"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Ada Namamu Seorang
Kejadian di lokasi pemotretan menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Foto-foto dan video yang memperlihatkan persaingan antara Awan dan Adnan dalam memperebutkan hati Kana tersebar dengan cepat.
Warganet ramai-ramai memberikan komentar di berbagai platform media sosial. Ada yang iri dengan Kana karena memiliki dua pria tampan yang memperebutkannya, ada juga yang merasa kasihan karena Kana harus menghadapi situasi yang sulit. Para penggemar Kana pun terpecah menjadi dua kelompok, satu pro pada Adnan dan satu lagi pada Awan.
"Aku iri banget sama Kana! Bisa dapetin dua cowok ganteng sekaligus," tulis salah satu netizen. "Apa ya rasanya diperebutkan dua lelaki keren itu? Pasti seru banget!"
"Aku tim Awan! Dia lebih romantis dan perhatian," tulis netizen lainnya.
"Aku pilih Adnan! Dia lebih dewasa dan bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Kana, pengusaha sukses dan politikus pro rakyat pula. Kurang apalagi Adnan?" tulis netizen lainnya lagi.
"Awan masih single, berprestasi pula. Lebih cocok untuk Kana dibanding Adnan yang statusnya sudah menjadi mantan suami Kana. Kalau Adnan cinta sama Kana, kenapa Adnan yang mengajukan gugatan cerai pada Kana?"
"Adnan masih cinta sama Kana, itu sebabnya dia masih memperjuangkan cintanya sama Kana. Semoga balikan lagi deh mereka. Masih sama-sama cinta kayaknya."
Di tengah hiruk pikuk media sosial, Kana merasa tertekan. Ia tidak menyangka bahwa masalah pribadinya akan menjadi konsumsi publik. Ia hanya ingin hidup tenang dan bahagia, tanpa harus menjadi pusat perhatian.
.
.
.
Kana berusaha menghindar dari sorotan media dengan fokus mengelola kafenya selagi sedang kosong jadwal syuting. Renovasi yang dilakukannya berhasil menarik minat pelanggan baru. Kafe miliknya semakin ramai dan menjadi tempat favorit bagi anak muda. Namun, kedamaian yang baru saja ia rasakan segera hancur ketika Adnan tiba-tiba muncul di kafenya. Dengan santainya, Adnan duduk di depan Kana yang sedang memeriksa laporan kafe dan memesan minuman.
"Lama tak bertemu, Kana," sapa Adnan dengan senyum yang membuat Kana merinding.
"Ada apa kamu ke sini?" tanya Kana dingin.
"Aku hanya ingin menikmati kopi buatan kafe ini," jawab Adnan santai. "Lagipula, aku bebas mau ke kafe ini kapanpun, aku 'kan salah satu investor di kafe ini."
Kana terbelalak. "Investor? Apa maksudmu?"
"Aku yang melunasi pinjamanmu saat itu. Jadi, secara tidak langsung aku memiliki saham di kafe ini," jelas Adnan.
Kana merasa terperangkap. Ia tidak menyangka bahwa Adnan akan menggunakan cara seperti ini untuk mendekatinya. "Aku tidak pernah memintamu untuk membantu," ujar Kana kesal.
"Aku tahu tapi aku ingin membantumu. Bukan, lebih tepatnya aku punya kewajiban membantu istriku yang sedang kesulitan." Adnan tersenyum penuh kemenangan. Kana pasti tak menyangka ia akan menggunakan langkah ini untuk mendekatinya.
"Berikan saja nomor rekeningmu. Aku akan mengembalikan apa yang sudah kamu bayarkan!" balas Kana.
Adnan semakin menyukai sikap Kana yang berani seperti ini, membuat Adnan semakin ingin memiliki Kana kembali. Bagaimanapun caranya. "Aku tak meminta dikembalikan."
"Aku yang ingin mengembalikan," balas Kana tak mau kalah.
"Wah, banyak uang sekali kamu, Sayang? Hebat. Dulu kamu menolak uang yang kuberikan saat kita bercerai. Sekarang kamu mau mengembalikan uang yang telah kukeluarkan. Kenapa ... kamu semakin keren sih? Semakin membuatku ingin memilikimu kembali," balas Adnan sambil menatap Kana dengan lekat.
"Tentu aku punya banyak uang. Aku kerja keras untuk mendapatkannya dan aku tak butuh uangmu!" balas Kana dengan pedas. "Pergilah! Jangan ganggu hidupku lagi!"
Adnan bertepuk tangan mendengar ucapan Kana. "Makin memukau saja. Ah ... Kana ... aku rindu padamu. Rindu malam panas kita," bisik Adnan.
Mendengar kata 'malam panas' membuat wajah Kana memerah. Kana tak bisa memungkiri kalau permainan ranjang Adnan memang sangat hebat. Bisa dibilang, Awan tak ada apa-apanya. Adnan selalu bisa membuat Kana kelelahan sampai bangun kesiangan keesokan harinya.
Tentu saja semua tak lepas dari pengamatan Adnan. Wajah Kana yang memerah membuat Adnan yakin kalau Kana jadi membayangkan malam panas mereka dulu. "Bagaimana? Kamu mau mencoba lagi? Kamu mau kubelikan kostum apa? Pramugari? Atau anak SMA?"
"Sudah gila kamu, Mas!" balas Kana dengan penuh emosi.
Ucapan Kana membuat beberapa karyawannya menoleh ke arah mereka. Untung saja kafe sedang tidak seramai biasanya. Jika tidak, Kana pasti akan kembali viral di media sosial.
Adnan tertawa mendengar ucapan Kana. "Gila? Memang. Kamu yang membuatku jadi tergila-gila sama kamu. Kamu harus tanggung jawab, Kana. Kamu harus berada di sisiku selamanya kalau kamu tak mau aku semakin gila mengejar cintamu."
Adnan terus mendesak Kana, berusaha membuatnya luluh. Namun, Kana tetap bersikeras menolak. "Aku tidak akan pernah kembali padamu, Mas. Kamu sudah menyakitiku terlalu dalam. Kamu lupa kalau kamu yang menceraikanku lebih dulu?"
"Tapi aku punya alasan melakukannya. Percayalah, itu semua demi kebaikanmu." Wajah Adnan kini nampak serius. "Aku menyesal menceraikanmu, Kana. Aku sungguh-sungguh. Aku kembali ke negara ini hanya demi kamu. Aku mau kamu menjadi istriku lagi."
Kana tersenyum mengejek. "Menjadi istrimu lagi? Untuk apa? Agar kamu bisa menjadikanku pelampiasan atas semua kegilaanmu itu? Tak usah, Mas. Aku tak mau. Kana yang dulu memang Kana yang bodoh. Kana yang percaya kalau kamu menikahinya karena cinta. Kana di depanmu saat ini berbeda. Ia tahu kalau dirinya tak akan pernah ada di dalam hatimu karena hanya ada satu nama dan tak akan pernah tergantikan."
"Oh ya? Itu menurutmu, bukan? Bagaimana kalau ternyata pengobatan yang kamu lakukan dulu telah membuatku lupa dengan masa laluku? Bagaimana kalau aku sembuh dari kenangan masa lalu dan kini terjebak dengan kenangan bersamamu?" Adnan melipat kedua tangannya di dada dan terus menatap Kana dengan lekat. "Kamu harus tanggung jawab, Kana!"
"Tanggung jawab? Itu bukan salahku!" elak Kana.
"Jelas salahmu. Di sini!" Adnan menunjuk ke dadanya. "Kini hanya ada namamu. Tak ada lagi wanita lain. Aku tak mau tahu, kamu harus bertanggung jawab!"
****
Kana masuk ke dalam kamarnya lalu melempar tasnya dengan asal ke sembarang arah. Wajahnya memerah. Jantungnya bertalu kencang.
"Apa? Tanggung jawab? Enak saja! Dia yang sakit jiwa, kenapa aku yang harus tanggung jawab?" gerutu Kana.
Kana berdiri di depan cermin, ia berusaha melampiaskan amarahnya seakan bicara pada Adnan. "Kamu bilang apa? Hanya ada aku di hatimu? Dasar penipu! Lupa kamu kalau selama ini hanya ada nama Rara dalam hidupmu? Lupa kamu kalau selama ini aku hanyalah istri yang hanya dijadikan pelampiasan gairahmu saja? Dasar laki-laki brengseek! Suka mempermainkan perasaan perempuan! Aku benci kamu, Mas! Aku benci!"
Kana duduk lemas di lantai setelah meluapkan isi hatinya. "Kenapa kamu jago sekali memporak-porandakan hatiku, Mas? Kenapa kamu datang di saat aku belajar ikhlas menerima takdirku sebagai wanita yang terbuang? Kenapa kamu jahat sekali padaku, Mas. Kenapa kamu membuatku berharap pada sesuatu yang akhirnya akan menyakitiku, kenapa?"
****
sepertinya kamu akan kalah utk kedua kalinya dalam mendapatkan hati Kana