Jingga yang sedang patah hati karena di selingkuhi kekasihnya, menerima tantangan dari Mela sahabatnya. Mela memintanya untuk menikahi kakak sepupunya, yang seorang jomblo akut. Padahal sepupu Mela itu memiliki tampang yang lumayan ganteng, mirip dengan aktor top tanah air.
Bara Aditya memang cakep, tapi sayangnya terlalu dingin pada lawan jenis. Bukan tanpa sebab dia berkelakuan demikian, tapi demi menutupi hubungan yang tak biasa dengan sepupunya Mela.
Bara dan Mela adalah sepasang kekasih, tetapi hubungan mereka di tentang oleh keluarganya. Mereka sepakat mencari wanita, yang bersedia menjadi tameng keduanya. Pilihan jatuh pada Jingga, sahabat Mela sendiri.
Pada awalnya Bara menolak keras usulan kekasihnya, tetapi begitu bertemu dengan Jingga akhirnya dia setuju.
Yuk, ikuti terus keseruan kisah Jingga dan Bara dalam membina rumah tangga. Apakah rencana Mela berhasil, untuk melakukan affair dengan sepupunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Bahagia berselimut duka
Satu hal yang tidak pernah di prediksi Jingga, setelah hari itu Bara dan Mela menghilang. Entah kemana mereka pergi? Tak satu pun kerabat yang tau, atau sengaja menyembunyikan keberadaan mereka. Jingga di tinggalkan dalam keadaan merana, dan sakit yang tak ada obatnya. Ia terpuruk dalam penantian panjang yang tak bertepi, menunggu tanpa kepastian.
Setelah selama seminggu tak ada kabar beritanya, Jingga memutuskannya pergi dari rumah yang di tinggali nya. Bersama Bik Minah, ia mendatangi rumah Tante Soraya. Untuk sementara mereka akan tinggal bersama di panti asuhan, sebelum Jingga mengambil keputusan.
Tentu saja Tante Soraya kaget, dengan kedatangan keponakannya. Ia segera menghubungi keluarga Bara, tetapi mereka menutup semua akses seolah takut terbongkar rahasianya. Tak kehilangan akal, ia meminta Henry Russel untuk menyelidiki hilangnya Bara bersama Mela.
Henry menyanggupi permintaan Tante Soraya, dan berjanji akan menemuinya ketika telah ada kabar. Tiga hari kemudian, Henry datang ke tempat Tante Soraya. Ia membawa berita yang begitu mengejutkan, dimana Bara dan Mela akan bertunangan. Dan segera akan melangsungkan pernikahan, begitu Bara menceraikan istrinya.
"Kamu gak bohong kan, Hen!?" seru Soraya kaget. Ia menatap tajam wajah Henry Russel, yang duduk di depannya. "Darimana berita itu kamu dapatkan?"
" Saya ketemu Mamanya Mela, dia bicara seperti itu."
"Oh ya, tapi saya gak percaya beliau. Dia memang sejak awal gak suka dengan Jingga." Henry Russel hanya mengangkat bahunya, seolah ia juga bingung dengan keadaan yang sedang terjadi.
Sedangkan Jingga hanya mampu menatap kosong wajah Henry, yang datang menyampaikan pesan mengagetkan. Seperti mendengar petir di siang hari, ia mencoba bertahan walau akhirnya airmata yang jadi bukti kesakitannya.
"Kamu pasti kuat, sayang" ucap Tante Soraya, lirih di telinga Jingga.
"Salah aku, apa Tan?" tanyanya pilu.
"Kamu gak salah sayang, hanya suami mu sedang tertutup mata hatinya. Jangan dulu percaya dengan berita yang baru kamu dengar, mungkin saja Mamanya Mela berbohong. Kita akan cari solusinya."
"Ya jangan takut Jingga, Om akan bantu kamu menemukan suami mu" timpal Om Henry.
"Enggak usah Om, saya merelakan Bara buat Mela. Karena mereka berdua memang seharusnya bersama, hanya orangtuanya yang terlalu egois. Memaksakan kehendak, tanpa mereka sadari telah menyakiti hati semua pihak." ucap Jingga pasrah.
"Hati mu memang baik sayang, tapi Tante pikir perbuatan mereka sungguh keterlaluan. Tante gak terima kamu di sia-siakan Bara, dulu ia meminta kamu dengan baik-baik. Seharusnya juga, mengembalikannya dengan baik pula." ungkap Tante Soraya geram.
"Aku istirahat dulu, Tan. Pasti ada jalan keluar dari semua permasalahan ini, Bara akan menemui Tante suatu hari kelak. Kita juga gak tau, apa sesungguhnya yang terjadi? Saat Mela pingsan di kantor Bara, aku melihat suamiku begitu mencemaskan Mela."
"Yang sabar ya sayang, Tante selalu berada di sisi mu" hibur Tante Soraya, sembari mengusap punggungnya pelan.
Jingga memasuki kamarnya cepat, airmata seperti berlomba-lomba turun begitu sampai di dalamnya. Ia menelungkupkan wajahnya di bantal, menangis tanpa suara. Hanya isaknya saja, yang terdengar menyayat hati. Habis sudah kesabaran yang di milikinya, seharusnya Bara datang menemuinya dan memintanya melepaskannya.
Demikian pula Mela, kenapa harus dengan cara licik? Untuk memperdaya Bara mengasihaninya, dan mengikatnya dengan rasa bersalah. Ia tau suaminya merasa bertanggungjawab, atas semua kejadian yang menimpa sepupunya. Tapi Jingga tidak berpikir akan sejauh itu, Mela mengambil keputusan. Memanfaatkan situasi, dimana Bara merasa semuanya akibat kesalahannya.
... ****...
Tante Soraya merasa cemas dengan keadaan keponakannya, yang jarang makan dan lebih senang mengurung diri di kamar. Hari-hari yang di laluinya, hanya menatap kosong layar ponselnya. Berharap suaminya akan menghubunginya, namun jauh panggang dari api, Bara benar-benar hilang di telan bumi.
Seperti hari ini, sejak pagi Jingga muntah-muntah dan demam tinggi. Wajahnya pucat dan tirus. Tante Soraya jadi curiga, mungkinkan Jingga berbadan dua?
"Sayang, kamu hamil!?" ucap Tante Soraya hati-hati.
"Enggak tau, Tan. Mungkin maag ku kambuh lagi?" balas Jingga lemas.
"Kita ke dokternya ya, buat meyakinkan" bujuk Tante Soraya.
"Enggak usah Tan, aku gak pa-pa."
"Bagaimana kamu ini? Muka pucat, terus-menerus muntah. Itu gejala orang hamil, Jingga! Tante memang belum pernah merasakan, gimana rasanya jadi ibu hamil? Tapi keadaan kamu, menjurus ke arah situ" omel Tante Soraya. "Coba kamu pake test pack, tadi Tante udah nyuruh bik Minah buat beli di apotek" lanjutnya, mengeluarkan alat tes kehamilan dari saku daster batiknya.
"Tante kayaknya ngarep banget, aku hamil" ucap Jingga, menerima benda tersebut. Ia lalu berjalan menuju toilet, yang berada di dalam kamar. Menampung air seni, kemudian mendiamkan dalam beberapa menit.
Dengan harap-harap cemas, Jingga menunggu hasilnya. Ia membawa hasil tesnya, dan memberikan pada tantenya.
"Kenapa bukan kamu sendiri yang melihatnya?" tanyanya heran.
"Aku takut Tan, hasilnya gak sesuai harapan" ucap Jingga, sembari menutup matanya.
"Oke! Bismillah, semoga hasilnya bagus!"ujar Tantenya bersemangat. "Dan..."
"Ada apa, Tan?" tanya Jingga, ketika Tantenya malah terdiam. Ia membuka matanya segera, dan mendapati sang Tante tersenyum sendiri memandang test pack di tangannya.
"Coba tebak!" serunya penuh teka-teki.
"Aku gak berani, Tan" ujar Jingga, menggelengkan kepalanya.
"Ayok... Jingga!"
"Sama Tante aja!"
"Seandainya hasilnya gak sesuai harapan, jangan sedih ya!?"
" Anak itu hak prerogatif Allah, Tan. Aku hanya manusia biasa, yang harus menerima apapun hasilnya" ujar Jingga, mencoba berkata bijak.
"Baiklah! Tante suka pemikiran mu, Jingga. Mmm, lihatlah!" serunya heboh.
"Ya Allah, Tan!" pekik Jingga, terpaku menatap alat tes kehamilan yang bergaris dua. Ia menutup mulutnya dengan mata terbelalak lebar, dan terkejut dengan hasilnya.
"Selamat sayang, akhirnya kamu akan menjadi seorang ibu" ucap Tantenya lembut. "Sembilan bulan lagi, Tante bakal jadi nenek" lanjutnya terharu. Ia memeluk tubuh keponakannya dengan sayang. "Besok, kamu harus periksa ke dokter kandungan."
"Terimakasih Tan, aku gak nyangka hamil tanpa di dampingi suami" ucapnya sendu. "Aku pasti akan ke dokter, Tan" janjinya "Lalu bagaimana tanggapan Bara? Seandainya, tau aku hamil Tan."
"Tante gak tau, sayang. Tapi mudah-mudahan dengan kehamilan ini, Bara cepat pulang dan berkumpul bersama lagi. Dan mengurungkan niatnya untuk bercerai."
"Aku pesimis, Tan. Sudah satu bulan sejak menghilang, Bara dan Mela sulit di hubungi" ujar Jingga. "Aku sih, terima nasib aja."
"Dengar Tante, Jingga!" ucapnya marah. "Jangan pernah berpikir picik seperti itu, kamu harus bahagia. Di rahim mu ada sebuah kehidupan yang memerlukan perhatian, biarkan suami mu memilih jalannya sendiri."
"Dulu aku pernah di sakiti oleh Randy dan Putri, dan sekarang Bara dan Mela berbuat yang sama. Tante tentunya tau, rasa sakit itu belum sembuh benar dan semakin bertambah parah. Bagaimana aku gak patah semangat?"
"Kamu pasti bisa melewati badai rumahtangga, Jingga. Karena setiap pasangan tentu memiliki cobaannya sendiri, sesuai kapasitas masing-masing" nasehat Tantenya lembut. "Seandainya kamu lemah, mereka akan mentertawakan mu. Tunjukkan pada mereka, kalau kamu bisa survive."
"Dengan cara apa? Aku bisa bertahan, sedangkan mereka seolah menari di atas luka ku."
"Pertahankan pernikahan mu dengan Bara, sebelum suami mu sendiri yang datang memintanya" usul Tantenya.
Umm, kenapa tidak? Rasanya pendapat Tante Soraya bisa jadi pertimbangan baginya. Jingga pikir bertahan mungkin lebih baik? Karena ada nyawa dalam rahimnya. Ia tidak mau anaknya kelak, menanyakan tentang ayahnya. Lagipula Jingga ingin tau, seberapa besar Mela berusaha keras mewujudkan impiannya.
... ****...
beri plajaran tuk Laki leya leye gtu mh Laki gk punya pendirian hampas aja
Menjauhlah bila prelu pergi ke dasar bumi biar tidak ketemu lagi sama laki biadab entu.
Menjauhlah bila prelu pergi ke dasar bumi biar tidak ketemu lagi sama laki biadab entu.
si Jingga harusnya gk baper di pernikahan itu kan pernikahan hitam di atas putih bukan di dasari suka sama suka..
biar jdi penonton dulu , dema apa lgi yang mereka mainkan.