NovelToon NovelToon
5 Hari Sebelum Aku Koma

5 Hari Sebelum Aku Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Romantis / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Suami Hantu
Popularitas:18.4k
Nilai: 4.6
Nama Author: Maylani NR

5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________

"Celine, kau baik-baik saja?"

"Dia hilang ingatan!"

"Kasian, dia sangat depresi."

"Dia sering berhalusinasi."
__________________

Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.

Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?

Aku harus menguak misteri ini!
___________________

Genre : Horror/Misteri, Romance

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ingatan saat itu (04)

Langit malam bertabur bintang, tapi tak ada keindahan yang bisa dinikmati oleh Celine dan Briyon saat ini. Pukul 21:30, mereka melangkah menyusuri gang alternatif menuju apartemen, seperti yang biasa mereka lakukan. Namun, malam ini berbeda.

Langkah mereka terhenti saat lima pria berwajah garang muncul dari arah depan, menghadang mereka.

Celine terkejut. "Ah!?"

Briyon merasakan tubuh istrinya sedikit gemetar di sampingnya. Dengan lembut, ia meremas tangan Celine, mencoba menenangkan istrinya. "Tenang, sayang. Aku ada di sini," bisiknya pelan.

Celine menatap Briyon dengan penuh kekhawatiran. "Siapa mereka, Briyon?" katanya, menurunkan nada suaranya agar tak terdengar oleh orang-orang asing itu.

Briyon mengamati mereka dengan waspada. "Aku tidak tahu. Tapi sepertinya mereka bagian dari gangster di wilayah ini."

Langkah kaki lain terdengar dari belakang mereka.

Tap tap tap!

Ketika Briyon menoleh, dadanya semakin sesak. Lima pria lain muncul, mengepung mereka. Semuanya mengenakan masker, menyembunyikan identitas mereka di balik kain gelap yang menutupi wajah mereka.

Celine semakin panik. "Lagi!?" desisnya, mencengkeram lengan Briyon lebih erat.

"Ada lima orang lagi di belakang," ujar Briyon dengan suara rendah, matanya liar mengamati sekitar, mencari celah untuk kabur.

Celine merapatkan tubuhnya ke belakang Briyon, menyandarkan kepalanya ke punggung suaminya. "Aku takut, Briyon," bisiknya gemetar.

Briyon menarik napas dalam. Ia tahu, jika situasi ini tidak segera dikendalikan, mereka bisa berada dalam bahaya besar. Maka, dengan langkah penuh keyakinan, ia maju selangkah, mencoba bernegosiasi.

"Maaf, aku dan istriku hanya ingin lewat. Tolong beri kami jalan," katanya dengan tenang, meski dadanya bergemuruh.

Tap tap tap!

Salah satu pria maju, langkahnya santai tapi penuh tekanan. "Kami tidak mengizinkan kalian lewat," katanya dengan nada mengejek. "Apa yang akan kau lakukan?"

Briyon menatapnya tajam. "Aku akan melaporkan kalian ke polisi!" katanya tegas.

Pria itu terkekeh pelan. "Hooh? Begitu, ya?" katanya, lalu mendekat, nyaris menempelkan wajahnya ke telinga kanan Briyon. Suaranya berubah menjadi bisikan dingin yang menusuk.

"Sebelum kau sempat melakukan itu… aku akan membunuhmu."

Jantung Briyon berdetak lebih cepat.

"Apa?" gumamnya.

Pria itu mundur selangkah dan memberi isyarat pada anak buahnya. "Pisahkan mereka. Pegang dengan erat!"

Serempak, sembilan orang itu bergerak. Beberapa meraih Celine, sementara yang lain menahan Briyon.

"Briyoooooon!" Celine menjerit ketakutan, tubuhnya ditarik paksa dari sisi suaminya.

"Celine!!!" Briyon berusaha meronta, tapi genggaman para pria itu terlalu kuat.

"TOLOOOOOONG! TOLONG KAM—"

Suara Celine tiba-tiba teredam. Salah satu pria menekankan kain ke wajahnya, menutup mulutnya rapat-rapat.

"Hmmmmmm ... mmmm!!!"

"DIAM!" bentak pria itu.

Briyon semakin marah. "LEPASKAN ISTRIKU, BAJINGAN!" teriaknya, berusaha melawan.

Tapi pria bertopi hitam hanya tertawa. "Woah… kalau kami tidak melepaskannya, kau bisa apa?" katanya dengan nada menantang.

Briyon menatap mereka dengan mata berapi-api. "Aku akan menghabisi kalian semua!"

"Begitukah?" Pria bertopi hitam menoleh ke anak buahnya. "Baiklah. Hajar dia!"

"Oke!"

Briyon terkejut, "Apa?"

Tanpa aba-aba lagi, Briyon merasakan pukulan pertama menghantam punggungnya.

BUUG!

Lalu satu lagi ke bahunya.

BUUG!

Seketika, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Briyon jatuh berlutut, tapi para penyerangnya tak memberinya kesempatan untuk bangkit. Tujuh pria mengayunkan balok kayu ke tubuhnya, menghantam tanpa belas kasihan.

BUUG! BUUG! BUUG!

Briyon bisa mendengar Celine menjerit ketakutan. Ia ingin melindungi istrinya, tapi rasa sakit yang luar biasa membuatnya kesulitan untuk bergerak. Darah mulai merembes dari pelipisnya, dan penglihatannya mulai buram.

Malam semakin larut, tapi bagi Celine, waktu terasa begitu lambat. Hujan deras yang mengguyur gang sempit itu seakan ikut menangisi penderitaan mereka.

"Briyoooooooooon!!! ... Berhenti!!! Jangan pukuli lagi suamiku!!!"

Tangisannya menggema di antara dinding sempit gang, namun para pria bermasker itu tak peduli. Mereka terus saja menghantam tubuh Briyon yang kini hampir tak berdaya.

BUUG! BUUG! BUUG!

"Aaargh!" Briyon mengerang kesakitan, darah segar mengalir deras dari pelipisnya, menetes ke dagu, lalu membasahi tanah yang sudah basah oleh hujan.

"Cepat habisi dia!" teriak pria bertopi dengan nada dingin.

BUUG! BUUG! BUUG!

"Briyoooooooooon!!!"

Celine tak tahan lagi. Ia tahu, jika ia tak berbuat sesuatu, Briyon bisa mati di tempat. Rasa takutnya kini kalah oleh dorongan instingnya untuk melindungi suaminya.

Dengan keberanian yang tersisa, ia mengangkat kakinya tinggi dan menghantamkan tendangan ke tulang kering dua pria yang mencengkeramnya.

DUG! DUG!

"Aaarrgh!"

Para pria itu mengerang kesakitan dan terhuyung mundur.

Tak membuang waktu, Celine segera melancarkan tendangan kedua—tepat ke selangkangan mereka!

DUG! DUG!

"Aaaargh!"

Tubuh mereka terjatuh, merintih kesakitan di atas tanah yang becek.

Tanpa berpikir panjang, Celine berlari ke arah Briyon. Dadanya sesak saat melihat kondisi suaminya yang begitu mengenaskan.

TAP! TAP! TAP! TAP!

"Briyooooon!?"

Briyon tak bergerak, tubuhnya meringkuk di tanah dengan darah yang terus mengalir.

"HENTIKAN!" jerit Celine saat ia mendorong pria-pria itu menjauh dari suaminya. Ia segera berlutut, memeluk Briyon erat-erat, tubuhnya bergetar ketakutan.

"TOLOOOOONG! ... TOLOOOOONG! ... SIAPA PUN, TOLONG KAMI!!!"

Hanya suara hujan yang menjawabnya.

Briyon membuka matanya perlahan, napasnya berat dan tersengal. "Celine… p- pergi..." suaranya lemah, hampir tak terdengar.

"Apa?" Celine menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Selamatkan dirimu..." lanjut Briyon.

"Tidak!" Celine menggeleng keras. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Briyon!"

Briyon menggenggam tangan istrinya yang bergetar. "Jangan hiraukan aku... Kau harus pergi…"

"Tidak ada tapi-tapian!" Celine menatap suaminya dengan penuh tekad. "Jika harus mati… aku akan mati bersamamu!"

Briyon terdiam. Tatapan Celine begitu kuat, begitu dalam. Ia tahu, istrinya tak akan pergi tanpa dirinya.

Celine mengubah posisinya, berdiri di depan Briyon, merentangkan tangannya sebagai tameng hidup.

"Jika kalian ingin menyakiti suamiku…" katanya dengan suara bergetar, tapi penuh keberanian. "Langkahi dulu mayatku!"

"Bodoh!" Briyon mencoba menariknya, tapi tubuhnya terlalu lemah.

Salah satu pria bertopi itu terkekeh. "Tch. Wanita bodoh… Kau pikir bisa melawan kami?"

Celine menatap mereka tajam, lalu meraih sesuatu dari tanah—sebatang besi berkarat yang tergeletak tak jauh darinya. Ia menggenggamnya erat, mengayunkannya ke depan sebagai peringatan.

"Aku tidak akan membiarkan kalian menyentuhnya lagi!"

"Celine!" Briyon memanggilnya dengan napas tersengal.

Celine tak bergeming. Matanya kini dipenuhi api perlawanan. Jika ini adalah akhir mereka… maka ia akan memastikan mereka tidak kalah tanpa perlawanan.

.......

.......

.......

Pandangan Briyon semakin kabur. Suara Celine yang berteriak histeris terdengar samar di telinganya, seperti berada di kejauhan. Dadanya sesak, tubuhnya nyaris kehilangan tenaga setelah dianiaya tanpa ampun.

"Aku harus melindungi Celine!"

"Dia dalam bahaya!"

DOOOOOOOOR!!!

Tiba-tiba, suara tembakan menggema di gang sempit itu.

Briyon yang tengah berusaha menjaga kesadarannya langsung tersentak. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Celine!?"

Dengan segala kekuatan yang tersisa, ia memaksa matanya untuk fokus, meski kepalanya berdenyut hebat. Tubuhnya penuh lebam, darah mengalir dari pelipisnya, namun ia tak peduli. Satu-satunya hal yang ada di pikirannya hanyalah Celine.

Perlahan, pandangannya mulai jelas. Dan saat itulah ia melihat sesuatu yang akan menghantuinya seumur hidupnya.

Celine berdiri terpaku di tempatnya, tangannya memegang perutnya yang kini mulai berlumuran darah segar.

Wajahnya pucat.

Matanya membelalak, seakan tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Detik berikutnya, tubuhnya limbung… lalu jatuh ke tanah.

"CELINEEEEEEEEEE!!!"

Jeritan Briyon menggema di lorong sempit itu, lebih nyaring daripada suara tembakan barusan.

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia berlari mendekati tubuh istrinya yang kini terbaring di tanah, darahnya mengalir membasahi aspal dingin. Tanpa ragu, Briyon merengkuh tubuh Celine dalam dekapannya, mengguncangnya lembut.

"Celine! Celine! Jangan tinggalkan aku, sayang! Bertahanlah!" suara Briyon bergetar.

Celine membuka matanya sedikit, napasnya tersengal. "Bri… yon…" rintihnya lemah.

Air mata Briyon jatuh membasahi wajahnya yang penuh luka. "Sayang! Aku akan membawamu pergi dari sini! Aku janji, kita akan selamat!"

Ia mencoba menggendong istrinya, meskipun tubuhnya sendiri sudah hampir mencapai batasnya. Ia tak peduli. Selama Celine masih bernapas, ia akan berjuang!

Namun, ketika Briyon berhasil mengangkat tubuh istrinya dalam dekapannya…

Klak!

Briyon membeku.

Dari belakang, terdengar suara senjata yang dikokang.

"Ucapkan selamat tinggal," ujar suara dingin pria bertopi di belakangnya.

Briyon menelan ludah. "Aku mohon…" suaranya hampir tak terdengar, bukan karena takut, tapi karena tubuhnya sudah terlalu lemah.

DOOOOOOOOR!

Rasa panas menembus punggungnya.

Tubuhnya langsung kehilangan keseimbangan, dan dalam hitungan detik—bruk!—ia jatuh bersama Celine, darah mereka bercampur di tanah yang kini menghitam.

Hujan turun lebih deras, seakan menangisi mereka.

"Misi selesai. Ayo kita pergi," ujar pria bertopi itu dengan nada puas.

Tanpa menoleh ke belakang, mereka semua pergi, menghilang dalam kegelapan malam.

Meninggalkan Celine dan Briyon yang terbaring sekarat di gang sepi, di bawah cahaya lampu jalan yang temaram.

.......

.......

.......

Darah mengalir membasahi tanah. Hujan turun semakin deras, membasahi tubuh Briyon dan Celine yang tergeletak tak berdaya di gang sempit yang sunyi.

Briyon merasakan tubuhnya semakin berat. Napasnya tersengal, nyaris tak bisa bergerak. Rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya hampir membuatnya kehilangan kesadaran. Namun, semua rasa sakit itu tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit di hatinya.

Di pelukannya, Celine terbaring lemah. Napasnya tersendat-sendat, darah mengalir dari luka tembak di perutnya. Wajahnya yang dulu berseri kini terlihat pucat, matanya hampir tertutup.

"Tidak… Celine… jangan pergi…"

Briyon menggenggam tangan istrinya dengan sekuat tenaga, meski jemarinya sendiri mulai mati rasa.

"Andai saja aku lebih kuat…" pikirnya. "Andai saja aku bisa melindunginya… ini semua salahku!"

Air matanya jatuh, bercampur dengan tetesan hujan di wajahnya yang penuh luka.

Kesedihan berubah menjadi kemarahan.

Keputusasaan berubah menjadi keinginan membara.

"Aku mohon, beri aku kekuatan!" suara Briyon menggema di tengah malam.

Tapi siapa yang akan mendengarnya?

Siapa yang peduli?

Tidak ada…

Atau mungkin… ada sesuatu di luar sana yang mendengar.

"Wahai para iblis, beri aku kekuatan!"

Suara Briyon bergetar, namun tekadnya semakin kuat.

"Agar aku bisa melindungi istriku, Celine."

"Aku ingin selalu di sisinya, menjaga dan melindunginya dari dunia yang kejam ini!"

Hening.

Udara di sekitar Briyon mendadak menjadi dingin. Terlalu dingin.

Kabut hitam perlahan muncul, merayap di atas tanah seperti tangan-tangan tak terlihat yang mencoba meraih sesuatu.

Angin bertiup, meski gang itu sebelumnya terasa pengap dan sunyi.

Briyon mulai merasakan sesuatu yang mengawasinya.

Dari dalam kegelapan, suara berbisik mulai terdengar. Samar, mengerikan, namun penuh godaan.

"Bizseoza kokzaituza zakozazora bakiziko maharoza…"

Seperti lantunan mantra yang asing, Briyon menggumamkan kata-kata itu berulang kali. Dia bahkan tidak tahu dari mana dia mengetahuinya. Kata-kata itu seperti muncul begitu saja dalam pikirannya, seakan telah tertanam di jiwanya sejak lama.

Dan semakin ia mengucapkannya, semakin gelap dunia di sekelilingnya.

Kabut hitam yang tadi samar kini semakin pekat, mengelilingi tubuh Briyon, membungkusnya dalam pusaran gelap yang mengerikan.

Sesuatu telah bangkit.

Sesuatu telah mendengar permintaannya.

Dalam kegelapan itu, Briyon merasakan jiwanya tertarik keluar, seolah ada kekuatan yang lebih besar yang tengah menyentuhnya, menawarkannya sesuatu yang mustahil…

Sebuah perjanjian.

...Bersambung ......

1
Acil Supriadi
Emelin asli dukun ilmu hitam nih 🤔
Gebi s.
omg Briyon mau di kurung? 😱
Syelina Putri
berasa kaya peliharaan /Sweat/
Nan
Sovia dalam bahaya nih/Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare/
Nan
cinta mereka bikin iri
Ulfa Ariani
sovia di jadiin alat Briyon marah gak?/Blush/
Ulfa Ariani
tor harusnya mereka bahagia 🥺
Andini
ini ngeri nih si dukun emelin/Speechless/
Andini
nah ini, janji Briyon /Cry/
Andini
Celine janji nya ga goyah :')
Nan
kasian tor mereka gak bahagia, 🥺
Nan
tor mau nanya, Briyon kan ngelakuin perjanjian kan, itu cuman bisa nyembuhin dia? berarti dia ga punya kekuatan gitu ya?

terus kekuatan nya muncul pas dia jadi roh?
aku baca pas awal awal dia tuh baca mantra kan, nah itu mantra apa?
Nan
jangan Briyon ya /Frown/
AmSi
mereka seharusnya mendapatkan masa depan yg indaaaah /Sob//Heart/
Ulfa Ariani
bingung mau senang atau sedih. :")
AmSi
Waaaw /Kiss/ Briyon tak mau membuang2 waktuu, langsung lmar
Tinta pink
seneng, tapi di masa depan nya gak seneng 😭
Tinta pink
eneg euy jilat darah sendiri aja bau besi 😨
Acil Supriadi
Celine emang suka kesederhanaan ya, pantes si devid di tolak 😃
Nan: lah iya ya /Shame/
total 1 replies
Acil Supriadi
uweee kambing bau prengus /Gosh/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!