Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Brak…brak
Mirza murka. Mengobrak-abrik kamar yang ia tempati. Beberapa barang berharga pun hancur berkeping-keping membuat Erkan bergidik ngeri. Sprei dan bantal teronggok di lantai hingga tempat itu seperti kapal pecah.
"Za, tenang dulu." Aslan menghampiri Mirza yang masih diselimuti kemarahan. Mencoba meredamkan emosi sang sahabat yang semakin menggebu.
"Bagaimana aku bisa tenang, kak Nita membawa Haira dan Kemal. Dia marah padaku." Memekik hingga urat lehernya terlihat menonjol. Suaranya menggantung di udara. Menggema memenuhi seluruh ruangan.
"Aku yakin ada yang mengadu pada mereka."
Mirza berkacak pinggang. Melirik Erkan dan Aslan bergantian. Menatap curiga pada mereka yang paling dekat dengannya.
"Kamu menuduhku?" tanya Aslan kemudian. Ia bisa membaca ekspresi wajah Mirza yang nampak mencurigainya.
"Orang yang tahu tentang semua ini hanya Kalian dan pelayan di rumah, lalu siapa lagi yang mengadu?" Mirza menekankan. Dadanya terasa meletup, ia tak bisa membendung semuanya sebelum terbongkar siapa dalangnya.
Aslan menggeleng, begitu juga dengan Erkan yang melakukan hal yang sama.
"Maaf, Tuan. Saya tidak tahu apa-apa tentang ini, bahkan saya tadi juga kaget saat Tuan Deniz bilang sudah di bandara."
Erkan menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap wajah Mirza yang pias.
"Sama, aku juga kaget waktu Erkan bilang kak Deniz datang dan mencari kamu," imbuh Aslan.
Mirza melempar jaket yang ada di sofa itu ke sembarang arah. Menghempaskan tubuhnya lalu memejamkan mata untuk mengurai kekesalannya.
Lalu siapa yang bilang. Itulah saat ini menjadi misteri yang belum terungkap.
Ponsel Mirza berdering. Pria itu bergegas menyambar nya. Menatap layar benda pipih di tangannya lalu tersenyum.
Akhirnya kamu menghubungi ku.
"Kalian keluar!" titah Mirza merapikan rambutnya sebelum menerima panggilan dari istrinya.
Wajah cantik dengan senyuman manis menyapa di balik layar.
"Hai sayang," Suara Haira terdengar lembut.
"Kenapa lama sekali, sekarang katakan. Kak Nita membawamu dan Kemal ke mana?" tanya Mirza membenarkan posisi duduknya.
Haira menunjukkan jalan yang tadi ia lewati, lumayan jauh dari hotel tempatnya menginap. Sedangkan Mirza langsung mencatatnya.
"Tapi jangan ke sini sekarang, tadi aku dengar kak Nita melarang penjaga untuk menerima tamu, termasuk kamu."
Bener bener ya, kakak laknat.
"Baiklah, aku akan ke sana nanti malam. Tunggu aku!"
"Jaga diri baik-baik." Hati Mirza merasa terenyuh mendengar ucapan itu dari bibir Haira.
Wanita yang selama ini ia lukai bertubi-tubi tak hanya memperhatikan Kemal, namun juga dirinya yang belum pernah melakukan kewajiban sebagai seorang suami.
Setelah puas berbicara dengan Haira. Mirza memanggil Erkan dan juga Aslan.
"Ada apa, Tuan?" Erkan berdiri di samping Mirza.
Aslan sudah malas menerima amukan Mirza dan memilih berbaring di kasur tanpa sprei.
"Haira bilang padaku, kalau waktu itu Lunara sengaja bunuh diri. Apa menurut kamu ini wajar?"
Erkan meresapi setiap kata yang meluncur dari bibir Mirza. Ia pun merasa ada yang janggal dengan ungkapan Mirza.
"Tidak mungkin kan, Haira bohong padaku?"
"Nona Haira itu baik, Tuan. Tidak mungkin dia berbohong pada, Anda. Saya yakin apa yang diucapkan itu benar."
"Pasti ada sesuatu di balik semua ini," sahut Aslan dari arah ranjang. "Mungkin saja dia punya masalah yang serius, atau jangan-jangan __"
Aslan menghentikan ucapannya, lalu duduk di tepi ranjang. Menatap Mirza dengan tatapan intens.
"Apa?" tanya Mirza menyelidik.
"Dia banyak hutang."
Seketika itu juga Mirza melempar bantal sofa tepat di wajah Aslan yang berbicara asal.
Aslan hanya bergelak tawa.
Di sisi lain
Kemal berlarian bebas di ruangan yang sangat luas. Kini dirinya tak hanya bisa hidup mewah, namun juga mendapatkan teman yang benar-benar baik.
"Ayo kak, kejar aku!"
Dia adalah anak Nita yang bernama Hasan dan Fajar. Mereka berumur sepuluh dan delapan tahun. Nita sengaja membohongi Mirza bahwa mereka tak ikut, padahal kedua anak nya dan sang suami sudah berada di rumah pribadinya. Rumah yang dibeli tiga tahun lalu itu hanya untuk sekedar singgah jika mereka ada pekerjaan.
Bruk
Tiba-tiba Kemal menabrak sesuatu yang ada di depannya.
"Adik, larinya pelan-pelan," sapa suara seorang gadis dengan lembut.
"Nama kamu siapa?" tanya gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Kemal.
"Kemal," jawab Kemal menggosok-gosok dahinya yang terasa nyeri.
"Kemal, kenalkan ini namanya kak Tsamara, dan ini kak Havva."
Deniz menunjuk kedua anaknya bergantian.
"Hai Kemal." Mereka pun melambaikan tangannya ke arah Kemal yang nampak malu-malu.
Havva, gadis yang berumur dua belas tahun itu nampak cantik, wajahnya mirip daddynya, sedangkan Havva yg berumur sembilan tahun itu mirip mommy nya.
Kemal berdiri, matanya mengelilingi ruangan yang semakin ramai. Tatapannya berhenti pada Deniz yang ada di depannya.
"Om, Daddy mana?" tanya Kemal penuh harap.
"Daddy bekerja, Sayang. Besok juga ke sini." Nita yang menjawab, lalu menggandeng tangan mungil Kemal dan membawa nya ke meja makan.
"Kemal mau makan apa?" tanya Nita sambil mengambil nasi.
"Ayam goreng, Tante. Aku gak mau tempe."
Hati Deniz tersayat mendengar ucapan sang keponakan. Dirinya hidup serba mewah, namun harus menerima kenyataan jika sang keponakan hidup dalam keterbatasan karena ulah adiknya sendiri.
Haira hanya diam, masih canggung berada di tengah keluarga Mirza yang belum sepenuhnya ia kenal.
"Makan yang banyak, Ra. Badan kamu kurus," cetus Aynur, yang tak lain adalah istri deniz.
Haira mengangguk dan mulai melahap makanannya. Otaknya berkelana memikirkan Mirza yang jauh di sana.
Usai makan, Nita yang baru saja keluar dari dapur memanggil Haira yang sudah berada di depan kamar.
"Kakak ingin bicara dengan kamu sebentar," ucap Nita.
Haira mengikuti langkah Nita ke arah teras samping. Mereka duduk saling berhadapan terhalang meja. Suasana rumah kembali sepi karena Deniz mengajak anak-anak jalan.
"Kakak benar-benar gak tahu kalau Mirza sudah jahat padamu, Ra."
"Gak papa, Kak. Aku yang salah, aku yang sudah menabrak calon istri Mirza. Wajar saja dia marah padaku," ucap Haira penuh penyesalan. Meskipun tak sepenuhnya bersalah, tetap saja ia menyesal sudah membuat seseorang kehilangan nyawa.
"Tapi Mirza juga salah, Ra. Tidak seharusnya dia memperlakukanmu dengan buruk. Dia itu sangat kejam dan kakak nggak suka."
Ternyata kak Nita sangat baik.
Disaat keduanya berbincang, dering ponsel dari saku Haira membuyarkan keduanya.
"Pasti Mirza, sini! Biar kakak yang angkat." Terpaksa Haira memberikan benda pipihnya pada kakak iparnya.
"Halo, Sayang," sapa Mirza dengan lembut.
"Sayang kepalamu peyang. Ingat ya, Za. Selama dalam masa hukuman, kamu tidak boleh bertemu dengan Haira, titik."
Seketika itu juga Mirza membanting ponselnya hingga tak berbentuk.
"Kenapa harus ular cobra sih yang angkat, memangnya Haira ke mana?"
Mirza menjambak rambutnya, frustasi.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣