Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Kiamatt Kecil Segera Menghampiri
"Mama sangat merindukan kamu sayang." Mona menciumi wajah sang anak banyak-banyak, kedua matanya berbinar haru. Dia peluk erat namun tak sedikit pun mengurangi rindu.
Sean tumbuh semakin besar, sangat tampan. Begitu mirip dengan Reza.
Mona selalu saja tersenyum tiap kali mengingat kemiripan keduanya.
"Ayo kita masuk sayang, mama sudah menyiapkan banyak makanan dan mainan untuk mu." ajak Mona dengan lembut, dia pun membelai wajah sang anak, mengelus puncak kepala Sean.
Mona pun lantas berdiri dan menggandeng sang anak untuk masuk, namun kemudian Sean tidak langsung pergi. Dia malah menahan sang ibu agar diam dulu.
"Aku tidak datang sendiri Ma, aku datang bersama mbak Ajeng." Sean lalu menarik mbak ajengnya untuk ikut masuk bersama mereka.
Senyum Mona semakin terkembang lebar, gara-gara sangat merindukan sang anak, dia sampai lupa pada pengasuh baru Sean.
"Maaf ya Ajeng, saya sampai lupa kalau ada kamu. Padahal semalam Sean sudah memberi tahu, bahwa dia akan datang bersama kamu."
"Tidak perlu minta maaf Ma, aku baik-baik saja," balas Ajeng dengan menundukkan kepala karena merasa tak enak hati.
Namun panggilan Ma yang di ucapkan oleh Ajeng membuat dahi Mona berkerut.
Bagaimana bisa seorang pelayan memanggilnya dengan panggilan yang sama seperti anaknya, harusnya Ajeng memanggil dia dengan sebutan nyonya.
Sementara Sean yang menyadari kebingungan sang ibu pun langsung mengulum senyum.
Dan belum sempat Mona menginterupsi panggilan Ajeng tersebut, mereka sudah lebih dulu tiba di ruang tengah. Di sana sudah berjejer banyak mainan milik Sean.
Bocah tampan itu pun langsung bersorak kegirangan, bahagia sekali ketika mengetahui sang mama sangat menyayangi dia, bahkan menyiapkan mainan sebanyak ini pula.
Dan melihat kebahagiaan yang terpancar jelas di wajah Sean, sudah memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Mona.
"Mbak Ajeng! ayo sini!" ajak Sean dengan antusias, dia menarik Ajeng untuk mulai memainkan mainan itu.
Sementara Mona duduk di sofa dan memperhatikan. membuatnya kembali mengingat tentang perceraiannya dengan Reza.
Andaikan waktu bisa diulang, mungkin kami tidak perlu berpisah seperti ini. Batin Mona. Tapi sikap Reza yang angkuh membuatnya tak bisa bertahan.
"Sean," panggil Mona, hanya suara pelan namun membuat Sean langsung menoleh ke arah ibunya.
Sean juga langsung berlari menghampiri. Bersama mama Mona, Sean benar-benar bersikap baik dan hal itu membuat Ajeng tak merasa was-was.
"Kenapa Ma?" tanya Sean.
Mona lantas membawa Sean untuk duduk di atas pangkuannya.
"Apa Sean mau tinggal bersama Mama?"
"Tentu saja, sejak dulu aku ingin tinggal bersama mama," balas Sean dengan cepat. tidak ada yang dia inginkan selain hal ini, menghabiskan banyak waktu dengan sang ibu. Sungguh Sean begitu rindu. Sean pun ingin seperti teman-temannya yang lain, yang lengkap kasih sayangnya.
Selama ini dia telah tinggal bersama sang papa, dan sekarang Sean sangat ingin menetap dengan ibunya.
"Baiklah, kalau begitu, mama akan langsung telepon Oma Putri," balas mama Mona.
Sean mengangguk antusias.
Sementara Ajeng yang juga mending atau pembicaraan itu seketika langsung bergemuruh lah hatinya.
Dia merasa kiamat kecil itu akan segera menghampiri dia, entah bagaimana caranya Ajeng bisa menunjukkan wajah pada Oma Putri.
Ajeng sungguh dilema, di satu sisi dia pun ikut bahagia melihat senyum yang terukir di bibir Sean dan ibunya.
Namun di sisi lain, dia pun merasa telah mengecewakan Oma Putri.
Maafkan aku Oma. lirih Ajeng.