Dewasa🌶🌶🌶
"Apa? Pacaran sama Om? Nggak mau, ah! Aku sukanya sama anak Om, bukan bapaknya!"
—Violet Diyanara Shantika—
"Kalau kamu pacaran sama saya, kamu bakalan bisa dapetin anak saya juga, plus semua harta yang saya miliki,"
—William Alexander Grayson—
*
*
Niat hati kasih air jampi-jampi biar anaknya kepelet, eh malah bapaknya yang mepet!
Begitulah nasib Violet, mahasiswi yang jatuh cinta diam-diam pada Evander William Grayson, sang kakak tingkat ganteng nan populer. Setelah bertahun-tahun cintanya tak berbalas, Violet memutuskan mengambil jalan pintas, yaitu dengan membeli air jampi-jampi dari internet!
Sialnya, bukan Evan yang meminum air itu, melainkan malah bapaknya, William, si duda hot yang kaya raya!
Kini William tak hanya tergila-gila pada Violet, tapi juga ngotot menjadikannya pacar!
Violet pun dihadapkan dengan dua pilihan: Tetap berusaha mengejar cinta Evan, atau menyerah pada pesona sang duda hot?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Ganteng
Setelah William pergi, Violet melangkah menuju kelasnya. Begitu ia masuk, suasana seketika berubah. Ruangan yang tadinya riuh langsung senyap. Para cowok langsung terdiam, terpukau oleh kecantikannya, sementara para cewek melemparkan tatapan sinis penuh iri.
Violet menghela napas panjang. Tidak terlalu terkejut. Tatapan seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.
Dengan santai, Violet berjalan ke salah satu kursi kosong di dekat teman sekelasnya. Namun, saat hendak duduk, sebuah tas tiba-tiba dilemparkan ke atas kursi itu.
"Udah ada orangnya," celetuk si pemilik tas dengan nada ketus.
Violet tersenyum tipis. Ya ampun, klasik sekali. Padahal jelas-jelas kursi itu kosong sejak tadi. Ia tak ingin berdebat, jadi ia mencoba duduk di tempat lain, tapi hasilnya tetap sama. Selalu ada alasan yang membuatnya tidak boleh duduk di sana.
Violet mendesah pelan. Ya ampun, mereka ini kekanak-kanakan sekali sih? Apa salahku kalau aku cantik dan pacar-pacar mereka jadi naksir padaku?
Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas, mencari tempat duduk lain. Beberapa kursi kosong ada di dekat para cowok, tapi itu bukan pilihan bagus. Kalau duduk di sana, bisa-bisa ia tidak fokus belajar karena digoda terus.
Akhirnya, matanya tertuju pada Gea, gadis berkacamata yang tampak sibuk dengan bukunya. Kursi di sebelahnya kosong.
"Hai Ge, aku duduk sini ya?" tanya Violet ramah.
Gea menatapnya sekilas, lalu mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa.
Violet mengangkat bahu kecil. Yah, lebih baik begini. Setidaknya Gea tidak mengusirnya. Ia segera mengeluarkan alat tulisnya saat dosen masuk ke kelas.
...----------------...
Tepat pukul tiga sore, Violet buru-buru keluar dari kelas. Ia tak ingin berlama-lama di kampus, takut para cowok kembali mencegatnya dan mengajaknya makan atau sekadar berbasa-basi.
Saat tiba di depan gedung, matanya membelalak melihat mobil William sudah terparkir di sana. Tanpa ragu, ia langsung menghampiri.
"Tok, tok, tok," Violet mengetuk kaca jendela.
Jendela diturunkan, menampilkan wajah William di balik kemudi.
"Om, cepat banget udah sampai?" tanyanya.
"Ya iyalah, saya kan tepat waktu. Emangnya kamu?" balas William, pura-pura ketus. "Udah, ayo masuk!"
Violet terkekeh. "Oke, Om."
Begitu masuk ke dalam mobil, ia langsung menghela napas panjang. Suasana tenang di dalam mobil terasa begitu melegakan dibandingkan dengan suasana kampus.
William meliriknya sekilas. "Kenapa? Kok kayak capek banget?" tanyanya.
Violet menyandarkan kepala ke kursi. "Ya capek lah, Om. Namanya juga cewek cantik, pasti ada aja yang ngejar."
William mendengus. "Bukannya itu memang maumu? Dandan cantik biar dikejar-kejar cowok?"
Violet terkikik. "Tepat sekali! Asal Om tahu, Zaman sekarang, cantik itu privilege."
William hanya menggeleng kecil. Dalam hati, ia merasa sedikit kesal. Ia lebih suka jika Violet hanya tampil cantik untuknya saja, bukan untuk orang lain. Tapi apa haknya untuk melarang?
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengarahkan mobil keluar dari kampus. Namun, setelah beberapa menit, Violet mulai menyadari bahwa jalan yang mereka tempuh bukan menuju kosannya.
Ia melirik William curiga. "Om, kita mau ke mana?"
"Mampir sebentar."
Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah mal.
William membuka pintu dan turun lebih dulu. "Ayo," ajaknya santai.
Violet berkedip bingung. "Eh? Aku juga?"
William menatapnya datar. "Emangnya kamu mau nunggu di mobil?"
"Ya nggak sih..."
"Ya udah, ayo."
Violet akhirnya menurut. Begitu masuk ke dalam mal, ia semakin bingung saat mereka berjalan menuju sebuah toko kecantikan yang besar dan mewah.
Namun kebingungan itu seketika berubah menjadi kegembiraan. Matanya berbinar saat melihat deretan produk kecantikan yang tersusun rapi di rak.
"Ya ampun! Ini keluaran terbaru!" serunya penuh semangat saat melihat salah satu produk favoritnya. Tapi begitu melirik label harga, senyumnya langsung meredup. "Hish, mahalnya..."
Sementara itu, William memperhatikan gerak-geriknya dengan diam-diam. Ia lalu berbisik kepada salah satu SPG. "Tolong ambil semua barang yang disentuh gadis itu. Nanti saya yang bayar."
SPG itu tersenyum dan mengangguk. "Baik, Pak."
Violet terus berkeliling, melihat berbagai produk yang diinginkannya, tapi tak satu pun ia beli karena harganya yang tidak bersahabat dengan dompetnya. Setelah beberapa lama, ia pun kembali ke William yang menunggunya di meja kasir.
"Udah? Beli apa kamu?" tanya William santai.
Violet menggeleng. "Nggak beli apa-apa, Om."
"Loh, kenapa? Katanya skincare kamu habis?"
Violet mendesah. "Ya, nggak ada duitnya, Om. Emangnya Om mau beliin?"
William tidak langsung menjawab. Ia hanya melirik ke arah SPG yang datang membawa keranjang belanja yang terisi penuh.
Violet mengikuti arah pandang William, dan begitu melihat isi keranjang, matanya langsung melebar.
"Om, ngapain beli skincare banyak banget? Emangnya Om pakai juga?" tanyanya tak percaya.
William hanya terkekeh. Dengan santai, ia mengeluarkan kartu dan membayar belanjaan itu.
Begitu transaksi selesai, kasir menyerahkan dua kantong besar belanjaan kepada William. Namun, alih-alih membawanya sendiri, ia malah menyerahkannya pada Violet.
"Nih," katanya santai.
Violet menatap kantong itu, lalu menatap William kesal. "Ih, Om, berat lah. Kenapa nggak Om aja yang bawa? Kan badan Om lebih gede."
William tersenyum. "Itu kan barang kamu. Ya bawa sendiri lah."
Violet terdiam sejenak, lalu membelalak. "Hah?"
William terkekeh, lalu berjalan keluar dari toko tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Violet yang akhirnya sadar langsung mengejarnya. "Ini beneran buat aku, Om?"
"Hm."
"Tapi ini banyak banget!"
"Buat stok setahun."
Violet menyipitkan mata curiga. "Jangan-jangan ini nanti ditambah ke utangku, ya Om?"
William berhenti berjalan dan menatapnya Violet. "Nggak. Hitung-hitung itu gaji buat kamu yang udah bersihin apartemen saya selama ini."
Violet terkejut. "Wah, ternyata aku dapat gaji juga?"
"Ya kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa. Sini, biar saya bagiin ke orang-orang," kata William, pura-pura hendak mengambil kantong belanjaan itu kembali.
"Ih, jangan!" Violet buru-buru menjauhkan plastik belanjaan dari jangkauan William. Lalu, ia tersenyum lebar. "Makasih banyak ya, Om. Om makin ganteng deh kalau kayak gini."
William membeku seketika.
Apa katanya tadi? Ganteng?
Wajahnya langsung memanas tanpa bisa dikendalikan.
Sementara itu, Violet sudah berjalan dengan riang menuju ke mobil tanpa menyadari apa yang sudah ia perbuat.
ngakak brutal ya allah
"mertuaku, mantan musuh bebuyutan ku..
atau
"mertuaku, besty SMA ku?
kalau sempat tau, habis kau om jadi dendeng balado..🤣🤣🤣