STEP FATHER FOR MY DAUGHTER
Rasanya seperti berjalan di atas kue.
Eh, apa ini beneran kue?
Raya melongo. Daratan di bawah kaki Raya sungguh kelewat empuk. Dan berlumur krim. Krim putih dan merah jambu menodai sepatu kets putih hingga lutut celana jeans birunya. Konyolnya, Raya sempat mencoleknya sedikit dengan telunjuk, dan memasukkannya ke mulut.
Rasanya manis. Enak.
"Bunda! Bunda! Sini!"
Raya mendongak. Putri sulungnya, Rona, melambai ceria dan melompat-lompat gembira di atas lapisan kue dan krim yang lebih kecil dan menjadi puncak kue ulang tahun bertingkat dua itu.
"Eh... jangan lompat-lompat! Nanti jatuh!"
Raya menegur dengan panik. Tentu bukan tanpa alasan. Semakin Rona melompat, lapisan krim dan kue di bawah pijakannya semakin hancur. Kakinya yang mungil dan telanjang melesak semakin dalam ke bagian kue yang kian remuk.
"Rona! Nanti jatuh!"
Benar saja, kue di bawah kaki Rona meluruh. Rona menjerit sambil meluncur ke bawah. Raya berlari secepat kilat, panik, berusaha keras menggapainya.
Entah bagaimana Raya mendadak jadi supermom. Meski tanpa jubah superman, Raya bisa melesat secepat kilat, nyaris terbang, melintasi lautan krim berpola bunga-bunga warna pelangi dan surai rambut unicorn warna merah jambu. Kakinya bahkan hampir tak menjejak.
Raya berhasil menangkap Rona. Tubuh kecil kurus Rona yang selalu wangi strawberry mendarat aman dalam pelukan Raya.
Namun mendadak Raya kehilangan keseimbangannya. Mereka berdua malah jatuh terguling di lapisan krim tebal. Muka Raya bahkan sempat terbenam ke dalam krim. Dan saat Raya beringsut bangun, Rona menertawakannya.
Raya mengerjap. Wajahnya berlumur krim sangat tebal.
Pastinya aku terlihat seperti badut konyol atau makhluk dongeng berwajah absurd yang sangat menggelikan, pikir Raya.
Mau tak mau, Raya juga tertawa.
"Dasar! Ini gara-gara kamu, tahu!"
Raya memeluk Rona dan menempelkan pipinya yang berlumur krim tebal ke pipi Rona. Rona menggeleng, wajahnya juga berlumur krim sekarang.
Mereka cekikikan bersama.
"Terima kasih ya, Bunda...," Rona memandang ibunya dengan tatapan riang dan polos, manik matanya berbinar seperti kerlip bintang fajar. "Rona suka hadiah bunda. Kue raksasa ini keren! Rona suka!"
"Eh...," Raya mengerjap. Sesaat bingung, sebab Raya tak tahu bagaimana ia dan Rona berada di sana, di atas kue manis raksasa yang membuat mereka belepotan krim, seperti orang-orang yang biasa dijahili pada saat ulang tahun mereka.
"Rona sukaaa hadiah ulang tahun dari Bunda," angguk Rona. Bibir mungilnya tersenyum lebar. "Tapi boleh nggak Rona minta satuuu aja lagi hadiah dari Bunda? Rona mau satu hadiah lagi buat ulang tahun Rona kali ini. Boleh, ya, Bunda? Boleh, ya?"
Rona mengangkat jari telunjuk kanannya ke depan hidung Raya dengan penuh semangat. Senyum dan matanya persis Raya.
"Boleh, dong," jawab Raya penuh kasih sayang. Ia rela memberikan apa saja untuk Rona. Rona minta kastil Tokyo Disneyland pun akan Raya berikan.
Dalam bentuk miniatur atau lego, tapi. Mana sanggup barista berpenghasilan pas-pasan seperti Raya membeli kastil Disneyland? Beli tiket masuk ke sana pun cuma bisa mimpi.
"Asyiik!" Rona tampak sangat gembira. Ia bahkan menangis saking girangnya.
"Memangnya Rona mau minta apa sih?" tanya Raya ingin tahu. Jangan-jangan kastil Disneyland sungguhan.
Rona tersenyum sangat lebar, memamerkan gigi-gigi putih yang kecil dan lucu.
"Rona mau Ayah."
***
Bunyi dan getar alarm pukul lima pagi di ponsel Raya membangunkannya seketika.
Raya terengah. Matanya mengerjap. Jemarinya dengan kikuk menekan layar ponsel untuk mematikan dering.
Raya menarik napas dalam-dalam. Ia menatap langit-langit kamarnya yang terang. Raya tak pernah mematikan lampu sebelum tidur. Selain malas, rasanya lebih enak saja kalau situasi sekitarnya selalu mudah dilihat. Kalau terbangun sewaktu-waktu, Raya tak kesulitan memahami keadaan sekitar, atau mencari sesuatu, seperti kacamata dan ponsel. Kalau terjadi sesuatu, Raya akan bisa segera tahu.
Walau amit-amit, jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk di sini, di rumah kecil yang menua dan hampir tak pernah direnovasi. Rumah itu adalah satu-satunya harta peninggalan ibu Raya untuk Raya dan Rona.
Rona...
Sekarang masih pukul lima pagi. Rona masih tertidur nyenyak di kamarnya sendiri yang berhiaskan tema unicorn, persis di sebelah kamar Raya
Raya teringat mimpi itu. Kue ulang tahun unicorn dan permintaan Rona, sesaat sebelum ia terjaga.
"Rona mau Ayah."
Mata Raya berkaca-kaca. Ia memeluk lututnya sendiri. Hati Raya remuk rasanya.
Raya melahirkan Rona tujuh tahun lalu, tepatnya tanggal 20 Juni 2017. Dini hari, sendirian di ruang bersalin salah satu rumah sakit. Rona lahir normal, sehat, cantik. Paras Rona mirip ayahnya--kecuali matanya yang lebar dan bibirnya yang tipis, persis seperti Raya.
Kelahirannya harusnya menjadi momen paling membahagiakan dalam hidup Raya. Tentu Raya bahagia. Tapi di saat yang sama, Raya juga sangat menderita.
Itu semua gara-gara Sam. Ayah kandung Rona. Suami yang baru dinikahi Raya tiga bulan sebelum kelahiran Rona.
Ya, Raya menikah setelah hamil selama enam bulan. Raya menikah setelah dengan gila menghancurkan dirinya sendiri, dan gila-gilaan menghancurkan Sam dan Bumi Corporation agar Sam sudi menikahinya. Raya mau Sam bertanggung jawab penuh setelah apa yang terjadi malam itu.
Suatu malam di bulan Oktober, tujuh tahun lalu dari sekarang, di mansion pribadi Sam yang super mewah di tengah kota. Seusai pesta pribadi perayaan ulang tahun Sam, kebodohan terbesar itu terjadi dalam hidup Raya.
Setelah semua tamu pulang, hanya ada Raya dan Sam. Sepasang kekasih itu sedikit mabuk karena bir. Mereka anak muda yang tak peduli aturan dan maunya bersenang-senang. Mereka berciuman dan saling meraba di atas sofa. Hal yang sangat biasa mereka lakukan sejak jadian satu tahun lalu.
"Pindah, yuk," ajak Sam lembut.
Raya terengah. Pipi dan dadanya panas.
"Ke mana?" tanya Raya deg-deg-an.
"Kamarku," jawab Sam sambil tersenyum penuh arti. "Kamu mau nggak?"
Raya mengerjap. Tahu akan mengalir ke arah mana semua ini. Alkohol membuat kepalanya sedikit melayang. Rabaan dan ciuman mereka tadi membuatnya agak bergairah.
Dia Sam. Cowok paling tampan yang ajaibnya jatuh ke pelukanmu. Jelas saat ini dia menginginkanmu, Raya. Masa kamu nggak menginginkannya?
Masa kamu nggak pengen tahu, seperti apa rasanya? Dengan Sam!
Mata Raya membulat. Entah dari mana pikiran gila itu merasukinya. Raya maju dan melumat bibir Sam. Ia meraba bagian bawah tubuh Sam. Menonjol keras.
"Ayo," bisik Raya sambil tersenyum.
Sam berseri-seri. Tampan sekali.
Sam menggandeng Raya memasuki kamarnya di lantai dua. Sangat luas dan penuh perabotan mahal. Tapi Raya tak memerhatikan apapun, selain Sam, yang langsung mengajaknya duduk di atas tempat tidur besar dan sangat empuk. Sam membuka semua pakaiannya tanpa ragu di hadapan Raya.
Tubuh Sam mulus. Kulitnya halus. Dada, perut, dan lengannya berotot. Bagian bawah tubuhnya menakjubkan.
Raya mengerjap. Pipinya merah padam.
Sam mendekat. Raya menatap seraut wajah pucat dan tampan di bawah sorot lampu tidur itu. Wajah yang memikatnya sejak pertama Raya melihatnya. Sepasang mata kecil dan tajam. Hidung mancung. Bibir penuh yang sering menyeringai, dan belakangan sering menyentuh bibir Raya.
Raya merasa bagai dewi yang bertahta di atas awan. Sambara Bumi, cowok paling tampan, paling terkenal, paling kaya, paling diidolakan banyak gadis di SMA Bintang Bumi, kini sungguhan jatuh dalam pelukan Raya.
Sam melepas ciumannya sesaat. Matanya turun, jarinya turun, melepas kancing-kancing blus berenda biru Raya. Ia menggigit bibir bawahnya saat melihat belahan tubuh Raya menyembul di balik pakaian dalam putih berenda tipis.
Jantung Raya berdetak keras. Wajahnya memanas. Dia pasti sudah tidak waras! Tapi... sejak kapan seorang Raya Purnama waras?
Semua orang akan mengatakan ini salah. Dosa. Berbahaya. Tapi...
"Aku menginginkanmu, Ra," bisik Sam.
Jemari Sam menelusup ke balik bra Raya. Sentuhannya membuat napas Raya memendek. Gerakan dada Raya yang naik-turun makin menggoda Sam. Lelaki tampan itu menunduk dan menguburkan wajahnya di dada Raya. Bibir dan lidahnya lihai menyapu.
Bra Raya terlepas. Semua pakaiannya terlepas. Tak ada perlindungan. Sam mendorong Raya hingga rebah. Diremasnya payudara Raya bergantian. Dikulum dan dihisapnya pucuk mungil Raya yang menegang kuat-kuat. Sesekali disertai gigitan kecil yang mengejutkan.
Raya baru tahu, itu adalah titik paling sensitif dari tubuhnya. Getaran dan denyut misterius seketika muncul dari rongga bawah perutnya. Raya menggelinjang. Makin kehilangan akal.
"S-Sam...," Raya terbata, pinggulnya mengejang hingga terangkat dengan sendirinya. "Aku juga... aku ingin... please..."
Sambara Bumi mendongak sesaat. Matanya berkilauan. Bibirnya menyeringai.
"Kamu yakin, Ra...?"
Raya mengangguk, terengah. "Jangan berhenti..."
Sam dengan berani memasukkan ujung jarinya ke celah bawah tubuh Raya yang basah. Sentuhan, dorongan, dan gelitik lembutnya di titik paling tepat membuat Raya menjerit.
"Aku menyukaimu," Sam mengulum bibir Raya. "Kamu cantik dan pemberani. Ayo kita lakukan, Sayangku. Aku akan memuaskanmu malam ini."
Raya pasrah dalam kegilaannya. Sam sangat tahu apa yang harus dilakukannya untuk menaklukkan gadis cantik berambut hitam sebahu itu.
Bibir dan jemari Sam tak ragu bermain. Sam menyuruh Raya diam, membuka kedua pahanya, menyerangnya di titik bawah dengan lidahnya. Raya tak bisa menahan lenguhan dan gelinjang. Kulit Raya terasa panas membara. Sekujur tubuhnya seakan tersetrum pelan.
Raya memohon-mohon.
Wajah Sam kembali muncul. Ia tersenyum.
"Kalau itu maumu, Sayang..."
Sam memeluk Raya. Bibirnya melumat bibir Raya. Tak lama kemudian, sesuatu melesak ke dalam rongga bawah tubuh Raya.
Raya berjengit. Rasanya penuh. Agak nyeri.
Giliran Sam melenguh. Liang Raya yang sempit jelas memberinya sensasi menjepit yang sangat nikmat.
"Kumulai, ya..."
Sam menggerakkan tubuhnya perlahan. Raya memejamkan mata. Mulanya asing. Nyeri. Tapi Sam terus mendorongnya sambil memelintir pucuk mungil paling sensitif di dada Raya. Bibirnya melumat bibir, telinga, leher Raya.
Bagian bawah tubuh Raya kembali bereaksi. Makin basah. Lama-lama tarikan dan dorongan Sam makin terasa nikmat.
Mereka benar... rasanya menakjubkan..., batin Raya terbuai.
"Belum, Sayang..."
Seakan bisa membaca pikiran Raya, Sam berbisik sambil meniup telinga Raya. Raya terkikik geli.
Namun sesaat kemudian, Raya agak bingung saat Sam membimbingnya untuk duduk, dalam keadaan mereka masih menyatu.
Kini Raya duduk di atas pangkuan Sam. Jemari Sam bergeser menyentuh belakang tubuh Raya. Meremasnya. Menepuknya.
"Ayo, bergerak."
Raya patuh. Digerakkan tubuhnya. Raya terkesiap. Rasanya jauh lebih nikmat.
Dengan posisi itu, Sam mampu menjangkau semua titik paling sensitif dalam rongga bawah tubuh Raya. Utuh dan penuh. Tanpa terlewat sedikitpun.
Dan Raya bisa mengendalikannya, sesuai keinginannya!
"Sam... Sam..."
Raya bergoyang sambil menyebut nama Sam. Keringatnya mengalir. Nyaris tak terasa lagi nyeri. Sepenuhnya surga duniawi.
"Raya..."
Sam mengubur wajahnya di dada gadisnya lagi. Raya berteriak. Hilang akal. Gerakan Raya tanpa sadar makin liar.
Sesuatu berdenyut dalam tubuh Raya. Sesuatu terlepas, memancar deras. Kepala Raya kian melayang. Raya menggigil sejenak, lalu jatuh dengan lemas ke dalam pelukan Sam, yang juga telah tuntas sambil tersenyum sangat puas.
Nikmatnya luar biasa. Bahagianya luar biasa.
Tetapi, bodohnya Raya terlambat menyadari, setelah itu sengsaranya juga luar biasa.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
sean hayati
Salam kenal mbak baru mampir ini,bila ada waktu mampir ya di karyaku cinta di ujung batas usia
2024-09-28
0
Hera Puspita
baru mampir
2024-07-23
0
R_Bell
kak,
aku baru ngeh kalau kakak ngikutin akunku 😇🙏
lalu malam ini ku coba cek novel mu.
baru baca bab 1,
astaga. aku suka cara penulisan mu kak.
aku pembaca yang agak sok perfeksionis, tanda petiknya ga sesuai. misalnya "Aku akan mengatakan" diketika jadi " aku akan mengatakan "
sudahlah ya, ga akan aku baca.
tapi penulisanmu ini keren kak, ceritanya juga oke. aku padamu kak, sukses pokoknya buat author 😇👍
2024-06-27
0