Ghea yang sudah menikah selama tiga tahun dengan suaminya, dia tidak pernah mendapatkan sentuhan lembut dari suaminya karena sang suami sibuk dengan kekasihnya, hingga akhirnya dia harus terlibat dengan seorang playboy yang tak lain adalah adik iparnya sendiri.
Gairah keplayboyan Gibran seketika menghilang setelah bertemu Ghea, membuat dia ingin menjadikan Ghea sebagai miliknya.
Padahal sebelum menikah dengan Romi, Ghea lebih dulu dijodohkan dengan Gibran. Tapi Gibran menolak perjodohan itu tanpa ingin tau dulu siapa yang dijodohkan dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendaki Berdua #1
CKIIITT...
Sebuah mobil terparkir didepan Villa yang sudah dipesan oleh Gibran.
Gibran dan Ghea keluar dari mobil itu dengan santai. Sementara Reno sibuk mencari Arumi, dia tersenyum lebar saat melihat Arumi sudah standby dari tadi bersama karyawan lainnnya di kaki gunung itu. Yang jaraknya tidak jauh dengan Villa yang nanti akan mereka tempati untuk beristirahat.
Mereka semua sengaja mengenakan pakaian santai buat hiking karena ingin mengecek jalan mana yang cocok di pakai syuting nanti, mereka harus benar-benar menjamin keamanan si artis.
"Arumi!"
Arumi terkejut saat melihat sahabatnya berada disana, dia belum tau Reno akan masuk kerja di TVC Media, dengan sedikit berlari dia menghampiri Reno yang baru yang datang bersama Ghea dan Gibran.
"Reno? Ngapain kamu kesini?"
"Dia akan kerja bareng kita," Ghea yang menjawab itu.
"Benarkah?" Arumi membulatkan matanya, dia jadi berseru. "Yee.... itu artinya ada orang yang bisa aku suruh-suruh nanti."
"Hhhh... " senyuman Reno langsung hilang mendengarnya.
Gibran memilih bersikap serius dan berwibawa di depan bawahannya, dia memberikan arahan kepada mereka yang sudah standby disana. Saat itu disana hanya ada sembilan orang termasuk dirinya.
"Jadi disini tempatnya?" tanya Gibran pada Arumi.
"Iya, pak. Saya sudah berbicara dengan sutradara, jadi nanti artis kita melakukan perjalanan dari sini bareng model lainnya,"
"Pak Herman itu orangnya sangat selektif, jadi kita tidak boleh mengecewakannya, dia ingin yang terlihat terkesan real sekali dan menguji adrenalin katanya, jadi video itu nanti harus dimulai dari sini, lalu di pertengahan jalan dan di puncak juga, apalagi dibagian puncaknya durasinya harus yang lebih lama, memperlihatkan sepatu Adva itu benar-benar berada di puncak."
"Kalian sudah menyiapkan slogan yang akan dipakai nanti? " tanya Gibran lagi.
"Mmm.... itu belum dirundingkan sih."
Ghea berpikir sambil meletakan satu tangan di bawah dagu "Adva is my life, my life is an adventure, bagaimana?"
"keren tuh," Gibran memuji usulan dari Ghea, "Kata-kata itu saja yang kita pakai."
"Siap pak. Mm.... Disini ada beberapa jalan yang suka digunakan untuk mendaki, Pak. Tapi katanya sih yang paling aman dan sering digunakan yang arah sini, Pak!" Arumi menujukan sebuah jalan yang sering dipakai oleh para pendaki.
"Bukan hanya aman dan sering digunakan, tapi kita harus tau juga tempat yang kita lalui itu menarik untuk di video atau tidak."
"Jadi lebih baik kita mengeceknya saja, Pak?"
"Iya kita cek secara langsung, karena jumlah kita ada sembilan orang, kita bagi tiga regu saja!"
Arumi segera melambaikan tangannya pada Reno, "Reno, ayo bareng gue!"
Reno menurut saja, dia tidak pernah menolak permintaan Arumi.
Lalu da seorang karyawan bernama Monika ikut nimbrung disana, "Aku gabung sama kalian ya," Monika tersenyum manis pada Reno.
"Nama aku Monika," Monika mengulurkan tangan.
"Aku Reno," Reno mencoba bersikap ramah.
Belum juga tangan Reno menyentuh tangan Monika, keburu di tepak Arumi.
Plakkk...
"Ayo cepat, Jangan membuang waktu!" Bentak Arumi yang menjadi pemimpin di regu satu.
Monika dan Reno pun menuruti perintah Arumi.
"Ternyata Arumi galak juga kalau ditempat kerja!" gerutu Reno.
"Bu Arumi memang begitu." Monika menimpali ucapan Reno.
Regu yang dipimpin Arumi sudah brangkat jadi tinggal enam orang dibawah yaitu Gibran, Ghea dan empat orang karyawan. Tapi ternyata diantara keempat karyawan itu gak mau ada yang satu regu dengan Ghea yang terkenal tegas di kantor itu.
"Kamu saja!"
"Kamu saja!"
Diantara mereka tidak ada yang mau mengalah.
"Hmm ya sudah kalian berempat saja, biar saya sama asisten saya." Gibran tidak mau ambil pusing.
Mereka pun berseru, "Terimakasih, pak."
Akhirnya mereka berangkat juga.
"Apa perlu kita seperti ini? Ikut mendaki juga?" tanya Ghea, dia sudah lama tidak berolahraga.
"Tentu saja, aku harus memastikan sendiri jalan yang aman buat di pakai syuting nanti. Aku tidak ingin kalau sampai ada yang terjadi kecelakaan nanti."
Mereka pun mulai melangkah mengarungi jalan yang kian menanjak melewati pepohonan yang tinggi. Memperhatikan setiap langkah dan pemandangan yang mereka lalui.
"Sebenarnya gunung ini termasuk salah satu gunung terkecil lho, gak akan lebih dari dua jam juga sampai di puncak." kata Gibran dengan santai berjalan di depan Ghea, dia masih memperhatikan setiap jalan yang dia lalui dan sesekali mengabadikannya dalam sebuah rekaman video.
Ghea menikmati pemandangan indah yang mulai terlihat di bawah sana, "Indah sekali!" Dia tidak ingin menyia-nyiakam kesempatan untuk lebih sering menghirup udara yang begitu segar.
Lebih indah orang yang sedang bersamaku ini, bisik batin Gibran
Di pertengahan jalan, Ghea sudah mulai ngos-ngosan, merasa kelelahan, dan kehabisan tenaga "hhh...hhh...Aku mau istirahat sebentar!" pinta Ghea.
Gibran pun mengangguk, dia mencari tempat untuk istirahat. Matanya liar mencari tempat yang aman untuk di pakai duduk, dia melihat ada sebuah batu lumayan besar yang bisa di pakai untuk alas duduk. Gibran mengajak Ghea duduk disana.
Ghea langsung menduduki batu itu dan meluruskan kakinya yang hampir terasa mau copot dari badannya. Dia segera meneguk minuman yang sengaja dibawanya di tas kecil yang dia gendong.
Gibran menarik batu yang lumayan besar dan duduk di depan Ghea, dia membenarkan tali sepatu yang di pakai oleh Ghea, "Ikat tali sepatumu dengan benar! Kalau sampai terjatuh, bagaimana?" Gibran mengomelinya.
Ghea jadi tersentuh dengan perlakuan Gibran itu. Dia terkejut saat Gibran merebut botol minuman dari tangan Ghea dan langsung meneguknya. Ghea merasa malu sendiri karena botol minuman itu bekas bibirnya, seolah-olah mereka habis berciuman secara tidak langsung.
"Sangat manis,"
"Apanya?"
"Ini!" Gibran menunjukkan botol minuman milik Ghea yang masih dia pegang. Entah setan dari mana, dia jadi ingin langsung tau rasa bibir yang manis itu, bibir ranum milik seorang wanita yang selalu membuatnya susah tidur dan membuat jantungnya berdebar-debar.
Gibran terus memandangi Ghea membuat mereka saling bertatap satu sama lain, dia tak bisa menahan lagi h*sratnya, dia langsung menarik tangan Ghea... menangkup wajahnya dan mengecup bibirnya, meresapi betapa manisnya bibir yang membuatnya selalu bergairah itu. Ghea mencoba berontak tapi Gibran memeluknya dengan erat, dia memperdalam ciuman itu membiarkan lidahnya menjelajahi di setiap sudut bibir yang indah itu. Ghea jadi terlena dibuatnya menikmati sensasi desakan lembut dibibirnya yang disertai dengan hisapan-hisapan kecil, membuat aliran darah berdesir hebat. Mereka semakin memperdalam ciuman....
"Gibran, kenapa bengong? "
Kata itu mengagetkan Gibran. Gibran tersadar dari lamunannya. Rupanya yang tadi itu hanya khayalannya saja. Dia pikir dia benar-benar mencium Ghea, membuatnya jadi salah tingkah.
Ghea merebut botol minuman miliknya dari tangan Gibran dan memasukannya kembali ke dalam tas. "Dia itu sedang memikirkan apa?" gumamnya.
Gibran hanya nyengir sambil menggaruk kepala, menyesali kenapa itu semua terjadi dikhayalannya, bukan nyata.
...****************...
...Jangan lupa like, komen, vote dan beri hadiah yah kawan 🙏 😁...
...Dan terimakasih banyak buat yang sudah memberi itu semua, semakin membuat saya semangat! ...
...Mohon maaf belum bisa balas komen satu persatu, tapi saya selalu baca komen dari kalinya. ...
...Jangan lupa simak terus ke bab-bab berikutnya! ...