NovelToon NovelToon
Aku Sudah Memaafkan

Aku Sudah Memaafkan

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Hamil di luar nikah / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Trauma masa lalu
Popularitas:3M
Nilai: 5
Nama Author: yu aotian

"Aku emang cinta sama kamu. Tapi, maaf ... kamu enggak ada di rencana masa depanku."


Tanganku gemetar memegang alat tes kehamilan yang bergaris dua. Tak bisa kupercaya! Setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya.

Saat itu juga, aku merasakan duniaku berotasi tidak normal. Aku terisak di sudut ruangan yang temaram. Menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi. Namun, satu yang aku yakini, hidup itu ... bukan pelarian, melainkan harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku

Kelopak mataku terbuka secara perlahan. Terang. Gelap. Terang. Gelap. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Begitu mataku mengerjap, kudapati diri ini tengah terbaring di atas brankar ruang perawatan yang biasa digunakan untuk praktik. Empat perempuan yang tadinya bergosip tentang pernikahan kak Evan, tampak berdiri di sisi brankar sambil memandangku.

Aku langsung terduduk kaget, sambil memegang kepalaku yang masih terasa pusing dan berat. Pandanganku seketika berputar-putar. Bahkan tubuhku terasa melayang-layang.

"Gritta, lo mesti istirahat dulu," ucap salah satu di antara mereka.

"Gimana skripsi? Apa dah giliranku?" tanyaku sambil kembali memejamkan mata.

"Dosen suruh lo dirawat inap di rumah sakit. Lo kekurangan Hb. Keknya lo juga kehilangan cairan. Kita dah hubungi Arai buat bawa lo ke sana soalnya kita masih mau nunggu giliran."

"Tapi ... aku ... juga belum maju."

"Jangan maksain diri, Grit! Lo tuh gak sehat banget," cegat mereka sambil kembali menidurkanku.

Aku berusaha membuka mata kembali, tapi yang ada penglihatanku kembali memutih tak jelas diikuti perasaan mual yang mendadak menyerang. Aku sampai menutup mulutku untuk menahan muntah. Satu orang memberiku air hangat dan uap dari minyak angin yang langsung membuat perasaanku sedikit nyaman.

Salah satu dari mereka bertanya dengan nada hati-hati. "Gritta, lo ... hamil, ya?"

Ditanya seperti itu, membuatku tersentak. Aku membuka mata secara perlahan.

"Tadi ... gue periksa denyut nadi lo. Lo tahu sendiri, kan, detak jantung orang dewasa yang normal berkisar 60-100 detak per menit. Tapi detak jantung lo lebih dari itu," kata salah satu di antara mereka.

Aku terpukul. Ya, kami adalah calon dokter. Tentu kami bisa membedakan detak jantung orang normal dan orang yang sedang hamil. Kurasakan seluruh urat-urat wajahku menegang seketika. Beriringan dengan itu, mataku tak sengaja menoleh ke arah pintu ruang. Ternyata, Arai tengah berdiri di sana dengan mimik wajah tak percaya. Sepertinya, ia turut mendengar perkataan teman sekelas kami barusan.

"Mending lo cek langsung pake testpack biar lebih jelas," imbuh kawan satunya.

"Jangan sembarang ngomong!" sambar Arai yang langsung masuk menghampiriku, "detak jantung meningkat bisa aja dipengaruhi beberapa faktor. Bisa jadi karena penggunaan obat-obatan atau lagi terbawa emosi," tandasnya lagi.

"Iya, makanya kita nyaranin Gritta pake testpack, soalnya dosen sendiri pada duga Gritta hamil," jelas perempuan itu, "tapi kalo Gritta ngerasa fine-fine aja dan gak telat datang bulan, it's ok ... gak ada yang perlu dikhawatirin, kan?"

Masih dalam kondisi terpukul, aku kembali mencoba mengingat-ingat jadwal menstruasiku. Aku sampai lupa sudah dua bulan terakhir ini belum datang bulan. Apa yang harus kulakukan jika benar itu terjadi?

Di saat kekalutan sedang melandaku, Arai langsung memapah tubuhku dan membawaku keluar dari ruangan itu. Aku hampir kembali tumbang. Namun, kukeraskan diri untuk lanjut berjalan. Tidak bisa. Rasanya sungguh lemah dan tak bertenaga. Karena tak kuat, Arai memintaku naik ke atas punggungnya.

"Ayo naik ke punggungku!"

Aku mematung saat ia berjongkok seraya menghandapkan punggungnya ke arahku.

"Tenang, punggung yang ini memang ndak elok untuk kau pandangi dan kagumi, tapi cukup kuat untuk kau pijaki," lontarnya dengan gaya khas.

Aku menarik segaris senyum, kemudian mulai naik ke atas punggungnya. Dia menggendongku sepanjang koridor fakultas dan langsung membawaku ke rumah sakit dengan menaiki taksi.

"Arai, aku gagal naik ujian skripsi," bisikku lemah dengan kepala yang tersandar di jok mobil.

"Ndak usah pikir itu dulu. Yang terpenting, sekarang kita harus ke rumah sakit sebelum kondisimu makin buruk."

Sejujurnya, aku sangat takut ke rumah sakit. Firasatku merasa tak baik. Kucoba menutup mata. Nyaman. Aku ingin terus tertidur seperti ini. Meminggirkan segala gundah yang berkecamuk di otak. Di saat aku kembali membuka mata, ternyata aku telah berpindah tempat. Tubuhku sudah terbaring di brankar rumah sakit lengkap dengan selang infus.

"Dia positif hamil," ucap suster yang berdiri di sampingku sambil menyerahkan hasil tes darah pada Arai.

Mendengar ada kehidupan di dalam perutku, entah kenapa aku hanya bisa terpaku dengan pandangan nanar. Sungguh, aku ingin menangis saat ini juga, tapi tak bisa kulakukan. Rasanya air mata ini sudah mengering hingga tak bisa menetes lagi. Padahal, aku telah menerima dua kabar dahsyat hari ini, yaitu kabar pernikahannya sekaligus kabar kehamilanku.

Miris, setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya. Selama tiga bulan, aku sudah bergelut dengan penderitaanku sendiri.

Selama ini, aku dan dia melakukan hubungan dengan jalan yang aman. Sebagai anak kedokteran, aku dan dia tentu tahu cara pencegahan kehamilan meski terkadang kami melakukannya tanpa memakai pengaman.

Namun, di hari itu ... hari terakhir kami berpisah, kami melakukannya berkali-kali dalam satu malam. Biasanya, aku akan meminum pil pencegah kehamilan darurat saat ia tak sengaja menyemburkan laharnya ke dalam. Sialnya, ini lupa kulakukan, karena selepas percintaan panjang itu dia langsung mengakhiri hubungan kami hingga membuatku syok dan terpuruk selama berminggu-minggu.

Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang? Bagaimana aku harus melalui ini? Bagaimana aku akan mengatakan pada ayah dan ibuku? Haruskah ini kuanggap sebagai hukuman Tuhan untukku ataukah anugerah dari-Nya?

Sebuah genggaman tangan tiba-tiba membungkus punggung tanganku dengan hangat. Ternyata itu adalah tangan Arai. Sejujurnya, aku sangat malu berhadapan dengan Arai. Aku yang saat ini adalah versi hina diriku.

Saat aku hendak berpaling dari pandangannya, mataku justru teralihkan pada jari-jarinya yang sedang menggenggam tanganku.

"Arai, kenapa dengan jari-jari kamu?" tanyaku sambil memandang bagian buku-buku jari yang sedikit bengkak dan kebiruan.

"Ah, ini ... cuma memar biasa."

"Lalu ... kenapa ... kamu di sini? Bukannya ... malam ini ... pesta pernikahannya?" tanyaku.

"Pesta itu ... ndak diperuntukkan untuk orang-orang kayak aku," balasnya pelan.

"Mana mungkin. Bukannya kamu orang yang paling dekat ma dia. Datanglah ke pestanya! Dia pasti nungguin kamu. Tapi ... jangan ceritakan apa pun tentangku. Jangan beritahu hal yang kamu ketahui hari ini. Jangan pernah!" ucapku lambat-lambat dengan nada suara rendah dan lemah.

"Aku ... punya keputusan sendiri untuk menentukan apa pun, karena aku bukan pecundang seperti dia!" Suara Arai terdengar serak dan lantang, sama persis saat aku mendengar suaranya saat pertama kali menentang panitia ospek.

Aku tidak berharap Arai terus di sisiku. Sebab, aku tahu dia seharusnya ada di sisi kak Evan. Aku lantas memandang langit-langit ruang bangsal seraya mencoba tersenyum.

Selamat atas pernikahanmu, Sayang. Semoga perempuan pilihanmu bisa memberikan cinta yang lebih banyak dari cinta yang sudah kuberikan padamu. Ibarat tengah bersusah payah menyelamat diri yang tenggelam di tengah lautan, kemudian melihatmu bersenang ria di atas kapal pesiar. Begitulah kita saat ini.

Kini, aku telah tersadarkan oleh tamparanmu, kalau aku tak lagi menjadi pemeran utama wanita dalam kisahmu. Kau tak mungkin lagi mengulurkan tanganmu di saat aku jatuh, dan punggungmu kini tak bisa menjadi tempat sandaranku. Aku paham, Sayang. Aku paham. Bahkan kau sudah tak mungkin menoleh ke arahku. Oleh sebab itu, kulepaskan kau dengan ikhlas.

Terima kasih pernah mengizinkan aku bersandar di hatimu. Berlayarlah dengan bahagia! Kepergianmu yang semena-mena tak akan kuratapi lagi. Sebab, aku akan berusaha menyelamatkan hidupku sendiri. Meski tanpamu. Meski bukan dengan kamu.

Dia telah sukses membuat setengah jiwaku hilang, di sisi lain dia turut meninggalkan jiwa baru untuk ikut bersama ragaku. Jiwa yang baru itu, akan kulahirkan untuk menggenapkan sepotong hatiku yang telah dia bawa pergi. Namun, sanggupkah aku?

.

.

.

...Kak yu mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Mohon maaf kalo aku enggak pernah salah sama kalian....

...Selamat hari Nyepi juga...

1
Dee 🌸
Ya ampunn felling anak kecil tajam juga yaa
Dee 🌸
hooh kamu ketahuann evaann 😄😄
Dee 🌸
aahh untung ajaa datang jugaa😄
Dee 🌸
astagaaa saking groginya 🤣🤣🤣🤣
Dee 🌸
ddiihhh kePDan...anak siapaa coba itu hahahaa
Lenni Namora
makasih ya outhor untuk cerita novel mu yg sangat" bagus ni
🥰
Ambu Di La
time travel (lagi inget film apa dorama jepang ya lupa, yang di gerbong kereta)
Ambu Di La
sampe saat ini masih novel karya engkong yang paling aku suka
Ambu Di La
karena otor hiatus, saya juga hiatus dulu jadi reader 🤭🤭✌🏼
𝗞𝘂ͥ𝗿ᷱ𝗻ͥ𝗶ᷱ𝗮͜ ⁿʲᵘˢ
cerita yang menarik,banyak pelajaran kehidupan,nilai moral dan perjuangan hidup yang memang tidak akan pernah mudah,percintaan g selama indah,kehidupan memang berputar tp tinggal kita mau berputar di bagian mana semua tergantung pada usaha dan kerja keras kita sendiri,sebab nasib kita sendiri yang bisa mengubahnya
rini saja
cerita ok
A
makasih banyak dedikasi dan karyanya engkong. love you❤️🤗
Samantha
Kisah tentang kesehatan mental yang lebih spesifik kayaknya belum ada ya kak? Ini isu yang dulu dianggap tabu tapi sekarang mulai diangkat ke masyarakat. Penasaran kalo kak Yu nulis tentang ini gimana, pasti banyak banget informasi baru buat readers. Yang paling banyak sih hubungannya utk ibu rumah tangga, dan katanya ini juga sifatnya genetik, selain karena pengaruh lingkungan. Keren sih kayaknya kalo kak Yu angkat tentang isu ini jadi sebuah novel 😍
Samantha: btw mamaku adalah ibu rumah tangga yang berjuang dengan kesehatan mentalnya dan akupun juga semenjak jadi ibu, sekarang sedang berjuang untuk pulih demi keluarga kecilku
total 1 replies
Samantha
terima kasih ya kak sudah bersedia menamatkan cerita ini sampai akhir 🥹
Samantha
Kalo suamiku pembawa sifat genetik disleksia, jadi anak-anakku ketahuan ada gejala disleksia juga dari usia dini
Samantha
Aku suka Evan ☝️ walaupun sering gedek banget sama sifat dan sikapnya Evan yang suka nyimpan semuanya sendiri tapi aku tetap cinta Evan 😍 dia karakter yg misterius menurutku dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Kalo kak Yu suka tokoh abu2, berarti Tuan Lim ya?
Dee 🌸
MasyaAllah...akhirnya keinginan nya bs terwujud dengan berupaya membuat penemuan obat utk Arai Junior dan pasti akan lbh termotivasi
Dee 🌸
ahhh teenyata mereka berdua bersama di jepang
Dee 🌸
waahh hebat Arai..jd dr. Takeda itu Arai yaa
Dee 🌸
Wahhh ternyataa beneran Arai yg jadi salah satu tum peneliti obat. Jadi Arai selalu ada disisi Evan yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!