NovelToon NovelToon
BECOME A MAFIA QUEEN

BECOME A MAFIA QUEEN

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Reinkarnasi / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Roman-Angst Mafia / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nuah

Seorang Jenderal perang yang gagah perkasa, seorang wanita yang berhasil di takuti banyak musuhnya itu harus menerima kenyataan pahit saat dirinya mati dalam menjalankan tugasnya.

Namun, kehidupan baru justru datang kepadanya dia kembali namun dengan tubuh yang tidak dia kenali. Dia hidup kembali dalam tubuh seorang wanita yang cantik namun penuh dengan misteri.

Banyak kejadian yang hampir merenggut dirinya dalam kematian, namun berkat kemampuannya yang mempuni dia berhasil melewatinya dan menemukan banyak informasi.

Bagaimana kisah selanjutnya dari sang Jenderal perang tangguh ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8. Kenyataan Pahit

Hari-hari berlalu tanpa kabar dari Ziad, dan Alessia berusaha mengalihkan pikirannya dengan berbagai kesibukan. Dia menumpahkan kemarahannya ke dalam pekerjaannya sebagai ratu mafia, memperluas wilayah kekuasaannya dengan tangan besi. Namun, di dalam hatinya, ada sesuatu yang terasa kosong—sebuah kehampaan yang tak bisa dia definisikan.

Dia sudah bersumpah untuk tidak lagi percaya pada cinta.

Namun, mengapa setiap malam bayangan Ziad masih muncul dalam tidurnya?

Mengapa setiap kali dia menutup mata, dia masih bisa merasakan sentuhan pria itu, suara bisikannya, dan tatapan penuh tipu daya yang pernah membuatnya merasa istimewa?

Alessia menepis pikirannya. Dia benci Ziad. Dia membencinya karena telah berbohong.

Dan dia membenci dirinya sendiri karena masih memikirkan pria itu.

Di Tempat Lain…

Ziad terbaring di atas ranjang dengan selang-selang medis tertancap di tubuhnya. Matanya tertutup, napasnya lemah. Tubuhnya penuh luka setelah misi terakhir yang dia jalani.

Sebuah peluru hampir menembus jantungnya. Jika saja dia tidak bergerak sepersekian detik lebih cepat, dia mungkin sudah mati.

Tapi mungkin… mati lebih baik.

Dalam tidurnya yang panjang, dia terperangkap dalam mimpi-mimpi yang menyiksa. Bayangan Alessia selalu menghantuinya.

Dia melihat Alessia menatapnya dengan mata penuh luka, air matanya mengalir, tetapi bibirnya dipenuhi kebencian.

"Kau berbohong padaku, Ziad."

"Kau menghancurkan satu-satunya cinta yang pernah aku percaya."

Ziad ingin mengatakan sesuatu, ingin meminta maaf, ingin menjelaskan semuanya… tapi bayangan Alessia semakin menjauh, menghilang dalam gelap.

Saat tubuhnya semakin tenggelam dalam kegelapan, hanya satu hal yang dia sadari.

Dia mungkin sudah kehilangan wanita itu selamanya.

Alessia merasa tidak enak badan selama beberapa hari terakhir. Kepalanya sering pusing, perutnya terasa mual, dan dia kehilangan nafsu makan.

Awalnya, dia mengira ini hanya efek dari kelelahan dan stres yang dia alami. Tetapi ketika gejala itu semakin memburuk, dia mulai curiga.

Suatu pagi, dia duduk di depan cermin dengan wajah pucat. Tangannya meremas dadanya yang terasa lebih sensitif dari biasanya.

Pikirannya mulai menghubungkan semuanya.

Tidak mungkin…

Dengan tangan gemetar, Alessia mengambil alat tes kehamilan dan masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, dia menatap dua garis merah yang muncul di alat itu dengan mata yang melebar.

Dunia seakan berhenti berputar.

Dia hamil.

Tangan Alessia mencengkeram alat itu erat, dadanya naik turun.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Dia menutup mulutnya, seolah tidak ingin suaranya keluar. Tetapi hatinya bergejolak.

Dia mengingat setiap momen yang dia habiskan dengan Ziad, kehangatan tubuhnya, bisikan lembutnya, ciuman yang mereka bagi di bawah cahaya bulan.

Darahnya mendidih.

Ziad telah berbohong kepadanya, menghancurkan kepercayaannya, dan meninggalkannya dengan luka yang dalam.

Dan sekarang, dia mengandung anaknya?

Alessia menggelengkan kepala, menolak menerima kenyataan ini. Tetapi tubuhnya sendiri tidak bisa berbohong.

Dia bangkit dengan napas berat. Dia harus membuat keputusan.

Di rumah sakit rahasia, Ziad mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Jari-jarinya bergerak, napasnya sedikit lebih stabil, dan akhirnya matanya terbuka untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu.

Langit-langit putih menyambutnya. Aroma antiseptik memenuhi udara.

Dia mengerjapkan mata, mencoba mengingat apa yang terjadi. Tubuhnya terasa nyeri, dan ketika dia mencoba bergerak, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dia selamat.

Tapi untuk apa?

Dia memejamkan mata, hatinya terasa lebih sakit daripada lukanya.

Apakah Alessia sudah mengetahui semuanya? Apakah dia membencinya?

Tidak.

Tentu saja dia membencinya.

Dia telah menghancurkan wanita itu.

Ziad menghela napas panjang. Jika saja dia bisa kembali ke masa lalu, dia akan melakukan semuanya dengan cara yang berbeda.

Tetapi sekarang, tidak ada yang bisa dia lakukan selain menerima kenyataan.

Di tempat lain, Alessia berdiri di depan jendela besar, menatap hujan yang turun dengan deras.

Tangannya perlahan turun ke perutnya. Di sana, ada kehidupan baru. Anak dari pria yang paling dia benci.

Anak dari pria yang pernah dia cintai. Air matanya akhirnya jatuh untuk pertama kalinya.

.

.

.

Alessia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, menatap pantulan dirinya sendiri. Tangannya yang ramping dengan ragu menyentuh perutnya yang masih rata.

Di dalam sana, ada kehidupan.

Anak dari pria yang paling dia benci… dan juga paling dia cintai.

Hatinya bergejolak. Dia ingin membenci Ziad, ingin menghapus semua kenangan tentang pria itu, tetapi kenyataannya jauh lebih rumit. Meski Ziad telah menghancurkan kepercayaannya, Alessia tidak bisa membohongi dirinya sendiri—cinta yang dia miliki untuk pria itu lebih besar daripada kebenciannya.

Dia menarik napas panjang.

Bagaimanapun, dia telah membuat keputusan.

Dia akan menerima anak ini.

Bukan sebagai warisan dari seorang pengkhianat, tetapi sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Sebagai simbol dari hidup baru yang akan dia bangun.

Hari-hari berlalu dengan berat, tetapi Alessia tidak membiarkan dirinya terpuruk.

Kehamilan tidak menghentikannya.

Dia terus menuntut ilmu, mengambil kelas bisnis dan manajemen, mendalami ekonomi, bahkan mempelajari teknologi untuk memperkuat kerajaannya. Dia ingin membangun bisnis baru, bisnis legal, sesuatu yang bisa menjadi pondasi di balik kerajaan gelapnya yang sudah luar biasa.

Namun, tubuhnya mulai menunjukkan perubahan.

Rasa mual di pagi hari, kelelahan yang datang tanpa peringatan, dan emosi yang semakin sulit dikendalikan.

Tetapi Alessia bukan wanita yang mudah menyerah.

Setiap kali tubuhnya terasa lemah, dia mengingat alasannya untuk bertahan.

Setiap kali pikirannya terbayang tentang Ziad, dia mengingat pengkhianatan itu dan membiarkan kemarahannya menjadi bahan bakar untuk terus maju.

Namun, di tengah semua itu, di antara amarah dan kesibukannya… terkadang dia masih merindukan pria itu.

Dan itu membuatnya semakin marah pada dirinya sendiri.

Di tempat lain, Ziad menatap kakinya yang tak bergerak dengan ekspresi kosong.

Sudah berminggu-minggu sejak dia sadar dari koma, dan belum ada perubahan.

Kakinya lumpuh.

Dokter mengatakan tidak ada kerusakan fisik yang menyebabkan kondisinya. Semua sarafnya berfungsi dengan baik.

Tetapi otaknya menolak memberikan perintah pada kakinya.

Penyakit hati, begitu orang-orang menyebutnya.

Bukan karena tubuhnya yang lemah, tetapi karena jiwanya yang terluka.

Ziad tahu persis penyebabnya.

Alessia.

Dia telah kehilangan wanita itu.

Dan dengan kehilangan itu, dia juga kehilangan keinginannya untuk berdiri kembali.

Dia mencoba menepis pikirannya, mencoba membenamkan dirinya dalam tugas-tugas baru yang diberikan oleh CAI.

Tetapi semua terasa hampa.

Malam-malamnya dipenuhi mimpi buruk. Dalam setiap mimpi itu, Alessia selalu ada—menatapnya dengan mata penuh luka, penuh kebencian, penuh kekecewaan.

Dan setiap kali dia terbangun, rasa sakit di dadanya jauh lebih menyiksa daripada rasa sakit di kakinya.

Dia menghela napas panjang.

Apakah ini harga yang harus dia bayar untuk kebohongannya?

Dua Dunia yang Berjalan Beriringan

Hari demi hari berlalu.

Alessia semakin kuat, semakin berkuasa. Dia membangun bisnis barunya dengan kecepatan yang mengagumkan, memanfaatkan semua sumber daya yang dia miliki.

Kehamilannya tidak lagi menjadi beban. Sebaliknya, itu menjadi alasan baginya untuk terus melangkah maju.

Dia tidak akan membiarkan anaknya lahir dalam kelemahan.

Dia akan memastikan bahwa anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik.

Sementara itu, Ziad tetap terjebak dalam dunianya yang semakin suram.

Dia mencoba untuk bangkit, mencoba untuk berdiri… tetapi setiap kali dia melakukannya, kakinya tetap tidak merespons.

Seakan tubuhnya menolak untuk melangkah ke depan tanpa Alessia.

Namun, dia tahu dia tidak bisa terus seperti ini selamanya.

Dia harus bangkit.

Untuk apa?

Dia belum tahu.

Tapi untuk pertama kalinya sejak kepergian Alessia, dia membiarkan secercah harapan merayap masuk ke dalam hatinya.

Mungkin… hanya mungkin…

Suatu hari nanti, dia akan menemukan cara untuk menebus kesalahannya.

1
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
itulah kekuatan cinta❤😘
Shai'er
akhirnya 🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Shai'er
tak kenal lelah 💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
💪💪💪💪💪💪💪💪
Shai'er
💪💪💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
🥰🥰🥰🥰🥰
Shai'er
👍👍👍👍👍👍
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
Shai'er
😭😭😭😭😭
Shai'er
😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧
Widayati Widayati
aduh knp imut bgini. 🥰
Shai'er
udah bisa jalan kah🤔🤔🤔
Shai'er
pandang pandangan 🤧🤧🤧
Shai'er
🥺🥺🥺🥺🥺
Shai'er
👍👍👍👍👍
Shai'er
memasang perangkap untuk menyatukan orang tua 💪💪💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!