Aku Sudah Memaafkan

Aku Sudah Memaafkan

Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu

Kau pernah menjadi terang

dalam gelapku saat tersesat

Tapi kau juga pernah menyentuh

Rasa sakitku

Kepergian itu mengajarkan aku

Bahwa tak ada yang abadi

Sejak kau putuskan

Untuk melepaskan hidup ... (Lirik lagu Jikustik_tak ada yang abadi)

.

.

Sebuah lagu lama dari salah satu band yang pernah populer pada masanya mengawali perjalananku ke suatu tempat. Lagu itu seolah membangkitkan kembali kenangan kelam bersama seseorang yang pernah kupeluk erat dalam doa. Dia yang pernah menumbuhkan cinta dalam hatiku, tapi kemudian ikut menanam luka. Dia yang pernah menghadirkan asa di hidupku, tapi juga menenggelamkan aku dalam derai tangisku.

Ini adalah musim sendu yang berkepanjangan di hidupku. Semua terasa masih sama seperti dahulu, kecuali perasaanku untuknya. Rasaku yang dulunya tak terukur habis, kini tinggal menjadi debu. Meski begitu, goresan beling-beling sakit itu masih terasa acap kali mengingatnya.

"Bunda, kita mau ke mana?" tanya anak lelaki yang duduk di sampingku. Dia adalah putra tunggalku yang saat ini berusia tujuh tahun.

"Kita akan ke rumah sakit," jawabku sambil memperbaiki posisi jaketnya.

"Oh, kita mau ketemu ayah lagi, ya?"

Aku bergeming sejenak. Tanganku yang sedang memegang resleting jaket, mendadak membeku. Namun, sudut bibirku segera mengembang tatkala melihat binar matanya yang berkilau cerah. Hanya anggukan ringan yang dapat kulakukan untuk menjawab pertanyaannya. Bagaimana mungkin seorang ibu mematahkan keceriaan anaknya? Bahkan, jika keceriaan itu berasal dari sumber penderitaan sang ibu sendiri, tak mengapa ....

Aku melarikan pandangan ke jendela kaca mobil yang kami tumpangi. Masih berada di kota Metropolitan yang terus digempur dengan modernisasi. Kondisi jalan yang penuh dengan kendaraan, membuat perjalanan kami terasa semakin lama untuk sampai ke tempat tujuan.

Pemandangan dua insan muda-mudi yang saling berboncengan mesra melintas dalam pandanganku. Senyum ringkih lantas tercipta di bibirku. Seperti sedang melihat masa mudaku saat bersamanya. Ternyata sudah lama aku mengakrabkan diri dengan kesendirian yang tak terperi. Bukankah sudah saatnya beri kesempatan hati untuk sedikit bahagia? Sayangnya, cinta telah menjadi topik yang memuakkan bagiku. Membicarakannya hanya membuatku pusing dan mual.

Menurutku cinta hanyalah sebuah permainan kata. Dalam cinta, kita tak akan tahu apakah kita menjadi pihak yang tersakiti atau menyakiti, terluka atau melukai, dan melupakan atau dilupakan. Mungkin, inilah yang membuatku mengalami philophobia¹.

Aku kembali menoleh ke arah putraku ketika dia menarik lengan bajuku.

“Bunda, ceritakan dong gimana Bunda sama ayah bisa ketemu!”

Aku tersentak mendengar permintaan polos putraku. Sambil mengelus rambutnya, aku berkata, “Ayah dan bunda bertemu seperti orang-orang pada umumnya.”

“Tapi Bunda, kan, bukan orang Jakarta! Gimana sampai bisa ketemu ayah?

“Arai ....” Aku menyebut namanya dengan lembut.

“Please ... Arai pingin tahu!” Ia menangkup kedua tangannya di hadapanku.

“Karena Bunda pernah satu kampus dengan ayahmu,” jawabku seadanya.

“Terus?”

Aku menghela napas sesaat. Ternyata ia menuntut untuk diceritakan lebih jauh. Dia memang senang bertanya dan mencari tahu apa yang ingin diketahuinya. Namun, aku tak pernah melihatnya seantusias seperti ini.

Kenangan lampau lantas kembali mengaduk-aduk pikiranku saat ini. Kukunjungi kembali masa lampau yang berbaring tenang di sudut ingatanku. Memberanikan diri memundurkan memori lebih jauh, menyusuri setiap lembaran masa lalu di mana tawa, senang, dan sedih pernah menjadi satu.

Grittania Zefanya adalah nama yang diberikan orangtuaku untukku. Orang terdekat menyingkat namaku menjadi 'Ita'. Dulu, aku seorang remaja yang mabuk belajar. Bisa dikatakan, aku adalah pribadi yang tertutup dari dunia pertemanan dan pergaulan. Bahkan melewati masa-masa pubertas, semacam kenalan dengan lawan jenis, PDKT, hingga pacaran seperti yang marak dilakukan remaja seusiaku. Masa putih abu-abu yang menyenangkan untuk sebagian orang pun terasa biasa-biasa saja bagiku. Tak ada sahabat, tak ada kekasih. Tak ada pula memori indah yang bisa kukenang.

Semua itu karena aku terbiasa menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada siapapun di keluargaku. Di keluargaku, aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Aku memiliki orangtua yang lengkap, seorang kakak dan juga adik laki-laki. Menjadikanku anak perempuan satu-satunya di keluarga inti. Kami tinggal di pulau Sulawesi, tepatnya di sebuah kota kecil yang mungkin tak tercantum dalam peta. PNS, Polisi, TNI dan pegawai bank adalah pekerjaan yang didewakan di kota ini.

Anak perempuan di keluarga besar kami hanya dipersiapkan untuk berlomba-lomba mendapatkan lelaki yang mapan. Tolak ukur cantik di keluarga besarku, bukan seberapa langsing tubuhmu atau seputih apa kulitmu, tetapi siapa dan apa jabatan pria yang akan melamarmu kelak.

Ibuku adalah sosok yang mendominasi keluarga. Dalam kehidupan bertetangga, beliau memiliki sifat tak mau kalah. Lingkungan tetangga yang saling bersaing, membuat ibu selalu menuntut kami agar lebih hebat dibanding anak tetangga. Sementara ayahku hanya memiliki fungsi sebagai pencari nafkah. Beliau tidak pernah berperan sebagai ayah yang semestinya. Sekadar mengobrol dengan kami pun jarang.

Finansial keluargaku bisa dikatakan berada dalam golongan menengah, tidak miskin dan tidak juga kaya. Setidaknya, kami tidak pernah merasakan kelaparan atau menunggak biaya pendidikan.

Sebagai anak tengah, aku tidak pernah menjadi satu-satunya seperti kakak sulungku, dan juga tidak punya banyak waktu menjadi yang paling dimanjakan seperti adik bungsuku. Aku harus sabar dengan sifat keras kepala kakakku. Begitu juga dengan sifat manja adikku. Tak jarang, aku menjadi penengah di saat kakak dan adikku bertengkar.

Karena aku menjadi anak perempuan tunggal di antara saudaraku, maka kerap dituntut untuk lebih banyak mengalah dibanding kakak dan adikku. Ketika duduk di bangku SMA, ibu sering meminta agar aku bisa menahan segala kebutuhanku, dengan alasan mereka sedang fokus membiayai kakak yang sebentar lagi tamat kuliah. Ketika aku mengatakan ingin kuliah ke luar kota, lagi-lagi ibu meminta meredam keinginanku karena mereka harus menghemat uang agar bisa mempersiapkan masa depan adikku kelak. Itulah kenapa aku bertekad meraih cita-cita dengan jerih payahku sendiri, meski harus melewati masa-masa indah remaja.

Obsesi gila belajar yang merasukiku bertahun-tahun tentu tidak sia-sia. Begitu tamat SMA aku meraih beasiswa di salah satu perguruan tinggi Jakarta. Tak tanggung-tanggung, aku lolos di fakultas kedokteran yang menjadi salah satu jurusan paling bergengsi. Lalu, dari sinilah semua kisah ini dimulai.

Hai, kau yang dulunya pernah sedekat embusan napas, tapi kini sejauh matahari. Sekarang, aku masih berjalan merangkak bahkan setelah kepergiaanmu bersama lipatan kenangan yang masih kugenggam erat. Jangan khawatir, aku sudah memaafkan! Tapi satu yang harus kau tahu, kau tak akan pernah menemui aku sebagai pribadi yang sama seperti dulu.

***

Jejak kaki

Philophobia adalah istilah yang mengacu pada rasa takut untuk jatuh cinta. Biasanya disebabkan trauma pada hubungan sebelumnya atau pernah gagal dalam hubungan asmara.

Catatan author.

Hai, saya Aotian Yu. Terima kasih telah singgah dan membaca karya ke delapan saya. karya ini sebelumnya diadaptasi dari cerpen saya dengan judul yang sama dan menjadi top 1. Terima kasih pada pembaca setia yang masih mengikuti jejak tulisanku hingga detik ini.

Novel ini memakai alur mundur dengan menggunakan multiple POV. Tolong jangan baca loncat-loncat bab dan baca dengan berbeda-beda akun. Bisa ngerusak retensi novel! Jangan lupa berikan komentar pertama kalian di novel ini sebagai bentuk dukungan.

Terpopuler

Comments

Santi Purwanti

Santi Purwanti

salam kenal thor aku baru ketemu nih novel mu, bab pertama aja udah bagus banget gaya penulisan nya.. semangat

2024-11-06

1

Lenni Namora

Lenni Namora

awal yg menarik

2024-11-13

0

gyu_rin

gyu_rin

ita udah di suruh ngalah sejak kecil di kuliah juga ada masalah serius kayak nya 😭 peluk jauh buat ita

2024-10-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!