Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Hujan Deras
Langit semakin gelap, awan mendung menggantung berat di atas kepala, seperti membawa ancaman hujan yang tak bisa dielakkan. Kazuya melangkah perlahan mendekati Antar, menuju tempat lelaki itu memarkirkan kendaraannya. Ada keraguan yang menyelinap di hatinya, rasa enggan yang sulit dijelaskan, seolah dirinya takut menjadi beban.
Sejujurnya, ia tidak pernah terbiasa berinteraksi sedekat ini dengan lelaki lain, apalagi sampai diantar pulang. Sejak Aronio hadir dalam hidupnya, dunianya seperti telah berpusat pada satu sosok itu saja. Ia tak pernah merasa butuh kehadiran orang lain lebih dari sekadar teman. Segala hal yang melibatkan perasaan, perhatian, atau kehangatan, baginya hanya pantas diberikan pada Aronio.
Namun kali ini berbeda, situasinya memaksa Kazuya menerima kenyataan yang tidak nyaman. Langit tampak semakin berat, benar-benar siap menumpahkan airnya kapan saja. Hatinya terasa penuh, bukan hanya oleh mendung di langit, tetapi juga oleh Aronio—yang meninggalkannya sendiri tanpa kabar. Janji yang tak ditepati, dan malah pergi bersama wanita lain.
Kazuya merasakan kepahitan itu menyeruak lagi. Kepada siapa lagi ia bisa meminta bantuan untuk menjemputnya? Eyrine? Tidak mungkin. Sahabatnya itu sedang sibuk dengan program magangnya sendiri, apalagi kantor Eyrine berada di arah yang sepenuhnya berlawanan. Memesan ojek online? Itu lebih buruk lagi. Kazuya sangat menghindari opsi itu, terutama dengan kondisi cuaca seperti ini. Ada alasan yang ia simpan rapat-rapat, sebuah ketakutan yang masih sering menghantui dirinya.
Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah Antar, lelaki yang tak ia kenal dekat, namun berada di sini saat ini. Bukan pilihan yang menyenangkan, tapi setidaknya ia tidak sendiri di tengah ancaman hujan ini.
Kazuya menatap sekitar dimana Antar sudah menghentikan langkahnya. Parkiran ini sedikit asing baginya, berbeda dari parkiran mobil yang biasanya ia lihat dan tempat ia menunggu Aronio tadi. Sekitarnya pun sangat sepi tidak ada kendaraan, hanya satu motor yang terparkir di sana. Antar terlihat mendekati motor sport yang terparkir tersebut.
"Ayo," ucap Antar, suaranya datar namun tegas. Ia menatap Kazuya yang masih berdiri kaku di tempatnya, seolah ragu untuk melangkah lebih jauh.
Kazuya mengalihkan pandangannya dari motor ke wajah Antar, sejenak ada kilatan ketidakpastian di matanya. Ia masih sedikit syok. Ternyata kendaraan yang dibawa lelaki tersebut motor sport. Ia menggigit bibir bawahnya pelan, mencoba menenangkan debaran dalam dadanya. Namun, pilihan apa lagi yang ia punya? Langit semakin gelap, dan ia benar-benar tidak ingin terjebak di kantor ini lebih lama.
"Lo kaget gue nggak bawa mobil? Nggak biasa naik motor?" Todong Antar setelah melihat gerak-gerik Kazuya.
Dengan cepat Kazuya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak! Nggak kok. Cuman—"
Belum sempat Kazuya menjelaskan, Antar sudah lebih dulu menghidupkan mesin motornya. Suara deru motor yang menyala semakin menambah tegang suasana di antara mereka. Antar menoleh sekilas, matanya datar tanpa ekspresi.
"Ya kalo lo nggak bisa naik motor sih, terserah ya. Lo bisa cari taksi atau ojek online," ujarnya tanpa basa-basi, nadanya terdengar cuek. "Gue buru-buru. Udah mau ujan."
Antar kemudian memasang helm, bahkan tanpa menunggu jawaban dari Kazuya. Gerakannya seolah memberi tanda kalau ia benar-benar akan pergi tanpa mempedulikan perempuan itu lagi.
Kazuya tercengang sesaat, mencoba mencerna sikap dingin Antar. Ia menunduk, menatap lantai parkiran. Perasaannya bercampur antara kesal dan terpojok. Memesan taksi atau ojek online bukanlah opsi yang ia inginkan, tapi tetap saja situasi ini membuatnya tidak nyaman.
"Nggak papa kok! Gue nggak masalah naik motor." Jawab Kazuya cepat, sambil perlahan naik ke jok belakang motor Antar.
Bukan karena Kazuya sok kaya atau tidak terbiasa dengan kendaraan roda dua. Tetapi, sensasi berdua dengan lelaki lain selain Aronio di dalam posisi sedekat itu benar-benar membuatnya merasa canggung. Ditambah lagi desain motor Antar yang seperti motor balap—dengan posisi pengemudi sedikit menunduk dan tempat duduk penumpang yang lebih tinggi serta begitu dekat dengan pengemudi—membuat jarak antara mereka terasa semakin intim tanpa disadari.
Begitu Kazuya duduk di kursi penumpang motor, Antar langsung melajukan motor dengan kecepatan yang cukup tinggi. Angin yang menerpa wajah Kazuya membuatnya terkejut, jantungnya berdegup kencang, hampir merasa terbang akibat kecepatan itu. Tanpa pikir panjang, tangannya langsung meraih besi belakang motor, berpegangan erat agar tidak terjatuh.
Ia tidak berani berpegangan pada Antar, pengemudi yang sudah terbiasa dengan kecepatan itu. Hanya dalam beberapa detik, Kazuya merasa dirinya benar-benar berada di luar zona nyaman. Ia merapalkan doa-doa keselamatan dalam hati, berharap semuanya berjalan baik. Namun, perasaan takut dan cemas itu tak bisa sepenuhnya hilang. Ia pun tidak berani untuk menyuruh Antar mengurangi kecepatan.
Antar memacu motor semakin cepat, suaranya menggelegar di telinga Kazuya, terbalut dalam deru mesin dan angin yang melaju kencang. "Gue agak ngebut, udah mau ujan," teriak Antar, mencoba menyela kebisingan yang ada. Kazuya hanya mengangguk kecil, meskipun dalam hati ia ingin sekali meminta Antar untuk melambat. Namun, kata-kata itu hanya terhenti di tenggorokannya. Tidak ada keberanian untuk mengungkapkan kekhawatiran yang melanda.
Ia berusaha menenangkan diri, menenangkan pikiran yang terus bergolak. Setidaknya, Kazuya merasa sedikit lega karena ia sudah memberikan alamat apartemennya sebelumnya, dan beruntungnya, Antar tahu arah jalan tersebut. Itu membuatnya tidak perlu repot-repot memberikan petunjuk tambahan.
Kazuya merasa detak jantungnya semakin cepat seiring dengan semakin kencangnya laju motor. "Agak ngebut?" keluhnya dalam hati. Kecepatan motor yang melaju terasa jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan. Ini bukan "agak ngebut", ini sudah sangat ngebut. Dumel Kazuya dalam hati di sela-sela rapalan doanya.
Segala jenis doa dan surat pendek sudah ia baca demi keselamatan nyawanya. Mana posisi mereka sangat berdekatan, bahkan ia hampir memeluk Antar apalagi dalam kondisi motor melaju dengan kecepatan tinggi ini. Kazuya sangat yakin orang yang melihatnya dari pinggir jalan menduga dirinya sedang memeluk si pengemudi.
Di tengah perjalanan, rintik hujan mulai turun. Dalam hitungan menit, rintik berubah menjadi hujan deras. Angin kencang menampar wajah mereka, membuat pandangan jadi sulit.
Antar menepi ke bawah pohon rindang, mencoba melindungi mereka dari hujan. "Lo bawa jas hujan?" tanya Antar sambil membuka helmnya.
Kazuya menggeleng lemah, air mulai membasahi rambut dan wajahnya. "Ngga—k." Ucapnya dengan suara yang mulai bergetar karena dinginnya hujan.
Antar mengangguk, mana mungkin juga Kazuya membawa jas ujan, lagian perempuan itu pergi pasti tidak menggunakan motor. "Gue juga lagi." Gumannya pelan.
Antar mengerutkan kening, menatap Kazuya yang mulai menggigil. "Kita harus jalan lagi. Nggak mungkin diem di sini, malah tambah dingin." Ia melepas jaketnya dan memberikan ke Kazuya.
"Pakai ini, biar lo nggak kedinginan."
"Tapi—"
"Udah, jangan banyak protes," potong Antar. Meski dingin tanpa jaket, tidak mungkin juga ia membiarkan Kazuya yang tampak menggigil tidak tahan dengan udara dingin.
Dengan berat hati, Kazuya mengenakan jaket Antar. Mereka kembali melanjutkan perjalanan meski hujan semakin deras. Kazuya mencengkeram erat jaket Antar, sementara tubuhnya mulai bergetar. Suara petir yang menggelegar membuatnya menutup mata erat, kenangan masa kecil yang buruk tentang hujan dan petir kembali menghantuinya.
"Taku—t" Gumannya pelan tertahan, suaranya bergetar karena ketakutan.
Antar melirik Kazuya lewat kaca spion. Melihat perubahan Kazuya yang terlihat lebih memucat dan ketakutan. Meski ia tidak mendengar gumanan apa yang keluar dari mulut Kazuya. Antar mempercepat laju motornya dan mencoba mencari rute tercepat untuk sampai ke apartemen Kazuya. Ada perasaan menyesal ia mengajak perempuan tersebut pulang bersamanya.
•••
Sementara itu, di kantor, Aronio baru saja kembali dari mengantar Sinta ke rumahnya. Ia memarkir mobil dan memeriksa ponselnya. Pesannya kepada Kazuya masih belum dibaca. Ia mulai merasa gelisah.
Ia! Dirinya tadi harus mengantarkan Sinta ke rumahnya terlebih dahulu karena mobilnya sudah ia coba perbaiki namun tidak juga menyala. Aronio sudah memberi tahu Kazuya melalui pesan untuk tetap menunggu dirinya di kantor karena dirinya ada urusan sebentar di luar. Ia pikir akan menjelaskan nanti ketika mereka sudah bertemu agar lebih enak. Lagipula ia rasa tindakannya tidak lah salah, membantu Sinta dalam keadaan sulit. Hal lumrah dilakukan sesama manusia, ia yakin Kazuya pun akan memaklumi dan mengerti seperti biasanya.
Ia menghubungi Kazuya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Frustrasi, ia memutuskan untuk mencari di sekitar parkiran bahkan masuk ke ruangan kantor memastikan keberadaan Kazuya. Dan hasilnya nihil, ia tidak melihat keberadaan Kazuya. Ada perasaan cemas melihat hari yang diliputi oleh hujan deras itu.
"Kenapa belum dibalas juga? Jangan-jangan Yaya udah pulang?" gumamnya.
"Angkat dong, Yaya."
Akhirnya ia memutuskan untuk memastikan keberadaan Kazuya di apartemen kekasihnya tersebut.
•••