Sistem Pembalasan Dendam

“Cepet banget udah mau balik aja, masih jam tujuh nih.” protes Satria saat Riki sudah siap-siap pulang saja.

Riki latihan mulai dari jam enam sore hingga jam tujuh. Memang Riki buru-buru karena dia sedang memiliki misi untuk meneror Andre.

Jadi, Riki mau tidak mau harus pergi ke rumah besar keluarga Anggara.

“Maaf bang, lagi ada misi penting, nih!“

”Misi apaan? Mending sama aku aja, kita beli gacoan.“

Riki tertawa mendengarnya, ”haha, emang Abang nggak punya pacar, ya? Masa ganteng nggak ada pacar?“

Satria merasa tersindir saat itu, dia memang tidak ada pacar, meskipun dia ganteng dan meskipun dia penguasa dunia — oke itu berlebihan, tapi dia benar-benar sedang jomblo.

”Emang banyak yang meragukan aku jomblo, tapi beneran jomblo nih, sehina itu kah jadi jomblo? Apa kamu pernah pacaran, Rik?“

Riki yang baru saja memasang sepatunya itupun terdiam, lalu menggeleng pelan. Mari kita tidak menghitung Hanni sebagai pacar Riki, gadis gila itu kan cuma taruhan.

Lagian Riki tidak Sudi punya pacar Hanni.

”Enggak bang, aku cupu, nggak punya cewek.“

Satria pun tertawa, ”terus ngapa ngatain aku tadi? Tapi masa cowok sekeren dirimu nggak punya cewek? Ah, tapi punya cewek nggak enak Rik, dulu pernah punya. Dia bilang aku kurang effort, makanya dia selingkuh, tapi ya masa dia selingkuh sama pulu-pulu sih…“

Riki berdiri, masih menatap Satria, yang mengenang masa lalu pahit.

”Kurang effort?“

Satria mengangguk, ”aku cuma punya motor beat, dia punya mobil, ah, padahal aku selalu jemput dan nganterin dia kemana pun, nggak pernah aku minta duit bensin ke dia. Apa iya harus punya banyak duit dulu kalo mau punya cewek?“

Riki menepuk bahu Satria, ”mending langsung nikah aja kalo punya duit bang, jangan ngabisin duit nggak jelas buat pacar. Soalnya pacar itu kan status nggak jelas.“

Kemudian terdengar suara deheman keras dari Beni.

”Kalian ini sesama jomblo malah ngomongin hubungan. tapi menurutku sih, emang nggak usah pacaran lah.“ ucap Beni.

”Tapi pengen sih pak.“ sahut Satria yang langsung mendapat geplakan dari gurunya itu.

”Banyak maunya! Udah tinggal aja Satria disini Rik! Hati-hati ya!“

Riki pun tertawa dan berpamitan pada mereka, tidak lupa mencium tangan mereka, karena mereka lebih tua dari Riki.

Memang anak sopan.

Riki berencana untuk berjalan kaki untuk pergi ke rumah keluarga Anggara. Jaraknya sekitar 30 menit dengan berjalan kaki, dan kaki Riki panjang, jadi mungkin kurang dari itu.

Seperti anak muda kebanyakan, Riki menutup kepalanya dengan tudung jaket hitam yang dia kenakan. Dia juga memakai masker hitam dan earphone untuk mendengarkan lagu terkini.

Sebagai anak muda, Riki menyukai berbagai jenis musik. Tapi yang paling dia suka adalah musik pop dan hip-hop. Entah itu dari negara sendiri, dari western, atau dari Asia seperti Jepang, Korea, China, Thailand, Philipina, atau dari Australia.

Tapi dia juga agak pemilih dalam musik, dia tidak suka mendengarkan musik sedih, meskipun dia sedang galau sekalipun.

Selama dia berjalan kaki, dia turut memperhatikan orang-orang dijalanan.

Banyak orang berjualan, banyak juga orang yang membeli.

Namun, hanya segelintir saja yang mau jalan kaki seperti Riki.

Orang-orang manja itu…

Giliran kegemukan atau sakit, dia menyalahkan makanan mereka. Giliran macet, mereka pun selalu menyalahkan pemerintah.

Padahal mereka sendiri penyebabnya.

Lalu— astaga!

Riki hampir saja ditabrak oleh anak muda yang membawa motor sport. Bagaimana bisa dia berkendara di jalan khusus pejalan kaki? Hanya agar cepat menembus kemacetan.

Riki ingin mengumpatinya, tapi dia pergi dengan cepat.

Astaga, Riki harus banyak-banyak sabar hidup di negara ini.

Seharusnya pemerintah mengganti warga mereka.

Kaki Riki terhenti tepat di depan restoran Jepang yang katanya menjual ramen yang enak.

Ramen masuk kategori yang boleh dimakan banyak-banyak. Itu artinya sistem mengkategorikan sebagai makanan yang cukup sehat.

”Mari makan dulu sebelum menjalankan misi.“ gumam Riki, sebelum masuk ke dalam restoran tersebut.

Dia butuh banyak tenaga.

***

Sekitar jam sepuluh malam.

Andre pulang terlalu malam tapi dia tidak peduli, karena tidak ada orangtuanya di rumah. Palingan hanya ada Anton yang sibuk membuat vidio klarifikasi atas apa yang diperbuat Riki.

Si babi itu membuat huru-hara di internet. Bahkan teman-teman nongkrong Andre pun mengetahuinya, mereka membuat Andre sangat kesal karena terus menerus membahas hal itu.

Kata mereka, Riki keren karena berhasil memperbaiki penampilannya dan jadi jauh lebih keren dari Andre.

Sialan banget, kan?

Terlihat seorang pelayan baru datang, dia terkejut melihat Andre yang baru saja akan naik tangga.

”Kenapa?“ tanya Andre dengan ketus. Dia membuat pelayan baru itu ketakutan.

”Anu, tidak ada tuan muda… saya hanya terkejut, bukankah tadi tuan muda sudah pulang? Jam sembilan malam. Tuan muda Andre sudah masuk ke kamar, kan?“

Sekarang Andre yang heran, dia mengernyitkan dahinya bingung, tapi dia segera menaiki tangga dengan cepat.

Setelah sampai di kamarnya, kamar itu masih terkunci rapat kok. Bahkan, hanya Andre yang memiliki kunci kamarnya sendiri.

”Ah, itu kan pelayan baru, pasti dia bingung bedain aku sama kakak ku.“ gumam Andre, dia berpikiran positif saja dan segera membuka pintu kamarnya.

Wush!

Angin berhembus cukup kencang dari arah jendela kamarnya yang terbuka lebar-lebar.

Apa ini? Bukankah Andre tidak pernah lupa menutup rapat jendela kamarnya?

Bahkan jendela itu sudah canggih, tidak akan mudah dibobol dari luar.

Tiba-tiba perasaan Andre pun menjadi tidak enak.

Pats!

Tiba-tiba lampu kamar Andre mati.

Hanya sinar rembulan saja yang menerangi kamarnya.

Andre hanya berpaling sebentar untuk meletakkan ranselnya. Dia hendak menyalakan lilin atau lampu apapun yang bisa dia temukan. Kalau ponselnya sudah mati, harus di charge.

Namun, baru saja Andre bergerak, dia sudah melihat sosok duduk jendelanya.

”Apa kabar, Andre?“

Mata Andre yang sudah besar itu membelalak semakin lebar hingga terlihat hampir copot.

Tidak mungkin, tidak mungkin!

Andre pasti salah lihat, kan?

”Masih ingat aku? Gadis yang kau hancurkan masa depannya hingga bunuh diri…“

Andre jatuh terduduk.

Dia benci hantu, dia takut hantu!

Sosok Rena duduk disana.

Masih dengan wajah cantik yang pucat itu, rambut panjangnya berkibar tertiup angin.

Wangi aroma melati pun merebak di kamar Andre.

Apa ini yang dimaksud Kunti?

Andre sangat ketakutan, dia mundur menyeret tubuhnya.

Wajah Andre sudah pucat pasi.

Celananya sudah basah dengan air kencingnya sendiri.

”Kamu enak ya, Ndre? Bisa senang-senang dan terus membully orang lain, sedangkan aku harus bunuh diri. Ku dengar kau juga membunuh kakakku.“

”AKU MINTA MAAF! ITU SEMUA IDE KAKAK KU! AKU TIDAK BERSALAH! KU MOHON—“

Andre bahkan belum menyelesaikan ucapannya, tapi sudah pingsan.

Sosok Rena yang sebenarnya Riki itu pun mengernyitkan hidungnya, ”bau Pesing, bangsat.“

Tapi satu hal pasti yang Riki tahu sekarang, ternyata kecelakaan yang Riki alami itu sudah diatur oleh Anton dan Andre?

”Tidak bisa diragukan lagi betapa brengseknya kalian.“