Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian mana yang ingin kakak dengar?
“Ga-gavin” Saat Ellara mendongak, terpampang jelas sorot tajam Gavin seolah ingin mengulitinya hidup hidup. Gadis itu meneguk ludahnya kasar, dia menurunkan pandangannya dengan perasaan yang campur aduk.
Tidak hanya Ellara, Melody yang melihat kehadiran pria tampan itu juga kini mati kutu. Tangannya berkeringat dingin, entah kenapa, aura yang Gavin perlihatkan sangat menakuti mereka berdua.
“Ellara, kamu ternyata datang ke sekolah, aku pikir hari ini nggak datang loh..” di tengah ketegangan yang tercipta, Ghea datang seolah memberi angin segar pada Ellara.
“Kamu tahu Ella, aku sudah berniat menjenguk mu sepulang sekolah, kenapa nggak masuk kelas sih!” ketua Ghea sembari merangkul lengan Ellara. Saat sudah melihat sahabatnya, Ghea sampai lupa dengan keberadaan Lucas, sang kekasih hati.
“Kita pergi dari sini, auranya mencengkam” bisik Ellara pada Ghea.
“Kamu perhatikan Gavin, dia sedang emosi sepertinya..” dia juga memberitahu Lucas dengan suara bisik, hingga tidak bisa di dengar oleh yang lain.
Lucas mengangguk, setelahnya Ghea dan Ellara meninggalkan mereka bertiga di sana.
“Apa yang terjadi Ella? Kenapa wajah Gavin seperti itu? Dia seperti hendak memakan seseorang” tanya Ghea penasaran.
“Entah” jawab Ellara seolah tak peduli. Padahal jauh di dalam hatinya, ada rasa bersalah pada pria itu.
...----------------...
Gavin melihat kepergian Ellara dengan tatapan sendu. Perasaan pria itu sangat terluka setelah apa yang baru saja dia dengar. Gadis yang selama ini dia cari, gadis yang selalu membuat Gavin seperti orang gila ternyata adalah gadis yang juga dia incar.
Entah kenapa, dia merasa seperti orang bodoh, atau juga orang yang gampang di bodohi.
Kecewa, ternyata Ellara hanya menganggapnya biasa saja, padahal pria itu seperti orang gila mencari tahu tentangnya. Meski tidak dia ingat setiap kisah, tapi kenangan itu ada.
Dan parahnya lagi, dia mempercayai Melody selama ini, miris sekali.
“Dia bahkan tidak menampilkan rasa bersalah, padahal sudah benar benar menyakiti perasaanku” guman Gavin.
Setelah memastikan Ellara benar benar menghilang dari pandangannya, Gavin berbalik badan. Kali ini, sorot matanya tiba tiba berubah. Dari tatapan sendu penuh rasa kecewa, kini sorot itu sangat tajam, melihat Melody.
“Ka-kak Gavin..” panggil Melody dengan nada gemetar. Dia takut, sangat takut melihat aura Gavin sekarang. Dari tatapan nya saja sudah bisa terbaca bagaimana emosinya pria itu. Apalagi saat langkah Gavin mendekat, tatapan dingin nan menusuk sampai ulu hati Melody.
“Berani kamu bermain main denganku, Melody” Suara pria itu terdengar sangat datar.
Semakin mengikis jarak, Gavin tertawa sinis.
“Sejauh mana kamu tahu, dan berikan penjelasan atau aku akan menjadikanmu Cat hidup!” tangannya terangkat, memegang rahang Melody dengan kasar.
Dia menempelkan tubuh gadis itu ke tembok, mengunci pergerakannya.
“ka-kakak salah paham..” lirih Melody masih berusaha menjelaskan.
“Saya dengar semuanya, bitch!!! Saya dengar kalau gelang itu milik Ellara, saya dengar semuanya!! Tidak ada kesalahpahaman, saya bukan orang bodoh!” bentak Gavin lantang. Dia tidak melepaskan Melody, urat wajahnya tampak sangat jelas, menggambarkan betapa murkanya pria itu.
“Yang aku tanyakan hanya satu, kenapa kamu nekat, kenapa kamu mencuri gelangnya, dan kenapa kamu sangat berani menciptakan cerita bohong?”
“oh iya, satu lagi, dari mana kamu tahu sedetail itu tentang masalalu kami, tidak mungkin Ellara cerita, bukan?”
“Shttttt, le- lepaskan dulu kak..” lirih Melody menahan rasa sakitnya. Air mata gadis itu perlahan keluar, wajah putih cantik itu kini memerah.
“Baiklah, sekarang jelaskan!” Gavin melepaskan cengkraman di rahang gadis itu, mengusap tangannya merasa jijik.
“Jelaskan Sekarang!!” bentaknya sekali lagi kala menyadari Melody hanya diam menunduk.
Gadis cantik itu gemetaran, dia bingung hendak mulai dari mana.
“Bagian mana yang ingin kakak dengar lebih dulu? Apakah bagian dari masa lalu kalian? Atau bagian dari saat pertama kakak pindah ke sekolah ini, melihat Ellara yang awalnya sangat antusias menyambut kedatanganmu, tapi begitu terluka kala mendapati tatapan asing darimu?” ujar Melody pelan. Dia berkali kali menarik nafas, agar bercerita dengan tenang.
“Aku rasa, waktuku tidak akan cukup jika bercerita tentang semua tulisan yang ada dalam buku itu, cerita bertahun tahun lalu, semuanya ada”
Gavin tak menjawab, ingatan pria itu membawanya saat pertama kali dia menginjakkan kakinya di sekolah ini dua tahun lalu.
Flashback on..
Suasana di lapangan sekolah sangat heboh saat kehadiran pria tampan itu turun dari mobil mewahnya.
Gavin bisa melihat bagaimana antusiasnya murid murid di sekolah ini menyambut kedatangannya.
Fokus Gavin pada seorang gadis cantik yang saat itu berlari paling depan, langsung merangkulnya tanpa malu.
Ellara, ya, dia adalah orang pertama yang menyambut Gavin dengan rangkulan. Tidak peduli tatapan datarnya, gadis itu terlihat seolah mereka adalah orang yang saling kenal.
Dia bahkan menyapanya, menyebutkan nama Gavin, membuat pria itu awalnya kaget, tapi karena Gavin memang cukup di kenal, tak heran kan jika ada yang sudah mengenal namanya?.
Satu minggu, Ellara selalu menciptakan kearaban di antara mereka, tapi Gavin tidak terlalu melihatnya. Hingga Gavin merasa kehilangan saat Ellara tidak lagi mendekatinya.
Dan, mulai saat itu, Gavin yang mengejar, bukan Ellara.
flashback off.
....
“kenapa kakak diam? Apa yang ingin kakak dengar sekarang?” pertanyaan Melody membuyarkan lamunan Gavin. Pria itu mengusap kepalanya, dia terlihat sangat frustasi.
Menghela nafas kasar, Gavin tidak lagi menanggapi Melody.
“Vin..” Lucas datang menghampirinya.
“Tapi kak Gavin, bukankah kamu sudah dengar sendiri kalimat Ellara tadi? Dia bahkan tidak peduli jika perkataan yang dia keluarkan melukaimu, dia tidak berperasaan, dan dia juga tidak peduli jika aku yang ada di sampingmu, bagaimana kalau—“
“kalau apa?” potong Gavin cepat menatap tidak suka pada gadis itu.
“kakak bersamaku saja, kak Ellara sudah nyaman dengan kak Arkana”
Brughhhhhh
Gavin meninju tembok yang ada di samping Melody, membuat gadis itu mengelus dadanya tak percaya.
“Pergi sekarang atau amarahku akan melenyapkan mu hidup hidup!” datarnya.
Cepat cepat, Melody berdiri. Dia berlari keluar dengan langkah cepat. Dia lebih menyayangkan nyawanya dari pada dijadikan samsak tinju oleh Gavin. Lagian, pelan pelan adalah cara yang harusnya dia lakukan saat ini. Dia harus menyusun rencana lain, agar Gavin bisa dia jerat.
“ini semua karena Ellara” Melody mengepalkan tangannya kuat.
.
.
Gavin duduk diam, dia merutuki kebodohannya sendiri. Harusnya dari awal perasaan dekatnya pada Ellara membawa pria itu pada kenangan mereka, tapi semua itu begitu sulit.
“Ellara..” ujarnya dengan nada pelan. Dia bangkit, keluar dari rooftop tanpa menghiraukan Lucas lagi. Bukan kembali ke kelas, Gavin keluar menuju mobilnya yang terparkir di parkiran sekolah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.