NovelToon NovelToon
Mafia Jatuh Cinta Dengan Gadis Barbar

Mafia Jatuh Cinta Dengan Gadis Barbar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lince.T

seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perang Dingin dibalik tirai

Pagi di vila Rafael diselimuti kabut, namun di dalamnya suasana tidak kalah suram. Setelah kekalahan mereka di barat kota, anak buah Rafael kini bergerak dengan lebih hati-hati. Marco memimpin pertemuan di aula utama, menyusun strategi lanjutan. Namun, perhatian Rafael terpecah.

Ia duduk di ruang kerjanya, menatap dokumen yang berisi laporan pergerakan Darius. Pandangannya kosong, pikirannya melayang ke percakapan terakhirnya dengan Liana. Kata-kata gadis itu terus menggema di kepalanya: Kalau lo jatuh, semuanya jatuh.

Pintu ruangannya terbuka perlahan, dan Liana masuk tanpa mengetuk. Ia membawa nampan berisi secangkir kopi dan sepiring kecil roti.

“Lo nggak sarapan lagi?” tanya Liana dengan nada santai, mencoba mencairkan suasana.

Rafael mengangkat pandangannya, mencoba tersenyum meski lelah terlihat jelas di wajahnya. “Belum sempat.”

“Kalau lo mati kelaparan, siapa yang akan pimpin orang-orang lo?” ledek Liana sambil meletakkan nampan di atas meja.

Rafael tertawa kecil, suara yang jarang terdengar sejak kekalahan mereka. “Gue nggak akan mati semudah itu. Tapi, terima kasih.”

Liana duduk di kursi di depannya, menyilangkan kaki dengan santai. “Jadi, apa rencana lo sekarang? Gue yakin lo nggak akan diam aja setelah apa yang terjadi.”

Rafael menghela napas panjang, menyesap kopinya. “Gue akan serang balik. Tapi kali ini, gue harus tahu persis langkah Darius. Gue nggak akan biarin dia mengungguli gue lagi.”

“Mungkin lo butuh sudut pandang lain,” ujar Liana sambil memiringkan kepalanya.

Rafael menatapnya, alisnya terangkat. “Sudut pandang apa?”

“Kadang, buat menang, lo nggak harus langsung nyerang. Lo bikin dia percaya kalau lo lemah. Kasih dia ruang buat lengah, baru lo serang balik.”

Kata-kata itu membuat Rafael terdiam. Ia mengamati Liana dengan penuh perhatian, merasa kagum dengan cara berpikir gadis itu. Meski bukan bagian dari dunia ini, Liana punya naluri yang tajam.

 

Sementara itu, di markas Darius, pria itu sedang mempersiapkan serangan berikutnya. Ia duduk di meja besar, dikelilingi oleh peta dan dokumen. Anak buahnya melaporkan setiap detail kecil, memastikan semuanya siap.

“Rafael pasti akan menyerang balik,” ujar Darius dengan nada tenang namun penuh keyakinan. “Tapi kali ini, kita akan buat dia berpikir dua kali untuk melawan gue.”

Salah satu anak buahnya, seorang pria bernama Viktor, maju dengan berkas di tangannya. “Bos, kami menemukan sesuatu yang mungkin menarik perhatian Anda. Rafael punya kelemahan.”

Darius menatap Viktor dengan tajam. “Kelemahan? Jelaskan.”

Viktor membuka berkasnya, menunjukkan foto-foto dan laporan yang mengarah pada satu orang—Liana.

“Gadis ini. Dia sering terlihat bersama Rafael akhir-akhir ini. Dia mungkin bukan siapa-siapa, tapi dari cara Rafael melindunginya, dia bisa jadi kartu truf kita.”

Darius tersenyum licik, mengambil foto Liana dari berkas itu. “Menarik. Kalau dia memang penting bagi Rafael, kita bisa gunakan dia. Pastikan semua informasi tentang gadis ini lengkap. Gue mau tahu segalanya.”

Viktor mengangguk. “Akan kami lakukan, bos.”

 

Kembali di vila Rafael, suasana sedikit lebih tenang. Namun, di dalam kepala Rafael, pertempuran masih berlangsung. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Liana—mengalihkan perhatian Darius dengan taktik bertahan.

Rafael mengumpulkan tim terpercayanya di ruang rapat. Marco, Riko, dan beberapa orang lainnya duduk mengelilingi meja besar, menunggu arahan.

“Gue tahu kita kalah di pertempuran sebelumnya,” kata Rafael dengan suara tegas. “Tapi itu bukan akhir. Kali ini, kita akan bermain lebih cerdas.”

Marco mengangguk. “Apa rencana lo, bos?”

“Kita buat Darius berpikir kita mundur. Kita kurangi pergerakan, biarkan dia merasa menang. Tapi di balik itu, kita siapkan serangan kejutan.”

Riko mengangguk setuju. “Ide bagus. Tapi kita butuh waktu untuk merencanakan semuanya.”

“Kita punya waktu,” ujar Rafael. “Selama Darius belum menyerang, kita gunakan setiap detik untuk memastikan semua berjalan mulus.”

Liana, yang mendengar dari sudut ruangan, merasa sedikit lega. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu ini baru permulaan.

 

Malam itu, Rafael dan Liana duduk di taman vila. Langit dipenuhi bintang, memberikan sedikit kedamaian di tengah situasi yang penuh tekanan.

“Lo serius mau terus di dunia ini?” tanya Liana tiba-tiba, memecah kesunyian.

Rafael menoleh ke arahnya. “Gue nggak punya pilihan. Ini hidup gue.”

“Lo selalu punya pilihan, Rafael. Pertanyaannya, apa lo berani ambil pilihan itu?”

Rafael terdiam, merenungkan kata-kata Liana. Ia tahu gadis itu benar, tetapi keluar dari dunia ini bukanlah hal yang mudah.

“Gue nggak tahu apakah gue bisa keluar,” kata Rafael akhirnya. “Tapi selama gue masih di sini, gue harus bertahan.”

Liana menatapnya dengan tatapan penuh empati. Ia ingin berkata lebih banyak, tetapi ia tahu Rafael harus menemukan jawabannya sendiri.

Di kejauhan, seorang penjaga berjalan mendekat. “Bos, kami dapat laporan pergerakan mencurigakan di dekat markas. Mungkin orang-orang Darius.”

Rafael berdiri dengan cepat, ekspresinya berubah serius. “Siapkan tim. Gue mau semua siap dalam waktu lima menit.”

Liana memperhatikan Rafael bergerak dengan cepat, memimpin dengan otoritas yang tak terbantahkan. Dalam hati, ia tahu satu hal—Rafael adalah orang yang kuat, tetapi bahkan orang sekuat dia butuh seseorang untuk mendukungnya.

Pertempuran belum selesai, dan langkah berikutnya akan menentukan segalanya.

Rafael bergegas ke ruang kendali di vila. Layar besar yang menampilkan peta kota menyala terang, menunjukkan lokasi-lokasi strategis yang diawasi oleh anak buahnya. Laporan dari penjaga membuat suasana tegang kembali mencuat di dalam vila.

Marco sudah ada di sana lebih dulu, mempelajari data yang baru saja masuk. “Mereka terlihat di dekat Distrik Selatan, sekitar dua kilometer dari gudang penyimpanan kita. Jumlah mereka sekitar sepuluh orang, bersenjata ringan.”

Rafael mengangguk, menyerap informasi dengan cepat. “Distrik Selatan itu wilayah kita, kenapa mereka berani sedekat itu?”

“Gue pikir ini jebakan,” jawab Marco. “Mereka pasti tahu kita nggak akan tinggal diam.”

Liana, yang mengamati dari belakang, mendekat dan menyela. “Kalau lo tahu itu jebakan, kenapa nggak dibalik aja?”

Semua mata tertuju padanya. Meski bukan bagian dari dunia ini, Liana terlihat percaya diri dengan idenya.

“Maksud lo?” tanya Marco, penasaran.

“Lo biarkan mereka berpikir lo nggak tahu apa-apa. Tapi lo siapkan tim untuk mengawasi mereka dari kejauhan. Kalau mereka bergerak lebih jauh, lo jebak balik,” jelas Liana sambil melipat tangan.

Rafael menatapnya dalam-dalam, merenungkan saran itu. “Lo punya keberanian untuk masuk ke dunia yang lo nggak paham, Liana.”

Liana tersenyum tipis. “Gue nggak perlu paham dunia lo untuk tahu logika dasar, Rafael.”

Rafael mengangguk. “Oke. Kita lakukan itu. Marco, siapkan tim pengawasan di Distrik Selatan. Gue nggak mau ada pergerakan tanpa sepengetahuan kita. Kalau mereka menunjukkan tanda-tanda menyerang, kita serang balik.”

Marco mengangguk dan segera pergi memberi perintah.

 

Di sisi kota yang lain, Darius duduk di kursinya dengan ekspresi tenang. Viktor masuk ke ruangannya, membawa laporan terbaru.

“Tim pengintai sudah bergerak, bos. Mereka akan memancing Rafael keluar,” kata Viktor sambil meletakkan dokumen di meja.

1
Nur Icha
kenapa di ulang "si
Maya Sukma
yeah
Maya Sukma
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!