"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.
Jalanan licin membuat mobil tergelincir.
"Kyaaa!!!"
Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.
"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.
Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis itu Tak Mau Kuganggu
Saat Dalian tidur bersama Chelsey, dia menyusun rencana untuk mendekatkan Chelsey kepada Karel sesuai janjinya.
Keesokan harinya, Dalian terbangun dengan rencana yang sudah ia susun. Dia tahu bahwa langkah pertama untuk mendekatkan Chelsey kepada Karel adalah memberi ruang agar mereka bisa berbicara dan menghabiskan waktu bersama tanpa adanya gangguan dari dirinya.
Dalian tidak ingin menunda-nunda lagi. Ia ingin melihat Chelsey bahagia, dan jika itu berarti membantunya mendekati Karel, maka dia akan melakukannya.
Saat sarapan ringan, Dalian duduk di meja makan sambil memeriksa ponselnya. Chelsey adalah anak tunggal. Meski kedua orang tuanya selalu pulang selesai bekerja, mereka tampak sibuk dan tidak memiliki waktu bersama keluarga.
"Om tante belum pulang kah?" Tanya Dalian begitu memanggil kedua orang tua Chelsey. Karena mereka berdua masih saudara sepupu.
"Udah sih. Sepertinya mereka masih pada tidur. Gue sampe nggak tau tadi malam mereka pulang jam berapa." Jawab Chelsey sambil mengunyah rotinya.
"Hmm... kita emang harus terbiasa dengan kesibukan kerja orang tua kita," Dalian terkekeh sambil mengunyah roti juga.
"Iya. Gue juga udah terbiasa dengan itu. Asal mami papi nggak pada berantem gue udah bersyukur banget."
Dalian tertawa, "Elo kayak malah yang lebih dewasa dari mereka. Kalo mom dad gue udah biasa berantem. Elo tau sendiri kan, mom gue kayak apa."
"Emang ya buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Elo itu plek ketiplek kek mami lo."
"Bisa aja elo, Chelsey."
"Kita ini emang udah sangat dekat ya," Chelsey tersenyum penuh syukur.
Dalian membalasnya ikut tersenyum tulus. "Oya, Chelsey," ucap Dalian dengan nada serius namun tetap penuh kehangatan, "gue punya ide. Gue pikir ini bisa jadi cara buat lo lebih deket sama Karel."
Chelsey menoleh dan mengangkat alis, penasaran. "Hah? Lo serius? Apa yang lo pikirin?"
Dalian tersenyum, kemudian duduk lebih dekat. "Nanti lo ajak aja Karel ke toko buku. Elo kan suka baca novel. Jadiin ini kesempatan yang pas buat lo berdua ngabisin waktu bareng. Tapi, lo pergi berdua aja, tanpa gue."
Chelsey terdiam sejenak, memikirkan ide itu. "Tapi, Lo yakin Karel bakal mau? Gue nggak yakin coz kita kan belum tau banget tentang dia."
Dalian mengangguk mantap. "Tenang aja. Gue yakin, dia bakalan bisa menyesuaikan situasi dan kondisi lo. Lo tinggal minta aja, bilang kalau lo butuh temenin ke toko buku, terus bilang aja lo pengen nyari buku baru. Apalagi kan, lo punya rekomendasi novel yang lagi hits. Itu pasti bikin dia tertarik buat nemenin lo."
Chelsey memandang Dalian dengan keraguan. "Hmm... Lo yakin? Gue takut dia malah nggak tertarik."
Dalian mendekat dan memegang pundaknya. "Gue udah tahu Karel, Chelsey. Mungkin dia nggak selalu tampak peduli, tapi dia punya sisi lain yang nggak banyak orang tahu. Kalo lo kasih kesempatan, gue yakin dia bakal lebih menghargai lo."
Chelsey menggigit bibir bawahnya, ragu-ragu. Namun, akhirnya senyum kecil muncul di wajahnya. "Oke deh, gue coba. Tapi lo janji bantuin gue kalau gue bingung, ya?"
"Janji," jawab Dalian yakin. "Ini buat lo, Chelsey. Gue cuma pengen lo bahagia. Gue percaya lo bisa ngebuat Karel lihat sisi lain dari diri lo. Ini kesempatan lo. Lo bisa ngomong tentang buku-buku itu, tanya pendapat Karel, dan biarkan semuanya mengalir."
Chelsey akhirnya mengangguk, tampak lebih yakin. "Oke. Gue bakal coba. Semoga aja dia nggak langsung ngelamun pas gue ajak ke toko buku."
Dalian tertawa kecil. "Lo harus percaya diri. Lo punya daya tarik tersendiri, kok."
Mereka berdua akhirnya berangkat bersama ke sekolah. Seperti biasa, naik angkutan umum. Dalian berharap bahwa ini akan menjadi awal yang baik bagi Chelsey dan Karel untuk lebih mengenal satu sama lain.
Hari ini, Dalian merasa lega karena telah melakukan sesuatu untuk sahabatnya. Dia hanya bisa berdoa agar segalanya berjalan dengan lancar, dan Chelsey bisa merasakan kebahagiaan seperti yang dia inginkan.
Saat istirahat sekolah, Chelsey merasa cemas namun bertekad untuk mengajak Karel ke toko buku seperti yang disarankan Dalian. Dia mengumpulkan keberaniannya, lalu mendekati Karel yang sedang duduk bersama teman-temannya di dekat kantin.
"Hei, Karel," ujar Chelsey dengan suara yang sedikit gemetar. "Lo ada waktu nggak?" Tanyanya.
Karel pun memberikan respon dengan menghentikan obrolannya bersama teman-temannya, "Ada apa, Chelsey?"
"Em, mau nggak nemenin gue ke toko buku sepulang sekolah?"
Karel tampak sedikit bingung dengan permintaan itu. "Toko buku? Lo nggak ajak Dalian?" tanyanya, matanya menyelidik. "Emang dia kemana?"
Pertanyaan Karel itu langsung membuat dada Chelsey terasa sesak. Dia tahu bahwa hubungan antara Dalian dan Karel agak rumit, dan dia tak ingin membuat semuanya lebih canggung. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang.
"Oh, Dalian nanti ada latihan basket," jawab Chelsey sambil berusaha tersenyum. "Jadi gue pikir, kalau lo nggak sibuk, bisa nemenin gue ke toko buku. Gue baru nemu beberapa buku keren yang pengen gue baca."
Karel masih terlihat ragu, memandangi Chelsey sejenak. Dia mengangguk pelan, namun ekspresinya tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kebingungannya.
"Latihan basket, ya?" gumamnya. "Hmm... dia jadi amat sibuk gara-gara latihan itu."
Chelsey mengangguk, mencoba meyakinkan Karel. "Iya, latihan. Dia harus lebih fokus katanya demi kemenangan tim. Jadi gue kira, gue bisa pergi sendiri... Eh, sama lo, maksudnya."
Karel memandangnya dengan tatapan agak sulit dibaca, lalu akhirnya mengangguk pelan. "Oke, gue bakal nemenin lo ke toko buku. Tapi lo yakin Dalian nggak masalah?"
Chelsey merasa lega, meski sedikit ragu karena Dalian sempat bilang dia tak ingin Karel terlibat dalam latihan basketnya.
Namun, dia merasa ini adalah kesempatan yang baik untuk lebih dekat dengan Karel. "Dia pasti nggak masalah," jawab Chelsey, meskipun hatinya terasa sedikit berat karena harus berbohong.
Lalu, Karel melontarkan satu kalimat lagi yang membuat perasaannya kembali bergejolak. "Tapi, kalau gue ikut latihan basket dia, Apa Dalian bakal marah?"
Chelsey terdiam sejenak, wajahnya sedikit memerah. "Uhm... kayaknya." jawabnya ragu, meskipun dia tahu Dalian sudah jelas memintanya untuk tidak mengizinkan Karel ikut latihan. "Katanya, jangan ada Karel di latihan basket gue, gitu."
"Apa tadi elo bilang?" Karel merasa kurang jelas mendengar.
"Eng- enggak kok, bukan apa-apa. Tapi, mungkin lebih baik nggak usah, deh. Lagian, latihan kan buat Dalian, kita baiknya nggak perlu ngganggu dia."
Karel terlihat sedikit kecewa mendengar jawaban itu, namun dia tidak mengungkapkan apa-apa. "Oke, kalau gitu. Gue bakal ikut ke toko buku sama lo nanti siang."
Chelsey berusaha tersenyum lega, meskipun ada sedikit kecemasan yang masih tersisa. "Terima kasih, Karel. Gue yakin bakal seru deh."
"Yup, tentu saja. Kita akan buat Dalian nyesel karna nggak ikut kita ke toko buku." Karel menyeringai.
"Malahan,"
aku sudah mampir yah kak "Fight or Flight"