Gagal menikah!One night stand dengan pria asing yang tak dikenalnya.
Anggun terancam dijodohkan oleh keluarganya, jika dia gagal membawa calon suami dalam acara keluarga besarnya yang akan segera berlangsung.
Tapi secara tak sengaja berpapasan dengan pria asing yang pernah bermalam dengannya itu pun langsung mengajak si pria menikah secara sipil.Yang bernama lengkap Sandikala Mahendra.Yang rupanya Anggun tidak tahu siapa sosok pria itu sebenarnya.
Bukan itu saja kini dia lega karena bisa menunjukkan pada keluarga besarnya jika dia bisa mendapatkan suami tanpa dijodohkan dengan Darma Sanjaya.
Seorang pemuda playboy yang sangat dia benci.Karena pria itu telah menghamili sahabat baik Anggun tapi tidak mau bertanggung jawab.Pernikahan asal yang dilakukan Anggun pun membuat dunia wanita itu dan sekaligus keluarga besarnya menjadi berubah drastis dalam sekejap.
Akankah pernikahan Anggun berakhir bahagia?Setelah mengetahui siapa sosok pria itu sebenarnya?Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mitha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Keesokan harinya, Kala dan Anggun tiba di rumah sakit lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan. Mereka ingin segera menyelesaikan tes ulang ini, agar tidak ada lagi bayangan masa lalu yang mengganggu kehidupan mereka.
Kala menggenggam tangan Anggun erat. “Apapun hasilnya, kita hadapi bersama.”
Anggun menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Ya.”
Beberapa menit kemudian, Rena tiba bersama seorang bocah laki-laki yang diklaimnya sebagai anak Kala. Anak itu tampak bingung, sementara Rena terlihat percaya diri seperti biasa.
“Sudah siap?” tanya Rena dengan senyum mengejek.
Kala tidak menjawab. Dia hanya menatap anak itu, mencoba mencari kemiripan yang lebih jelas. Benarkah bocah ini anak kandungnya?
Dokter datang, memberi instruksi. “Kami akan mengambil sampel dari anak ini dan Pak Kala. Hasilnya bisa keluar dalam tiga hari.”
Proses pengambilan sampel berjalan cepat. Kala dan anak itu masing-masing menjalani tes swab DNA. Setelah selesai, dokter menyimpan sampel dengan hati-hati.
Kala menoleh ke Rena. “Kita akan menunggu hasilnya. Jika terbukti aku bukan ayahnya, aku ingin kau menghilang dari hidupku.”
Rena tertawa pelan. “Jangan terlalu percaya diri, Kala. Kita lihat saja nanti.”
Tanpa menunggu lama, dia membawa anak itu keluar dari ruang pemeriksaan, meninggalkan Kala dan Anggun yang masih diselimuti ketegangan.
Tiga Hari Kemudian
Kala menerima telepon dari rumah sakit. Hasil tes sudah keluar.
Dia dan Anggun datang bersama, sementara Rena sudah menunggu dengan ekspresi penuh keyakinan.
Dokter menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA. Kala membukanya dengan tangan sedikit gemetar. Matanya menelusuri lembaran hasil laboratorium itu.
Lalu, dia menghela napas panjang.
Kala menatap Rena dengan sorot tajam. “Anak ini… bukan anakku.”
Ruangan itu mendadak sunyi. Wajah Rena yang awalnya percaya diri langsung berubah pucat.
“Tidak mungkin,” bisiknya, meraih kertas itu, membaca hasilnya sendiri.
“Tapi… Tapi dia mirip denganmu…”
Kala menegang. “Mirip bukan berarti aku ayahnya.”
Anggun menatap Rena dengan penuh amarah. “Kau mencoba mempermainkan kami?”
Rena menggigit bibirnya. Matanya berkaca-kaca, tetapi bukan karena kesedihan—lebih kepada kepanikan.
Kala mendekat, suaranya rendah tapi mengancam. “Berhenti bermain dengan hidupku, Rena. Ini terakhir kalinya aku mentoleransi kebohonganmu.”
Rena terdiam, tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Kala meraih tangan Anggun dan menggenggamnya erat. “Ayo pulang.”
Saat mereka meninggalkan ruangan itu, Anggun akhirnya bisa bernapas lega. Dia menoleh ke arah Kala dan tersenyum tipis.
“Kita benar-benar bisa melewati ini.”
Kala mengecup puncak kepalanya. “Tentu saja, Sayang. Tidak ada lagi masa lalu yang bisa menghancurkan kita.”
Mereka melangkah keluar dari rumah sakit, meninggalkan semua kebohongan dan drama di belakang mereka.
Rena melangkah cepat ke lorong rumah sakit, matanya penuh amarah. Dia baru saja dipermalukan di depan Kala dan Anggun. Ini seharusnya tidak terjadi!
Setibanya di ruang administrasi laboratorium, dia langsung menemui seorang pria paruh baya berseragam petugas rumah sakit. Namanya Bagas, seorang staf yang sebelumnya telah dia sogok untuk memanipulasi hasil tes DNA.
Begitu melihatnya, Rena langsung mendekat. “Bagas! Apa yang terjadi? Kenapa hasilnya menyatakan bahwa anak itu bukan anak Kala?”
Bagas tampak tenang. Dia melirik ke kanan dan kiri sebelum menjawab dengan suara rendah. “Karena hasilnya memang begitu, Bu.”
Rena mengernyit. “Kau bilang kau bisa mengubah hasilnya. Kau sudah menerima uang dariku!”
Bagas menghela napas, lalu merogoh saku jas putihnya. Dia mengeluarkan amplop berisi uang dan menyerahkannya kembali kepada Rena.
“Aku tidak bisa melakukan itu, Bu,” katanya pelan. “Setelah berpikir ulang, aku tidak mau mempertaruhkan pekerjaanku demi sesuatu seperti ini.”
Mata Rena membelalak. “Kau sudah berjanji, Bagas! Seharusnya hasil tes menyatakan bahwa Kala adalah ayahnya! Kau seharusnya mengubah laporan itu!”
Bagas menggeleng. “Maaf, Bu. Aku memang sempat tergoda dengan uang Anda, tapi saya masih punya hati nurani. Saya tidak bisa menghancurkan hidup seseorang dengan kebohongan.”
Rena mengepalkan tangannya, napasnya memburu. “Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan!”
Bagas tetap tenang. “Justru karena saya tahu, saya tidak mau terlibat lebih jauh. Sekali lagi, maaf. Saya sudah mengembalikan uang Anda, jadi anggap saja kita tidak pernah berbicara soal ini.”
Rena merasa darahnya mendidih. Dia menatap Bagas dengan tatapan membunuh, tetapi pria itu tetap berdiri tegak, tidak terpengaruh oleh ancamannya.
Setelah beberapa detik penuh ketegangan, Rena meraih amplop itu dengan kasar dan berbalik pergi.
Namun, langkahnya terhenti ketika suara Bagas kembali terdengar.
“Oh, satu hal lagi, Bu.”
Rena menoleh tajam. “Apa lagi?”
Bagas menatapnya dalam-dalam. “Jika Anda masih mencoba mengganggu hidup Pak Kala, lebih baik hentikan sekarang. Sebab, saya tidak akan ragu melaporkan rencana Anda ke pihak berwenang.”
Rena mencengkeram amplop itu erat. Dia ingin membalas perkataan Bagas, tetapi untuk pertama kalinya, dia merasa sedikit takut.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia berbalik dan keluar dari ruangan dengan wajah penuh amarah.
Satu hal yang pasti—ini belum selesai. Rena harus bisa mendapatkan Kala lagi.
---
Di tempat lain, Kala dan Anggun sedang menikmati makan malam di rumah mereka. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, mereka merasa sedikit lebih tenang.
Kala menyentuh tangan Anggun yang berada di atas meja. “Akhirnya kita bisa melewati ini.”
Anggun tersenyum kecil. “Aku masih tidak percaya bahwa Rena benar-benar mencoba berbohong soal anak itu.”
Kala menggeleng. “Dia selalu seperti itu. Aku bodoh karena pernah percaya padanya di masa lalu.”
Anggun menatap suaminya dengan lembut. “Yang penting sekarang kau sudah tahu siapa yang benar-benar mencintaimu.”
Kala tersenyum, lalu mengecup tangan Anggun. “Dan aku tidak akan pernah menyia-nyiakan itu.”
Mereka saling menatap, merasakan ketenangan yang telah lama hilang. Namun, jauh di luar sana, Rena masih menyusun rencana baru.
Dia tidak akan menyerah semudah itu. Jika cara ini gagal, dia akan menemukan cara lain untuk menghancurkan kebahagiaan Kala dan Anggun.
Badai mungkin telah reda… tetapi awan gelap masih menggantung di kejauhan.
"Lalu, bisakah kita memulai project untuk membuat anak mulai sekarang?" tanya Kala dengan sangat tenang.