Alice Celestia Dalian
"Libur telah tiba!"
"Libur telah tiba!"
"Hore! Hore! Hooreee!!"
Seru tiga anak di dalam mobil, penuh keceriaan yang menggema di antara tawa mereka. Suasana tampak cerah, seolah tak ada yang bisa merusak hari ini.
Sebuah keluarga sedang bersenandung riang dalam perjalanan menuju pantai. Ayah mengemudi, Ibu duduk di sampingnya, sementara di kursi belakang ada Dalian, Kio dan Chelsey.
Libur kenaikan kelas memang lebih panjang dari libur semester ganjil, memberi ketiga anak sekolah itu kesempatan untuk menikmati waktu dengan bebas. Namun, ada sesuatu di udara yang membuat Dalian sedikit gelisah, meski ia berusaha menyembunyikannya.
"Dalian, kamu yakin nyaman di pantai? Ibu tahu kamu selalu takut dengan ombak dan malam hari di sana," sahut Ibu, matanya sekilas mencuri pandang ke arah putrinya.
"Ibu, please, aku udah besar sekarang. Mana mungkin takut sama hal-hal kayak gitu," balas Dalian dingin, meskipun ada nada yang terasa dipaksakan.
"Oo, jadi ini kali pertama kalian ke pantai? Pantesan aku diajak," sindir Chelsey, mengerutkan alisnya sedikit cemberut.
Ayah tertawa kecil. "Iya, Nak Chelsey. Kami memang berharap kamu bisa menemani dan menjaga Dalian kecil kita."
Alice Celestia Da Lian
Gadis SMA naik kelas 3 yang penakut tapi mudah tersentuh perasaannya untuk peduli kepada sesama. Cerewet dan pintar berargumentasi.
Hobi bermain basket. Warna kesukaan hitam. Tipe cowok, sedang tidak memikirkannya. Yang jelas, dia anti cowok.
Yukio Zacky Da Lian
Adik laki-laki Dalian masih SD kelas 4. Cowok pemberani. Suka mengejek kakaknya penakut dan perang argumen dengannya.
Lebih peka, bergaya keren dan pemikirannya lebih dewasa daripada kakak perempuannya yang cerewet.
Dessiana Chelsey
Keponakan sekaligus sahabat dekat Dalian. Lebih feminim dan berpenampilan anggun. Bisa menyesuaikan suasana dan sangat memahami Dalian.
Hobi bermain sosial media dan selfie. Menyukai banyak cowok. Mumpung masih sekolah, dia ingin memiliki pengalaman tentang cinta dari berbagai cowok yang dia suka.
Dalian sendiri adalah gabungan dari nama kedua orang tuanya, yaitu Damar Raharjo dan Liana Astuti.
Kenapa ingin dipanggil Dalian? Sebab, Dalian lebih ingin dipanggil dengan nama yang terdengar asing itu daripada nama depannya sendiri.
Dia merasa tidak cocok menggunakan nama Alice maupun Celestia yang bertolak belakang dengan karakternya yang tomboy dan menyukai warna hitam itu.
"Ayah! Stop menganggapku anak kecil! Aku sudah kelas 2 SMA dan naik kelas 3!" protes Dalian, nada kesal terdengar dalam suaranya.
Kio mengomentari, "Dalian penakut. Itu sama aja kayak anak kecil. Kebangun tiap malam pasti nyariin Mami. Lampu gelap aja langsung teriak-teriak. Takut sendirian lagi."
"Kio, bisa gak sih panggil gue ini Kakak. Dasar adik kecil sok dewasa."
"Mending Kio daripada Dalian. Muka serem tapi penakut. Coba nanti kita tinggal Dalian di pantai sendirian, pasti ketakutan. Huuu,"
"Astaga Kio, yang baik sama kakak kamu." Sahut Ibu dari kursi depan.
"Iya Mam." Kio patuh tapi tidak untuk kakaknya. Dia berganti memberikan ejekan kepada Dalian.
"Ibu, lihat tuh Kio."
"Kenapa lagi? Kio udah diam tuh."
"Diem tapi masih ngejekin aku."
Perjalanan berlanjut.
Mobil bergerak mantap, melewati jalanan gunung yang berliku dengan tebing di satu sisi dan jurang yang gelap di sisi lainnya. Meski cuaca cerah, ada ketegangan samar yang menyelimuti. Bayangan pepohonan terasa lebih pekat, dan angin yang berhembus sesekali terdengar lebih berat.
"Dalian," suara itu datang begitu tiba-tiba.
Dalian menjawab, "Iya?"
"Dalian"
"Ada yang manggil aku?" tanyanya, bingung.
"Enggak ada yang manggil kamu, Dal," sahut Chelsey tanpa mengangkat kepalanya dari ponsel. "Aku lagi sibuk main game."
"Kamu, Kio?" Dalian menoleh ke adiknya, yang hanya menggeleng.
"Kamu enggak denger apa-apa, Ibu? Ayah?" tanyanya lagi, kini suaranya mulai bergetar.
Ayah hanya mengernyitkan dahi. "Ada apa, Dalian?"
"Ah, mungkin cuma perasaanku aja," gumam Dalian, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia menyandarkan kepala ke kursi, memejamkan mata, mencoba tidur lagi.
Namun, suara itu kembali hadir. "Dalian."
Suaranya seperti berbisik di ujung telinganya, membuat bulu kuduk Dalian berdiri. Kali ini, ia tidak bisa lagi mengabaikannya.
"Gadis berambut hitam, lihatlah aku di langit," bisik suara itu, seakan-akan datang dari tempat yang jauh namun begitu dekat di telinganya.
Jantung Dalian berdegup cepat. "Si-siapa kamu?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Lihatlah ke langit."
Dengan ragu-ragu, Dalian mengangkat pandangannya keluar jendela. Langit yang tadinya cerah tiba-tiba gelap. Kilatan petir menyambar di kejauhan, "Duar!" Suara gemuruh itu begitu keras, membuat Ayah menginjak rem mendadak.
Mobil berhenti dengan sentakan, dan semua penumpang terkejut. "Kenapa cuacanya berubah secepat ini?" Ayah bergumam khawatir, menatap ke langit yang kini ditelan awan hitam.
"Ayah?" suara Dalian kini semakin lirih. Ada sesuatu yang tidak benar, dan perasaan itu semakin menguat di hatinya.
"Jangan khawatir, Dalian," Ayah mencoba tenang, tapi nada suaranya sudah berubah.
"Dalian mulai takut lagi," sindir Kio, tapi tak ada yang menertawakannya kali ini. Udara di dalam mobil terasa lebih berat.
Petir kembali menggelegar, kali ini lebih dekat. "Jedderr! Jedderr!" Sinar terang dari petir menyambar pepohonan di sisi jurang, menggetarkan tanah di bawah mereka.
Langit yang tadinya biru kini sepenuhnya berubah menjadi lautan hitam yang menakutkan. Hujan turun deras, dan kabut mulai menyelimuti pandangan.
"Ayah, kita harus berhenti," Ibu berkata dengan nada cemas. "Ini sudah terlalu berbahaya."
Namun, Ayah bersikeras. "Kita sudah terlalu jauh. Tidak mungkin kembali sekarang. Aku akan hati-hati."
Mobil kembali melaju perlahan, meski hujan dan kabut membuat jalanan hampir tak terlihat. Di dalam mobil, Dalian merasa semakin tercekik oleh ketakutan yang tak terjelaskan.
Suara-suara itu masih terngiang di kepalanya. "Jatuhkan mobilnya ke jurang." Tiba-tiba, suara itu datang lagi. Lebih keras dan lebih tegas.
Dalian tersentak."Apa? Siapa kamu?" Dalian meremas tangannya, berusaha melawan suara itu, tapi ia tidak bisa. Suara itu mendominasi pikirannya, memaksanya untuk tunduk.
"Jatuhkan mobilnya ke jurang."
Mata Dalian mulai kabur. Tatapannya kosong, dan tanpa sadar, ia mulai mengulang perintah itu dengan suara hampa.
"Ayah... jatuhkan mobilnya ke jurang."
"Apa?" Ibu dan Chelsey menatap Dalian dengan ngeri. "Dalian, apa yang kamu katakan?"
"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah, seakan dirasuki kekuatan asing.
Ayah, dalam kebingungannya, tiba-tiba kehilangan kendali atas mobil. Jalanan licin membuat mobil tergelincir. "Kyaaa!!!" Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang.
"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar, memecah langit dan bumi di sekitar mereka, seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments