Benar kata peribahasa.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa, Kasih Sayang Anak Sepanjang Galah. Itu lah yang terjadi pada Bu Arum, Ibu dari tiga orang anak. Setelah kematian suami, ketiga anaknya malah tidak ada yang bersedia membawa Bu Arum untuk tinggal bersama mereka padahal kehidupan ketiganya lebih dari mampu untuk merawat Ibu mereka.
Sampai akhirnya Bu Arum dipertemukan kembali dengan pria di masa lalu, di masa-masa remaja dulu. Cinta bersemi meski di usia lanjut, apa Bu Arum akan menikah kembali di usianya yang sudah tak lagi muda saat ia begitu dicintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Everything.
Di sebuah club malam, Elang menikmati minuman nya sendirian. Beberapa wanita cantik nan sexy berseliweran datang dan pergi menggoda lelaki itu namun ia menolak.
Ia diberkati dengan wajah rupawan dan harta melimpah. Ia bukan keturunan generasi sandwich yang harus menanggung beban finansial lebih berat karena harus membiayai orang tua dan diri sendiri. Ia bukan seseorang yang akan sering mengalami masalah keuangan karena harus menanggung biaya makan, perawatan dan kesehatan.
Ia adalah pewaris dari bisnis-bisnis keluarga, yang tak terhitung jumlah kekayaannya. Namun saat ini, ia begitu kesepian dan merasa lebih menyedihkan dari generasi sandwich yang bekerja dengan banting tulang.
"Siaalan! Kenapa aku nggak bisa lupain Cegil itu! Dasar cewek nggak berperasaan...! Untung aku masih waras untuk nggak berbuat jahat sama kamu, Zy! Aku nggak bisa menyakiti kamu! Hufff! Aku pecundang kan! Sudah disia-siakan cintanya olehmu... tapi aku hanya bisa bersedih sendiri."
Tiba-tiba saja mata Elang menyipit tajam, dia merasa mengenali seseorang yang sedang berdansa di lantai club.
"Bukannya itu cewek yang berfoto sama si brengseek Ahmad! Wow! Lincah juga dia!"
Elang tanpa sadar mendekati Zara, ternyata wajah kalem wanita itu tak menentukan jika wanita itu orang lurus dan kaku.
"Hai, Nona." Elang menebarkan pesonanya.
Zara memelankan gerakan menarinya, ia menoleh pada Elang. "Ya, tampan. Kamu kayaknya lebih muda dariku, kamu juga terlihat seperti berondong tajir?"
"Mau ngobrol dengan berondong tajir ini, sambil minum di table-ku?"
"Aku tak minum, aku hanya bersenang-senang disini." Tolak Zara, dia memang sering ke club untuk menghilangkan penat dari rutinitas kerja yang monoton. Namun ia tak pernah menyentuh alkohol demi menjaga kewarasan nya untuk bekerja siang hari menjadi sekretaris di perusahaan.
"Oke! Just talk..." Jawab Elang.
"Sure!"
Kedua orang itu pun berjalan ke arah meja yang telah dipesan Elang malam itu, ia memanggil waiters lalu memesan minuman softdrink untuk Zara.
"Nona, nama mu?"
"Zara."
"Ah! Kamu mengenal Ahmad?"
"Ahmad mana?"
"Ahmad! Kakak tirinya Izy, anak dari Om Agam!"
"Uhuukkk!!" Zara tersedak softdrink nya.
"Kamu pasti kenal dia, beberapa bulan lalu kamu berfoto dengan nya! Ada hubungan apa kamu sama tuh cowok!?"
"Pak Ahmad atasan ku, maksud mu? Dia Bos di perusahaan tempat ku bekerja, aku Sekertaris Pak Ahmad. Memangnya kenapa? Kamu kenal mereka berdua?"
"Jadi kamu sekertaris si Ahmad! Ck! Kalian ada hubungan asmara, kan! Apa dia selingkuh sama kamu dan mengkhianati Zyzy!"
Tiba-tiba saja Zara tertawa lepas, wanita itu merasa lucu dengan raut wajah Elang yang tampak yakin jika dirinya ada suatu hubungan dengan Ahmad.
"Aku tebak, kamu suka Nona Izy kan? Jadi kamu sengaja mendekatiku, untuk mengorek informasi... apa aku selingkuhan Pak Ahmad atau bukan?! Astaga! Aku bukan wanita perebut, Ganteng." Zara mengedipkan sebelah mata.
"Cih! Aku kira... Kita bisa kerjasama menghancurkan hubungan mereka! Payah!"
"Jadi, karena kita tak sekubu... haruskah aku pergi dari mejamu?" Zara terkekeh, ia adalah orang yang terbuka dan masalah perasaan nya pada Ahmad ia bisa melepaskan dengan mudah dan cepat move on.
"Sudahlah, kau sudah duduk disini... kita bisa ngobrol." Elang pun menyerah.
Elang dan Zara pun terlibat obrolan ringan, mereka sesekali tertawa dan tampaknya cocok berteman. Keduanya bahkan bertukar nomer telepon dan berjanji akan saling menghubungi.
Setelah berpisah dengan Zara di luar club, Elang menuju mobilnya. Baru saja dia akan masuk ke dalam mobil, ia mengenali seorang wanita sedang bicara serius dengan seseorang di atas motor. Merasa wanita itu tak ada hubungan dengannya meski pernah ia tolak cintanya, Elang pun masuk ke dalam mobil.
.
.
.
Shanum dibawa masuk ke rumah megah milik suaminya, rumah itu lebih besar dari rumah nya saat bersama Doni dulu.
Para pelayan melayani Shanum, wanita itu tak diperbolehkan memegang pekerjaan rumah. Sebenarnya dalam hal itu, Doni pun bersikap serupa suaminya sekarang. Shanum tidak diperbolehkan banyak bekerja, tapi harus selalu siap saat Doni menginginkan dirinya.
"Kenapa ngelamun?" El memeluk istrinya dari belakang, ia meletakkan dagu di pundak Shanum. Keduanya berdiri di balkon, memandang taman belakang rumah yang begitu luas.
"Mas, boleh aku bicara." Shanum merasa takut mengutarakan isi pikiran nya, dulu Doni sering membentaknya jika Shanum meminta sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh Doni misalnya saat ia ingin bertemu orang tuanya.
"Everything sayang, apapun akan aku dengarkan. Kedudukan mu sama dengan ku dalam rumah tangga kita, kamu juga berhak mengatakan keinginanmu. Jangan takut bicara padaku, ya"
"Kamu tau aku takut bicara?"
"Ayah mu banyak membicarakan mu padaku, bahkan rekaman-rekaman Cctv yang diambil dari tempat tinggalmu dulu bersama mantan mu... ditunjukan Beliau padaku. Aku tau apa yang terjadi padamu di dalam rumah tanggamu, meski di masa itu aku tak ada bersamamu."
"Apa aku terlalu lemah jadi perempuan?"
"Iya, kamu terlalu lemah jadi perempuan. Tapi, sebagai seorang istri... kamu sudah melakukan hal benar dengan selalu berbakti pada mantan suami bajinggaan mu itu!"
"Pria itu... dia..." Shanum mengeratkan pegangan di lengan sang suami, kuku pendek Shanum menekan dan sedikit menusuuuk kulit suaminya.
El meringis perih, namun ia tak bersuara dan membiarkan Shanum mengekpresikan rasa sakitnya. "Sayang, kamu sudah hebat bisa bertahan sampai detik ini. Kamu memang lemah... tapi karena pria itu lebih kuat darimu. Kamu sungguh hebat, sayang."
Lelaki itu terus menyemangati istrinya agar melepaskan beban dari pernikahan dulu dan mulai terbuka padanya.
"Jadi, katakan apa yang kamu inginkan padaku."
"Aku ingin sesekali menginap di rumah Ibu."
"Terus saja boleh, kapan pun kamu mau."
"Aku juga masih ingin bekerja."
"Boleh, tapi kerja di perusahaan ku ya."
"Itu..."
"Kheee... aku hanya bercanda. Sebenarnya bukan nggak boleh kerja, tapi aku ingin kita program agar kamu hamil. Kamu pernah terluka di perut dan kita harus hati-hati saat ingin mempunyai anak. Aku takut kamu akan kesakitan."
"Baiklah, aku akan diam di rumah jadi ibu rumah tangga yang baik. Asalkan kamu jangan mengekang dan menguurungku seperti mantan suamiku dulu."
"Jangan pernah bandingkan aku dengan nya, ya. Aku paham kamu masih terbayang pernikahan dirimu dulu yang seperti neraka. Aku berjanji, akan membantumu mengobati seluruh rasa sakit mu... sampai kamu hanya memikirkan tentang kebahagiaan kita."
Shanum tersenyum lepas, ia pun akan berusaha untuk tidak mengingat kembali luka yang seharusnya sudah ia lupakan.