Dua kali gagal menikah, Davira Istari kerapkali digunjing sebagai perawan tua lantaran di usianya yang tak lagi muda, Davira belum kunjung menikah.
Berusaha untuk tidak memedulikannya, Davira tetap fokus pada karirnya sebagai guru dan penulis. Bertemu dengan anak-anak yang lucu nan menggemaskan membuatnya sedikit lupa akan masalah hidup yang menderanya. Sedangkan menulis adalah salah satu caranya mengobati traumanya akan pria dan pernikahan.
Namun, kesehariannya mendadak berubah saat bertemu Zein Al-Malik Danishwara — seorang anak didiknya yang tampan dan lucu. Suatu hari, Zein memintanya jadi Ibu. Dan kehidupannya berubah drastis saat Kavindra Al-Malik Danishwara — Ayah Zein meminangnya.
"Terimalah pinanganku! Kadang jodoh datang beserta anaknya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIPPP 05 — Zein Terluka
Davira memulai kelasnya seperti biasa, hari ini adalah jadwalnya untuk mengajak anak-anak mengeksplorasi lingkungan sekolah. Anak-anak memiliki tugas untuk mengamati keadaan sekitar.
Mereka tampak senang, sebagian anak fokus berdiskusi dan memerhatikan sekelilingnya. Sebagian yang lain ada yang lebih memilih untuk bergerak aktif di sekitar taman.
Davira tersenyum ketika memerhatikan anak-anak didiknya. Matanya memandang Zein yang tampak aktif menjelaskan kepada teman-temannya tentang kenapa bagaimana bunga bisa mekar, Davira tertawa saat mendengar celotehnya.
Zein anak yang aktif dan cerdas secara akademik menurut Davira. Sebenarnya, semua anak didiknya memiliki perkembangan akademik dan kognitif yang baik, tapi di mata Davira, Zein tampak berbeda.
Davira kembali tertawa saat mengingat saat di mana Zein yang lugu memintanya menjadi Ibu. Davira jelas tak tahu kenapa Zein bisa bicara begitu. Yang ia pahami hanyalah bahwa Zein, anak laki-laki yang lugu dan periang.
Davira bahkan membayangkan pabila Zein menjadi anaknya, ia pastilah akan menjadi Ibu yang paling bahagia. Mendadak hatinya berubah sesak saat sadar dengan status dan keadaannya. Ia menyukai anak-anak, tapi traumanya terhadap pernikahan membuatnya takut melangkah.
"Miss! Miss! Zein jatuh, Miss! Lututnya luka, lututnya terluka!" teriakan panik seorang anak menyadarkan Davira dari lamunannya. Mendengar nama Zein disebut, Davira langsung berdiri.
"Zein terluka? Di mana? Tunjukkan kepada Miss!" katanya. Sang anak langsung menuntun Davira ke taman, Zein bersembunyi di balik bangku taman sembari memegangi lututnya.
"Zein?" panggil Davira. Zein yang meringis kesakitan menoleh, kedua matanya sudah memerah menahan tangis. Zein berusaha tak menangis, tetapi saat melihat Davira menghampirinya, tangisnya langsung saja tumpah.
"Sakit, Miss. Lutut Zein sakit, huhuhu," raung Zein seraya memeluk Davira erat. Dengan lembut, Davira mengusap bahu Zein pelan. Menunggu tangis Zein reda.
"Kita obati, ya? Zein berani, kan?"
Kemudian, Davira menggendong Zein dan membawanya ke UKS. Membalut luka Zein dan memberinya plester bergambar lucu. Anak-anak yang semula bermain di taman sudah kembali ke kelas dibantu dengan asisten mengajar Davira.
"Miss Davira," panggil Zein pelan. Davira yang semula sedang merapikan kotak P3K sontak langsung menoleh.
"Iya, Zein. Masih ada yang terasa sakit?" tanyanya takut kalau anak kecil itu cedera di bagian lainnya.
Zein menggeleng, ia justru menepuk-nepuk samping bed yang ia duduki, meminta Davira untuk duduk bersamanya. Zein membutuhkan Davira, Zein membutuhkan kasih sayang seorang Ibu.
Begitu Davira duduk, Zein menatapnya lekat, kedua bola matanya mengerjap kecil. Membuat Davira jadi gemas sendiri. Tanpa diduga, Zein merebahkan kepalanya di atas kedua paha Davira.
"Miss, Zein mau seorang Ibu. Tapi papa gak pernah mau kasih Zein seorang ibu," ujar Zein kemudian dengan polosnya. Matanya mengerjap beberapa kali saat memandang Davira.
Davira hanya terdiam. Alih-alih menjawab, ia lebih memilih mengusap kepala Zein. Sejak kemarin, Zein selalu saja membahas tentang Ibu. Sebenarnya ke mana Ibunya Zein?
Benaknya jadi bertanya-tanya, ke manakah sosok ibu Zein? Dan mengapa Zein selalu memintanya jadi seorang Ibu? Haruskah ia bertanya pada Kavindra, ayahnya Zein? Tetapi, atas dasar apa?
Tanpa sadar, Zein justru tertidur dalam pangkuannya. Melihat wajah Zein yang tenang saat tertidur membuat Davira yakin untuk bertanya kepada Zein tentang apa yang terjadi, agar kelak jika Zein melayangkan tanya, ia bisa menjawabnya dengan tepat.
Ia meraih ponselnya dan menekan tombol panggilan. "Halo? Pak Kavindra, bisakah datang menemui saya di ruang konseling sepulang sekolah nanti?" ujarnya begitu telepon tersambung.
Setelah panggilan singkat itu, Davira kembali menatap Zein, lalu memindahkan anak kecil itu ke atas bed. Membiarkan Zein terlelap, sedangkan ia kembali ke kelas untuk mengajar setelah menitipkan Zein pada seorang suster.
•••
"Mama! Aku punya info penting!" teriak Ravindra begitu memasuki rumah. Karina yang sibuk mengawasi pekerjaan pelayan pun sontak mendatangi Ravindra dengan tergesa.
"Ada, apa, sih? Mama gak tuli, Ravin. Jangan teriak-teriak kayak begitu, ah!" omel Karina pada putra bungsunya.
"Ish! Aku teriak karena ada info yang penting banget, Ma!" seru Ravindra penuh semangat. "Mama tahu gak? Aku sudah menemukan future mom untuk Baby Zein kesayangan Mama!"
"Apa? Yang benar kamu?" tanya Karina tak percaya, namun dari nada bicaranya, Ravindra tahu bahwa sang ibu tampak senang dan antusias.
"Jadi, Zein itu punya guru baru, namanya Miss Davira. Dia itu perempuan yang cantik—"
Karina menepak lengan Ravindra pelan, "Kamu, tuh, kalau sama yang cantik aja ingat terus!" cetus Karina memotong ucapan Ravindra.
"Dengar dulu, dong, Ma. Ah gak seru, nih!" protes Ravindra mencebikkan bibirnya. Sementara itu, Karina meminta maaf sambil menarik lengan putranya untuk duduk di sofa.
"Miss Davira itu cantik dan berkharisma, kalau aku lihat juga tipe perempuan yang penyayang. Mama tahu? Pas Zein ketemu Miss Davira, tatapannya tuh kayak yang excited, padahal Mama tahu, kan, selama ini Zein kayak gimana kalau ketemu calon mamanya."
Karina tampak mengangguk-angguk, cucunya itu memang bukan tipe anak yang mudah menerima kehadiran seseorang. Meski ramah dan periang, namun Zein terkesan menjaga jarak terhadap orang-orang yang tidak disukainya.
"Mama jadi penasaran, Rav." Karina menatap putra bungsunya, seakan meminta pendapat.
"Oh, ya, satu lagi, Ma. Mama tahu hal apa yang paling luar biasa yang sudah cucu Mama lakukan itu?" kata Ravindra, memancing rasa penasaran Karina lebih dalam.
Karina tampak menatap Ravindra dengan rasa penasaran, "Apa? Kamu suka banget menggantung-gantung cerita, Rav! Mama jadi betulan penasaran, nih!" omel Karina lagi.
Sedangkan Ravindra terkekeh geli setelah berhasil memicu rasa penasaran sang ibu tersayangnya itu. "Bayangkan, Ma, bayangkan! Di hari pertama Zein sekolah, cucu Mama itu langsung minta Miss Davira jadi ibunya!"
Karina terpekik kaget, sedetik kemudian, sebuah jeweran ringan mendarat di telinga kanan Ravindra. Pria itu memekik sakit saat sang ibu menarik telinganya.
"Pasti kamu yang ajarin Zein kayak gitu, ya kan?!" tebak Karina yang sepenuhnya benar.
Ravindra terkekeh sambil mengacungkan dia jarinya ke atas, meminta ampun. Sudah cukup ia menerima hukuman dari sang kakak, jangan sampai ia juga menerima hukuman dari sang ibu.
"Aku tahu aku salah. Tapi coba Mama pikiran sisi baiknya, Zein akhirnya menemukan ibu yang cocok! Jarang-jarang, lho, Zein bisa langsung akrab begitu sama perempuan."
Karina tampak berpikir dalam, yang dikatakan Ravindra memang ada benarnya. Zein masih sangat kecil dan membutuhkan perhatian dari seorang ibu. Selama Karina mencoba untuk menjodohkan Kavindra dengan perempuan lain, Zein selalu menolak dan tak suka dengan calon ibu yang Karina perkenalkan.
"Jika benar Zein menyukai gurunya itu, sepertinya tidak ada salahnya juga, kan? Tapi, bagaimana dengan Kavindra?" gumam Karina.
wah wahhh/Facepalm/
kemaren queen terinspirasi dri nama Selina dipelesetin jdi Selena, skrg Selina lgi di sni, ada magnet juga nn ni weh/Proud//Proud/
ANAKKU, SAINGANKU
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/