Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
Hubunganku dengan Reyvan bisa dibilang tidak sekedar sebagai rekan kerja. Ketika kami sama-sama merantau di Surabaya, kami sering menghabiskan waktu bersama. Kami pernah ditugaskan dalam tim yang sama dengan jam-jam lembur yang membuat kami harus pulang malam atau harus dinas keluar kota bersama-sama. Reyvan juga pernah menemaniku di rumah sakit kala aku harus dioperasi karena usus buntuku nyaris pecah.
Reyvan pun pernah menyatakan perasaannya kepadaku, namun kutolak karena aku hanya menganggapnya teman. Saat itu Reyvan bukan hanya memintaku jadi pacarnya, namun langsung melamarku. Tapi hatiku bergeming, semua kebaikan Reyvan selama kami bersama bagiku hanyalah sebuah persahabatan. Aku tak ingin lebih dari itu.
Ketika aku menolak lamaran Reyvan, dia sempat menjauh dariku. Namun aku marah dan tidak terima dia menjauhiku. Dia bahkan keluar dari timku dan bergabung dengan tim lain dengan alasan tidak masuk akal. Sampai akhirnya, tak lama berselang, Keputusan mutasi memindahkan dia ke kota kelahirannya, Medan. Setelah dia pindah tugas, komunikasi kami pun terputus. Aku juga tidak mengantarnya ke bandara, karena masih marah dengan sikap merajuknya.
Dan kini ketika dia ada di depanku, ingin sekali kubertanya dia sudah menikah atau belum. Sungguh aku sangat nyaman berteman dengannya. Setidaknya jika dia belum menikah, aku masih bisa menempel padanya sebagai teman. Jujur saja, aku tetap butuh teman di kota asing ini. Namun hingga makanannya habis, aku tidak berani bertanya. Dia menceritakan sedikit tentang situasi kantor baruku dimana Reyvan juga bekerja, namun kami berada di tim yang berbeda. Tak lama ponsel Reyvan berdering, ternyata mama Reyvan telah selesai belanja dan menunggu di pintu keluar supermarket.
"Jane, mau aku antar sekalian nggak ?”tawarnya.
"Aduh makasih, Rey. Aku masih mau belanja yang lain. Maklum banyak perlengkapan yang harus kubeli,”tolakku karena enggan berkenalan dengan mama Reyvan.
“Oke deh, kalau perlu sesuatu, jangan sungkan kabari aku, ya”ucapnya sambil berlalu pergi.
Aku mendesah memandangi punggungnya yang berlalu dengan setengah berlari menuju pintu keluar supermarket. Dia tidak seganteng Antonio, tapi baiknya kebangetan. Sayangnya, dia baik ke semua orang, bukan aku saja. Mungkin itu yang membuatku membentengi hati agar tidak jatuh hati padanya. Aku takut kegeeran. Akibatnya ketika dia menyatakan perasaannya, aku terlanjur mematri kata persahabatan untuk dia dihatiku.
Aku segera memesan taksi online begitu ibu kost mengirimkan pesan padaku bahwa kamarku telah selesai dibersihkan. Sesampainya di kost, aku menaikkan barang belanjaanku ke lantai dua Dimana kamarku berada. Kemudian menjemput barang yang kutitipkan di rumah ibu kost sekalian mengambil kartu kunci kamarku. Setelah memasukkan semua barang ke dalam kamar kost, aku pun mulai berbenah dan menyusun satu persatu barang-barangku. Tanpa kusadari waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Perutku keroncongan. Dan ketika aku mengambil ponselku untuk memesan makanan melalui aplikasi online, pesan dari Reyvan tiba-tiba masuk.
“Jane, aku ada di depan kostmu. Kamu pasti belum makan karena sibuk beres-beres. Turun dong, aku bawakan kamu makanan ini.”tulisnya melalui aplikasi pesan. Sejenak aku tercengang, apa mungkin Reyvan masih juga sendiri, bisa-bisanya dia mendatangi aku di jam begini. Kujawab pesan Reyvan dan mengatakan untuk menunggu sebentar. Aku bersimbah peluh dan keringat karena sibuk beres-beres kasur dan lemari. Secepat kilat kuguyur tubuhku dengan air dan sabun, mengeringkan dengan handuk, memakai kaus, celana pendek dan sendal, menenteng ponsel lalu turun ke bawah. Aku berpapasan dengan salah satu penghuni kost dan berusaha menyapa dengan senyumku yang manis.
Reyvan parkir di seberang jalan, dia melambaikan tangannya memanggilku. Aku masuk ke dalam mobilnya dan dia menyerahkan bungkusan makanan kepadaku.
“Kenapa repot-repot sih, Rey?”tanyaku dengan tangan menerima bungkusan itu dan membukanya. Isinya nasi, ayam penyet dan sayur kol goreng. Mirip dengan yang sering kami makan di Surabaya.
“Nggak repot koq. Aku tahu kamu pasti lupa makan karena sibuk berbenah. Lagipula rumahku hanya lima belas menit dari sini. Makanya tadi aku senang sekali waktu kamu bilang nge-kost disini,”katanya sambil membukakan tutup botol air mineral dan meletakkannya di dekatku.
“Lho, kenapa kamu harus senang ? Memang kost-kostan ini milik kamu, seolah aku masuk kesini bisa menambah omset kamu,”candaku pada Reyvan sambil menyuapkan nasi dan ayam ke mulutku.
“Senang donk, artinya aku punya kesempatan untuk berangkat atau pulang bareng denganmu,”kata Reyvan yang membuat aku tersedak dan buru-buru mengambil botol air mineral dan menenggaknya.
“Sorry, sorry, “ucap Reyvan sambil tertawa dan aku meringis.
Kuhabiskan makanan pemberian Reyvan di dalam mobilnya dalam diam. Sungguh aku tidak menyangka Reyvan masih menyimpan perasaan itu padaku. Reyvan pun ikut terdiam, namun mencuri-curi pandang ke arahku saat aku sedang asyik menghabiskan makanan di tanganku. Kuteguk habis air mineral di dalam botol, membereskan kotak pembungkus ke dalam plastic dan siap-siap turun dari mobil Reyvan. Namun Reyvan menahanku dengan memegang pergelanganku.
“Tunggu, Jane. Aku masih mau bicara denganmu,”katanya dengan tatapan yang lembut. Aku kembali ke posisi duduk dan menatapnya.
“Ada apa, Rey? Masih banyak hari-hari esok. Kita satu kantor, pasti bertemu nyaris setiap hari.”
“Jane, aku mau kamu tahu dari aku, bukan dari cerita orang lain di kantor.”ucap Reyvan membuatku mengerutkan kening.
“Tentang apa ?”tanyaku.
“Aku punya pacar.”
“Oh.”jawabku singkat.
“Aku menjalin hubungan dengan Rachel, junior di kantor. Hubungan kami sedang diujung tanduk karena aku menemukan chat mesra Rachel dengan teman sekolahnya dulu. Sejujurnya aku sudah memutuskan hubungan, namun Rachel tidak terima dan masih menganggapku sebagai pacarnya.” Aku belum paham mengapa Reyvan menceritakan mengenai pacarnya.