Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Janied yang ditinggal sendirian di lantai satu berkeringat dingin di sekujur tubuhnya, orang itu dia bukan manusia. Tidak ada manusia yang memiliki wajah demikian seramnya. Rasanya janied sudah tidak sanggup untuk terus berjalan, selain tubuhnya yang gemuk, rasa takut seakan memaku kakinya ke lantai.
"Kamu tidak ingin menangkapku, Janied?" Tanya orang itu semakin mempersempit jarak mereka.
Janied memegang kuat besi penyangga tangga, berpegang disana agar tidak terjatuh, dia bertanya hampir tercekat, "Si-siapa kamu? kenapa kamu membawa kami kesini?"
"Aku bloody Flower. Ini sudah mendekati satu siklus, rumah ini sudah butuh darah lagi." Terdengar suara sepatu yang bergesekan dengan lantai, orang yang mengaku sebagai bloody Flower menyeringai lebar, " Kita sering berpapasan, Janied, saat itu kamu adalah orang tua sombong yang tidak tahu caranya berpijak di bumi."
Janied tercekat kemudian ingatan sehari-harinya di kantor pemerintahan, di rumah dan di Anyelir kembali terbayang di kepalanya. Dia memang tidak pernah repot-repot untuk mengenal dan bersikap sopan kepada orang yang menurutnya lebih rendah dan tidak sekaya dirinya.
Dipandangi lagi orang itu dengan cermat, mereka hanya berjarak beberapa langkah. Tapi, dia tidak pernah bertemu dengan orang ini, janied yakin sekali. Jika pernah mungkin dia akan langsung ingat, karena wajahnya sangat berbeda dengan manusia lain.
"kamu pasti salah orang, aku tidak pernah bertemu denganmu." Kata Janied, setelah itu dia menguatkan dirinya dan berlari menaiki anak tangga. Lemah di tubuhnya berguncang, suara kakinya yang menginjak anak tangga terdengar menggema.
"Mau kemana? kamu harus tetap disini, aku hanya membunuh satu orang satu malam." Ucap Bloody Flower serak, dia dengan cepat menyusul Janied, tangannya memegang pergelangan kaki Janied dengan sangat kuat.
"lepaskan aku!!!" Janied berteriak histeris, dia berusaha melepaskan tangan Bloody flower dari kakinya.
Bloody Flower terkekeh seram, dia menyentak keras pergelangan kaki Janied sehingga membuat si empunya terjatuh berguling di sepanjang tangga.
Brak...
Janied mengerang, tubuhnya menghantam keras lantai membuat badannya sakit. Dia melihat Bloody flower yang menuruni tangga bak malaikat pencabut nyawa, tak lupa seringaian lebarnya.
Dulu, beberapa tahun yang lalu, Janied pernah bermimpi sangat buruk. Dia melihat dirinya sendiri dalam ruang gelap yang tidak tersentuh cahaya. Dia bahkan tidak tidak bisa melihat tangannya yang ada di depan mata.
Malam ini, mungkin mimpi buruk itu akan menjadi nyata. Tempat ini meskipun tidak gelap namun tidak memiliki jalan keluar, barangkali kegelapan yang pernah merasuki mimpinya adalah tempat yang tidak memiliki jalan keluar.
"A-aku tii-tidak pernah-"
Bloody Flower menekan kuat dagu janied hingga mulutnya kembali terkatup. Kakinya di injak, namun dia tidak punya keberanian untuk protes, "Diam dan lihat aku membuat karya seni. Jika berani pergi, akan kucari ke setiap sudut rumah dan kujadikan kematianmu sebagai kematian paling sadis."
"Mengerti?" Tekan Bloody Flower.
Janied mengangguk.
"Bagus." Bloody Flower melangkah lebar ke dekat mayat Lara. Dia memungut topengnya dan memakai kembali. Dia bersenandung kecil sembari memulai goresan seni pada mayat Lara.
...°°...
Dalam kamar di lantai dua, Lisa pindah duduk ke sebelah Prisha. Sesekali menghela nafas panjang dan memijit kepalanya yang sedikit pusing. Barangkali karena terlalu banyak berpikir, sejak tadi Lisa mencoba menggabungkan semua petunjuk yang sudah dia dapatkan.
"Apa mereka akan baik-baik saja?"Tanya Prisha pelan. Dia memeluk lututnya erat, berbeda dengan Lisa, Prisha lebih memikirkan orang-orang yang ada di lantai dasar.
"Entahlah,"Lisa tidak tahu, Diam-diam juga berharap mereka berhasil menangkap orang itu atau setidaknya jika dia bukan orang yang bisa di lawan mereka bisa melarikan diri dan bersembunyi.
"Raf, bagiamana menurutmu tentang pendapatku?"Tanya Lisa.
Rafan yang duduk bersandar pada kusen pintu sambil menahannya agar tidak ada yang masu menjawab," Sebenarnya memang tidak masuk akal kalau kunci yang dimaksud adalah ingatan yang kita lupakan. Tapi, berada di rumah ini saja sudah aneh, jadi, memang ada kemungkinan-"
Rafan tidak melanjutkan kata-katanya. Dia berdiri dan menempelkan telinganya pada lubang pintu. "Ada yang datang."Ucapnya pelan.
Lisa dan Prisha segera mendekat, ikut berdiri sambil memfokuskan pendengaran untuk mendengar suara diluar. Memang ada derap langkah mendekat.
Sreeeeetttttt....
Suara goresan pisau membuat ketiganya kompak mundur. Lisa menatap horror pada pintu itu, "pintunya sudah kamu kunci, Raf?"
"Sudah." Jawab Rafan.
"Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana kalau dia berhasil masuk?"Tanya Prisha.
"Sembunyi,"Kata Lisa.
"Sembunyi dimana?"
"Dimana saja, asalkan dia tidak tahu."
Sreeeeetttttt....
Lalu, gagang pintu ditarik keras, siapapun yang ada diluar sedang berusaha keras untuk membuka pintu.
Prisha memegang tangan Lisa, dari kemarin dia berusaha tenang. Tapi, malam ini meski dia ingin sekali berpura-pura kuat, dia tidak dapat menyembunyikannya.
"Raf, kita harus sembunyi."kata Lisa.
"Tidak ada tempat persembunyian disini,"
Bukan Rafan yang menjawab, tapi, suara dari luar pintu yang entah kenapa bisa masuk kedalam dan terdengar sangat jelas.