jelas-jelas bermasalah seperti Sambara Bumi?"
Anita terdiam sesaat.
"Aku kemari untuk menyembuhkan lukaku."
Raya memandang Anita tidak mengerti.
"Negeri ini menyimpan banyak kenangan buruk bagiku," kata Anita pelan. "Aku lahir dan tumbuh di negeri ini sampai usia tujuh belas tahun. Aku hidup hanya bersama ibuku yang asli warga negeri ini. Ayahku pergi meninggalkan ibuku sejak aku masih dalam kandungan. Ibuku memberiku nama belakang ayahku supaya kelak aku bisa bertemu kembali dengannya--itulah harapan naifnya."
Anita tersenyum pahit saat melanjutkan ceritanya.
"Tumbuh menjadi sosok yang berbeda membuatku banyak mendapat sorotan hingga perundungan. Bahkan aku sempat mengalami pelecehan seksual saat umurku sebelas tahun. Pelakunya pamanku dan sepupuku--saudara ibuku sendiri."
Raya membelalak. Tak menyangka perempuan jelita di hadapannya itu punya masa lalu yang sangat buruk.
"Ibuku membunuh pamanku setelah tahu perlakuan bejatnya padaku. Sepupuku melarikan diri. Ibuku akhirnya dipenjara. Aku harus melanjutkan hidup di panti asuhan."
Anita bernapas sejenak. Kentara berusaha keras mengendalikan kesakitan yang muncul dalam batinnya.
"Saat di panti itulah, aku bertemu dan diadopsi sepasang suami-istri pengusaha kaya. Mereka baik dan menyayangiku. Aku disekolahkan sampai luar negeri... hingga aku menjadi dokter spesialis kandungan di Los Angeles, sampai beberapa bulan lalu.
"Hidupku berubah drastis sejak aku diadopsi. Aku bahagia. Tapi semua trauma dan luka masa lalu itu masih ada. Dan pelaku pelecehan itu... sepupuku, masih berkeliaran bebas di luar sana."
Anita menyelipkan rambut perak panjangnya ke belakang telinga. Ekspresinya penuh tekad.
"Ketika Al mengontakku untuk memenuhi permintaan salah satu konglomerat di negeri ini, aku sempat ragu. Aku sempat merasa tak mau kembali ke negeri penuh kenangan buruk ini. Tapi pacarku meyakinkanku. Jika aku tidak terus lari, jika aku berani menghadapi lukaku sendiri, maka aku akan punya kesempatan besar untuk pulih.
"Masuk akal juga penjelasannya. Bagaimana kamu mau lukamu sembuh kalau kamu tidak memerhatikan dan merawatnya? Sakit memang. Tapi rasa sakit itulah tahap awal menuju sembuh. Dan... ini mungkin sinting, tapi kalau aku kembali ke sini, aku bisa memburu pelaku yang sudah menghancurkan hidupku dulu. Aku bisa berbalik menyerang dan membalas sekarang. Jika aku bisa menang, aku tahu lukaku akan sembuh untuk selamanya."
Raya tidak menyangka akan mendengar kisah sekaligus petuah dari Anita seperti ini. Baginya, penuturan Anita juga sangat masuk akal. Dan entah mengapa, perlahan memercikkan api inspirasi yang membuat hatinya merasa sanggup berharap lagi.
Apa aku bisa seperti itu juga? Berani menghadapi jejak masa lalu? Berbalik membalas dan menyerang? Sungguhkah luka itu bisa pulih sepenuhnya kelak?
"Tak usah berpikir yang terlalu berat. Jalani saja saat ini apa adanya dulu," Anita seperti bisa membaca pikiran Raya. "Kamu sedang mengandung. Fokus saja pada kesehatan dan keselamatan bayimu. Kamu seorang ibu. Kamu lebih tangguh dan kuat daripada yang kamu tahu--apalagi jika kamu berjuang demi anakmu. Kekuatan sebesar itu, bisa juga membantu kesembuhan lukamu. Asal kamu bisa menerimanya apa adanya. Dengan begitu, mimpi buruk itu akan pergi dengan sendirinya. Percayalah."
Raya tak tahu harus berkata apa. Namun perlahan, ia menghapus air matanya.
Ketika pagi menjelang, Raya duduk di atas kursi rodanya dan didorong Anita untuk menikmati udara dan sinar matahari di taman mansion.
Mereka tak sendiri di taman itu. Yang membuat Raya kaget, ada Arum sedang bermain dengan Rona--keduanya tertawa sambil memetik bunga-bunga.
"Arum? Kamu di sini?" seru Raya tak percaya.
"Kak Raya...!" Arum mendongak kaget, matanya seketika berkaca-kaca.
"Bundaaa!" Rona memekik gembira. "Ayo kita ke Bunda, Kak Alum... ayoo!"
"I-iya..."
Arum menggendong Rona dan mendudukkannya dengan hati-hati di pangkuan Raya. Rona langsung menempel erat pada Raya, wajahnya yang pucat tersenyum bahagia.
"Bunda... lihat... Lona dan kak Alum tadi petik banyaak bunga... cantik-cantik!"
"Iya, cantik...," Raya mengangguk sejenak, lalu perhatiannya kembali tertuju pada Arum. "Gimana kamu bisa ada di sini, Rum? Kapan kamu datang?"
"Eh... itu... Tuan Sambara nyuruh saya kerja lagi sama beliau... beliau suruh saya jadi baby sitter Nona Rona lagi... jadi ya saya datang kemari semalam, dijemput pakai helikopter Tuan, buat mengurus Nona Rona mulai hari ini...," jelas Arum gugup dan terbata. Jelas ia sendiri tidak menyangka semua perubahan ini terjadi begitu cepat.
"Jujur Arum kaget... tapi Arum senang bisa ketemu Nona Rona lagi... Arum senang bisa ketemu Kakak lagi... kita bisa sama-sama lagi kayak dulu Kak," sambung Arum dengan mata berkaca-kaca.
Raya terdiam. Sejenak menimbang rasa. Ia senang bisa bertemu Arum lagi. Tetapi kegelisahan juga mulai muncul dan mengganggu batinnya.
Sambara sepertinya berniat merengkuh Rona lagi dalam hidupnya. Tetapi mengapa dia tiba-tiba berubah sedrastis ini? Dan jika dia berniat membuat Rona tinggal di sisinya... apa itu berarti dia ingin memisahkan Rona dari Raya?
Kemarahan membuncah di kedalaman jantung Raya. Ia tidak bisa menerima ini semua. Hak asuh Rona ada padanya sampai Rona dewasa nanti--itu semua sudah tertuang jelas dalam keputusan pengadilan ketika mereka bercerai hampir tiga tahun lalu. Sambara tidak boleh mengambil Rona begitu saja dari sisinya.
Raya harus mengonfrontasi Sambara mengenai ini. Ia tak akan diam saja--ia harus membuat batasan tegas, dan ia tak akan membiarkan laki-laki sinting itu merebut Rona darinya. Ia akan melawan dengan gila. Apa saja akan dilakukannya agar Rona tetap ada dalam pelukannya.
"Maaf Raya, aku harus pergi dulu--Sambara memanggilku," kata Anita setelah mengecek ponselnya.
"Aku ikut!" seruan Raya yang bernada marah mengejutkan semua orang. "Aku harus bicara dengannya sekarang!"
"Maaf, tapi kamu tidak bisa ikut... kamu tidak boleh meninggalkan mansion ini. Tidak aman bagimu dan bayimu. Sambara ada di kantornya, di Bumi Golden Tower. Helikopter Sambara sudah ada di landasan mansion ini untuk membawaku ke sana. Tapi kamu tidak boleh ikut bersamaku."
Apa-apaan ini? Raya mendelik marah, namun tak ada yang bisa dia lakukan.
"Kamu jangan khawatir. Aku tak akan lama. Sambara memanggilku untuk keselamatanmu dan bayimu juga--ia harus menyiapkan alat-alat medis mumpuni di mansion ini sebagai fasilitas yang memadai untuk merawatmu, dan juga membantu kelahiran bayimu nanti. Aku ke sana untuk merekomendasikan semua yang kalian butuhkan," kata Anita tenang.
Raya tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa membatu saat Anita pamit dan berpesan pada Arum untuk menjaga Raya juga selama ia tak ada, dan segera menghubungi Sambara jika situasi darurat terjadi.
"Kakak nggak takut sama Dokter Anita...?"
Arum berbisik pelan setelah Anita pergi. Raya sadar dari kebekuannya, dan memandang Arum kaget.
"Apa maksudmu bicara begitu, Rum...?"
"Dokter Anita itu... sepertinya bukan Dokter biasa. Semalam saat Arum sampai di sini, Arum sempat lihat dia ngobrol sama Kak Samudera sebelum Kak Samudera pergi entah ke mana. Terus Arum lihat dia ngeluarin pistol dari balik jasnya, lalu berjalan masuk ke kamar Kakak..."
Raya terkejut mendengarnya. Pistol? Dokter macam apa yang bebas membawa pistol ke mana-mana?
"Arum takut banget Kak... khawatir juga sama Kakak... semalaman Arum nggak tidur sambil jagain Nona Rona di kamar sebelah kamar Kakak... Arum takut Kakak kenapa-napa... tapi untunglah Kakak baik-baik aja... cuma Arum masih nggak ngerti kenapa Dokter Anita bisa bawa pistol seperti itu... apa disuruh Tuan Sambara ya Kak buat jagain Kakak juga pakai pistol itu? Tapi kok ngeri...," Arum terus bergumam lirih sementara peluh dingin menetes di dahinya.
Raya tak ingat melihat Anita dengan pistolnya saat ia terjaga dari mimpi buruknya beberapa jam lalu. Anita masih asing baginya, meski entah bagaimana ia mau sedikit menceritakan masa lalunya untuk membangkitkan semangat Raya.
Apa itu demi meraih simpati dan rasa percaya? Tapi untuk apa? Kenapa dokter sepertinya bebas membawa pistol ke mana-mana?
Siapa Anita Jenkins ini sebenarnya?
...***...