Wanita Lain Di Hati, Suamiku!

Secepat kilat Sandra menarik tangannya sambil sesekali melirik ke kanan dan ke kiri, berharap tak ada orang yang melihat kejadian barusan. Dia tak mau orang salah paham dengan perlakuan barusan dari seorang pria.

"Aku bukan Babymu, minggir, jangan halangi jalanku Chester!" kata Sandra dengan nada sedikit ketus.

Mendapat tanggapan tak ramah, lelaki itu malah tersenyum tipis. Chester Cloud, putra sulung dari pasangan Calvin Cloud dan Juwita, sekaligus cucu tersayang dari pemilik perusahaan Lara Crop, yang saat ini jabatan CEO masih dipegang Calvin Cloud, papanya sendiri.

Chester adalah abang kelas Sandra dulu saat di bangku sekolah menengah atas sekaligus teman dekat Bastian. Bastian dan Chester memang satu kelas. Setelah mengetahui Bastian berselingkuh, apa pun yang berhubungan dengan Bastian membuat Sandra jadi kesal. Terlebih dia dan Chester memang tidak akur dari dulu.

"Kau tidak berubah ya, tapi aku suka," kata Chester, dengan senyuman tak memudar sejak tadi.

Sandra terlihat sangat enggan menyahut, justru bersedekap di dada dan memasang posisi badan tak suka didekati.

Menurut Sandra, Chester adalah orang yang paling menyebalkan dan berisik! Memiliki paras menawan membuat lelaki blasteran ini sangat terkenal di mata teman-teman wanitanya ketika di sekolah dulu. Chester terkenal playboy dan kerap kali terlihat menggandeng wanita berbeda-beda.

Sebenarnya Chester tidak salah, hanya Sandra saja yang merasa risih sendiri. Bagaimana tidak, setiap kali berpapasan di sekolah, Chester acap kali memanggilnya dengan sebutan 'Baby'. Padahal mereka tidak akrab sama sekali. Mulai akrab pun ketika dia dan Bastian menikah. Sandra sudah berulang kali menunjukkan sikap tidak sukanya pada Chester, tapi lelaki ini sangatlah tidak peka atau mungkin berpura-pura tidak peka.

Beberapa tahun silam, ketika masih menjadi pengantin baru, Chester pernah sekali bertandang ke rumahnya dan mengobrol seharian dengan Bastian. Sandra tak ikut dengan pembicaraan suami dan teman akrabnya itu sebab setiap kali bertatap muka, Chester membuatnya ketakutan dengan tatapan mesum lelaki tersebut. Sandra memilih menghindar, tak mau membuat suami dan sahabatnya itu bertengkar. Bertahun-tahun lamanya Chester menghilang dan tidak pernah muncul lagi di hadapannya. Sandra tak peduli, lagi pula bukan urusannya!

"Tumben kau memakai kacamata?" Dengan cepat lelaki bermata cokelat itu tiba-tiba menyambar kacamata hitam yang bertengker di hidung Sandra.

Sandra tampak terkejut.

"Matamu bengkak?" Melihat keadaan mata Sandra yang sembap, sorot mata Chester berubah jadi dingin.

"Bukan urusanmu!" kata Sandra, secepat kilat mengambil paksa kacamata dari tangan Chester. Sandra pun segera memasang kacamata itu kembali.Jangan sampai Chester tahu bila dia menangis semalaman. Bisa-bisa saja Chester mengadu pada Bastian nanti. Sandra tak mau Bastian menaruh iba padanya.

"Tapi itu urusanku sekarang." Sejak tadi kedua mata Chester tak berkedip memandang wajah Sandra.

Sorot mata lelaki bertubuh kekar ini terlihat amat datar sekarang, tapi aura yang menguar dari tubuhnya membuat Nana jadi sedikit merasa dingin. Sandra tak menyadari atmosfer yang terasa di sekitar. Mungkin karena tidak suka pada sosok di hadapannya, Sandra mengabaikan hal tersebut.

Raut wajah Sandra berubah jadi masam. Tentu saja balasan yang dilontarkan Chester barusan membuat Sandra jadi kesal. "Kita tidak sedekat itu, sudahlah, Chester. Kalau kau mau menemui Bastian, temuilah dia sekarang, aku mau pergi!" ujar Sandra lalu dengan cepat menengok ke belakang sekilas. "Na, ayo kita ke atas."

Nana melempar senyum kaku lalu mengangguk cepat. "Oke Bu. Mari Pak Chester kami permisi dulu."

Chester mengangguk pelan. Tak lagi memberi komentar, lelaki itu tak mengalihkan pandangannya dari Sandra yang saat ini melangkah cepat menuju lift.

"Bu, bagaimana kalau Pak Chester dimasukkan ke daftar kandidat calon suami Ibu." Saat menekan tombol lift, Nana tiba-tiba berceletuk.

Sontak, perkataan Nana membuat kedua mata Sandra terbelalak.

"Jangan gila! Aku tidak mau, lihat ke sana sekarang!" Sandra menunjuk dengan mengarahkan pandangan ke arah Chester seketika. Dari kejauhan, tampaklah kumpulan karyawan Sandra, khususnya kaum hawa berlari kencang, mendekati Chester.

Nana pun langsung mengalihkan mata. Melihat Chester tampak panik lalu berlari gesit ke lorong lain. Nana pun melempar senyum kikuk kepada Sandra setelahnya.

"Maaf Bu, saya pikir Pak Chester masuk dalam kriteria Ibu, hehe," ungkap Nana sambil menyengir kuda sekarang.

Sandra mendengus kasar. "Meskipun dia tampan dan kaya raya sekali pun, aku tidak mau, Chester itu sahabat Bastian jika aku menjadikan dia suamiku, sama saja aku masuk ke lubang yang sama. Lagi pula Chester itu playboy, aku tidak mau berhubungan dengan orang seperti Chester! Asal kau tahu ketika di sekolah dulu bau badannya itu aneh!" balasnya sedikit menggebu-gebu.

Membuat Nana hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menyungging senyum kaku.

"Sudah, ayo kita masuk." Sandra membuka suara kembali tatkala pintu lift tiba-tiba terbuka.

Nana mengangguk lalu masuk bersama Sandra ke dalam lift.

"Bu, Ibu Halimah suruh Ibu ke rumah," ujar Nana baru ingat bila semalam mertua Sandra menelepon dan meminta Sandra datang ke rumah.

Mendengar nama mertuanya disebut, Sandra hanya dapat mendesah berat. Selama ini, hubungan dia dan Halimah memang kurang baik.

"Besok saja Na, katakan padanya aku hari ini sibuk."

"Oke Bu."

Lift pun bergerak cepat menuju lantai sebelas, tempat di mana ruangan pribadi Sandra berada selama ini. Sandra berharap tak ada Bastian di dalam ruangannya. Tadi malam dia memutuskan untuk melupakan Bastian selama-lamanya dan fokus membangun perusahaan yang sudah lama dia impikan, meskipun nanti harus menikah lagi tanpa dasar cinta.

Hati Sandra sudah membeku. Bastian lah yang membuat hati wanita ini hancur. Sandra tak memercayai lagi dengan namanya cinta dan menganggap cinta itu hanyalah sebuah cerita dongeng.

Di kala Sandra mencoba memikirkan prahara cintanya. Di lain tempat, tepatnya di depan pintu tangga darurat, Chester menghentikan langkah dengan napas terengah-engah.

Chester tengah bersembunyi dari kejaran para wanita yang lapar dengan ketampanannya barusan.

"Sial, aku tahu aku ini tampan, tapi tidak usah pula mengejarku seperti ini!" ujar Chester, celingak-celinguk ke segala, memastikan para kaum hawa tidak mendeteksinya di sini.

Chester tiba-tiba menyingkap jas biru dongker sedikit dan menengok ke dalam sana. "Argh, aku lupa membawa parfum kemenyanku!"

Chester mengumpat kesal karena parfum penangkal wanita lupa dia bawa. Pada akhirnya Chester mengomel-omel sendirian sambil berjalan masuk ke tangga darurat hendak pergi ke kantor Bastian yang terletak di lantai delapan.

Tak berselang lama, sampailah Chester di depan ruangan Bastian. Dengan keringat mengucur di kening Chester pun langsung mendekati seorang wanita, yang ternyata itu adalah Laura.

"Apa Bastian ada di dalam?" tanya Chester sambil mengibaskan tangannya sejenak di depan wajah, hendak mengusir hawa panas dari tubuhnya, akibat naik tangga barusan.

Laura tak menyahut, malah melongo dengan mulut sedikit berliur.

'Astaga, tampan sekali, lebih tampan dari Bastian, apa dia artis?' batin Laura tanpa mengedipkan mata sama sekali sekarang.

Melihat reaksi Laura, tentu saja kerutan di kening Chester langsung muncul.

"Kau sekretarisnya, 'kan? Apa Bastian ada di dalam atau di tempat lain?" Chester pun bertanya untuk kedua kalinya, suaranya mulai terdengar sedikit kesal. Chester tak suka dengan orang yang tanggapannya lambat.

'Siapa ya? Seperti pernah lihat tapi di mana ya, apa sebaiknya aku goda dia juga. Lihatlah pakaiannya serba mahal.' Laura lagi dan lagi tak membalas, malah asik melamun.

"Hei kau tuli atau apa! Di mana Bastian?!" bentak Chester dengan mata melotot keluar. Wanita di hadapannya ini membuat kesabarannya habis.

Membuat Laura terkejut bukan main.

"Eh i—ya, ma—af, benar Pak Bastian ada di dalam tapi untuk saat ini dia tidak mau diganggu," balas Laura sedikit tergagap-gagap sambil mengelap air liurnya yang berjatuhan tadi.

"Aku tidak peduli!" Tanpa mendengar balasan Laura. Dengan rahang mengeras Chester pun bergegas mendorong pintu ruangan, kemudian melangkah cepat masuk ke dalam tanpa mengalihkan matanya dari Bastian saat ini.

Bastian spontan beranjak dari kursi dengan raut wajah sedikit terkejut. Namun, dalam sepersekian detik ekspresi Bastian langsung berubah. Dia melempar senyum tipis pada Chester sekarang.

"Kenapa tidak bilang mau ke sini Chester. Sudah lama kita tidak berte—argh!"

Bugh!!!